”The Witch’s Heart”, Buah Fantasi Komikus Muda Banyumas Kian Mendunia
Maria Rengganis (24) dengan nama pena Blacklapiz menyalurkan fantasinya dalam komik digital. Dari Banyumas, Jawa Tengah, kisah tentang penyihir baik hati karyanya telah dibaca jutaan orang di seluruh dunia.
Komik The Witch’s Heart atau dalam bahasa Indonesia berarti ’hati sang penyihir’ dimuat di kanal Line Webtoon sejak September 2019. Karya komikus muda Banyumas, Maria Rengganis (24), itu telah diterjemahkan ke dalam lima bahasa dan menuai apresiasi dari penggemar komik dalam negeri dan mancanegara.
The Witch’s Heart memasuki episode 26. Kisah penyihir elok bernama Arianna Blackhart yang berusia 300 tahun ini difavoritkan oleh 112.600 akun atau semacam subscriber dalam kanal Youtube, dilihat 3,4 juta kali, dan mendapat rate bintang 9,86. Capaian itu merupakan buah ketekunan gadis yang akrab dipanggil Megan serta memiliki nama pena Blacklapiz itu.
”Ada rasa tanggung jawab. Apa yang sudah aku mulai, harus aku selesaikan. Selain itu, tanggung jawab terhadap fans juga karena kalau dibiarkan tidak update, mereka marah,” kata Megan saat ditemui di rumah orangtuanya di Desa Ciberem, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (23/8/2021).
Baca juga : Rembuk Rakyat Bumilangit di Jagat Maya
Megan mengenalkan tokoh utamanya, yaitu Arianna, dalam episode pertama komiknya sebagai penyihir yang berasal dari keturunan bangsawan. Usia panjang hingga 300 tahun dan awet muda bagi penyihir yang seharusnya jadi berkah ternyata membawa kebosanan bagi Arianna. Namun, kebosanan itu mulai terurai dengan hadirnya sesosok bayi mungil telantar yang tergeletak di depan kastilnya.
”Tadinya (bayi itu) mau dibuang atau dibunuh saja, tapi lama-lama sayang juga. Mulai terungkap satu per satu misteri mengapa bisa ada bayi itu, siapa bayi itu. Ada hubungan dengan kejadian 300 tahun lalu bahwa dia pernah ngalahin raja iblis, dan ternyata serpihan jiwa raja iblis ada di anak ini. Jadi, Arianna ini berjuang bagaimana anak ini bisa selamat dan hidup bahagia,” kata Megan.
Suasana kerajaan negara Barat menjadi latar peristiwa di komik itu. Kerajaan Astranta adalah nama yang diberikan Megan bagi kerajaan fantasi tempat cerita berlangsung, di mana ilmu pengetahuan, perekonomian, ilmu pedang, dan sihir berkembang di sana.
”Inspirasinya karena saya suka fantasi dan suka cerita romance yang age gap atau rentang waktu yang jauh. Selain itu, aku juga pernah baca komik Jepang judulnya Hana To Akuma, cerita tentang iblis yang menemukan anak perempuan masih kecil dan dibesarkan,” kata anak kedua dari pasangan Agustinus Tedy Pramono (58) dan Elisabeth Herlisa Sulista (53) itu.
Baca juga : Komik, Sastra yang Melalui Banyak Zaman
Meski kedua orangtuanya tidak berbakat menggambar, Megan mulai mengenal komik dan karakter anime Jepang yang lucu serta menarik sejak kecil dan mulai corat-coret menggambar sejak duduk di bangku kelas III SD Santa Maria Purwokerto. Hobinya menggambar dengan kertas dan pensil terus diasah hingga ia menyelesaikan pendidikan di SMP Susteran Purwokerto dan SMA Bruderan Purwokerto.
Bakat dan keterampilannya menggambar mulai dikembangkannya ketika ia kuliah di Yogyakarta dengan mencoba membeli drawing tablet. ”Waktu itu aku nabung dan bisa beli drawing tablet yang murah, sekitar Rp 900.000,” kata lulusan Program Studi Akuntansi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2019 lalu.
Saat di Yogyakarta itulah, sekitar 2017, lahir komik perdananya berjudul The Blue Bird sebanyak 48 episode. Episode 1-6 komik ini dimuat di Webtoon, tapi selanjutnya Megan menjalin kontrak dengan Webcomics, penerbit komik dari Korea, selama dua tahun. Bahkan, dari karyanya tersebut, Megan sudah mendapatkan penghasilan sekitar Rp 3 juta per bulan.
”The Blue Bird ini drama science-fiction, ceritanya tentang perempuan yang kehilangan ingatan,” kata Megan.
Baik The Witch’s Heart maupun The Blue Bird karya Megan beraliran Manhwa. Aliran komik Manhwa ini berciri penuh warna serta cara membaca dari atas ke bawah atau susunan panel gambar vertikal. ”Manga itu hitam putih, per halaman (panel gambar tertata horizontal seperti membolak-balik buku) dan dari Jepang. Manhwa ini dari Korea, sedangkan aliran Manhua dari China,” tuturnya.
Bagi Megan, setidaknya butuh waktu hingga dua minggu untuk membuat satu episode komik yang terdiri atas 70-80 panel. Fantasinya selalu dijaga dan dituangkan dalam kerangka cerita yang utuh sebelum dibuatkan sketsa dan detail gambar. Adapun untuk menyusun kerangka cerita, kalimat atau dialog yang akan disisipkan dalam komik, butuh waktu 1-2 hari.
Menggambar itu butuh proses. Yang penting jangan menyerah. Kalau suka menggambar, ya, terus lakukan. Ikutin fasemu. Jangan terburu-buru. Jangan minder melihat mereka yang lebih baik. Karena mereka biasanya mulai lebih dulu. Jangan rendah diri, tetaplah menggambar.
Langkah berikutnya adalah pembuatan sketsa, yang bagi Megan memakan waktu sehari. Kemudian, tahap yang cukup lama adalah line art atau merapikan sketsa karena butuh waktu hingga sepekan. Setelah sketsa rampung, tahapan dilanjutkan dengan pewarnaan dasar, lalu penetapan bayangan serta pencahayaan (shadow and lighting), yang masing-masing butuh waktu hingga dua hari.
”Total pengerjaan satu episode sekitar dua minggu. Aku paling sering buat komik siang sampai malam hari. Sekarang sudah lumayan terbantu karena sudah ada asisten based color,” tutur Megan.
Relasi pertemanan meluas
Bagi Megan, selain menuntaskan fantasinya, berkarya lewat komik juga menambah relasi pertemanan. Bukan hanya lingkup nasional, melainkan juga internasional. Pasalnya, komik The Witch’s Heart ini juga sudah diterjemahkan ke sejumlah bahasa, antara lain bahasa Inggris, Thailand, Brasil, Arab, serta Filipina.
”Aku jadi punya banyak teman. Lewat chat kami berteman lintas negara,” katanya.
Sejumlah komentar dukungan tampak sejak episode pertama kartun ini terbit. Akun @indomyy, misalnya, menuliskan: ”gila, keren banget ceritanya – bagus banget lagi gambarnya, semangat author, semoga resmi” (23 September 2019).
Ada pula akun @tiona menuliskan: ”gaya gambar y berkualitas, lebih cocok d official. Tapi bikin hawatir. Kebanyakan cerita bagus kek gini sebelum official udah ngilang, tau2 udah d lapak lain. d tunggu kelanjutan y, semangat terus thor. jaga kesehatan, biar gak drob dn komik y update tepat pada jadwal” (26 September 2019).
Sebagian memberi masukan, seperti yang disampaikan akun @Bangausakti: ”aku mau masukan aja, panelingnya masih ketebelan, font masih ga konsisten (gunakan 1 jenis font aja, kec. untuk sfx). maaf ya kalau tersinggung ><) mangat terus berkarya!” (5 Jauari 2020).
Menarik pula jika menelisik komentar pada versi bahasa Inggris. Akun @naruto, misalnya, menuliskan: ”OMMMGG THIS ART IS BEAUTIFULLLLLL L KEEP UP THE GOOD WORK” (5 Juli 2020). Ada pula akun @minXjii menuliskan: ”THIS IS A GEM, THE PLOT IS EXCITING AND THA ART IS SO PRETTY” (21 Juli 2020). Akun @marshamallowssprinkle menuliskan: ”Wow this is amazing first chapter in and i’m hooked!” (12 Agustus 2021).
Dari komik The Witch’s Heart ini, Megan juga mendapatkan penghasilan berdasarkan monetasi dari pembacanya. Per bulan, dari setiap episode komiknya, Megan bisa mendapatkan pemasukan hingga Rp 2 juta. Bahkan, di masa pandemi saat ini, Megan justru makin banyak mendapatkan permintaan pembuatan ilustrasi untuk sampul novel, buku cerita anak, dan gim.
”Customer kebanyakan dari Amerika. Ada sekitar 20 orang. Per item ilustrasi harganya sekitar Rp 1 juta,” ujarnya.
Dalam menjalani hobi dan hidupnya, Megan memiliki moto hidup now or never, sekarang atau tidak sama sekali. Hal itu pula yang membawanya hingga menjadi komikus muda berbakat. Baginya, menggambar itu butuh proses.
Kepada sejumlah penggemar yang baru pemula dalam merintis karier di bidang komik, Megan juga terbuka berbagi tips dan pengalaman. Dia pun selalu memberi saran kepada para pemula.
”Menggambar itu butuh proses. Yang penting jangan menyerah. Kalau suka menggambar, ya, terus lakukan. Ikutin fasemu. Jangan terburu-buru. Jangan minder melihat mereka yang lebih baik. Karena mereka biasanya mulai lebih dulu. Jangan rendah diri, tetaplah menggambar,” paparnya.
Indonesia memiliki sejumlah nama besar komikus, seperti RA Kosasih dan Ardisoma, yang membuat komik tentang wayang. Ada pula Jan Mintaraga (Tembok), Hasmi (Gundala), Ganes TH (Si Buta dari Gua Hantu), dan Jair Warni (Jaka Sembung) (Kompas.id, 16 Juli 2019). Kini saatnya komikus muda untuk juga menunjukkan karyanya. Megan alias Blacklapiz, yang bermakna ’batu permata hitam yang langka’, pun bermimpi memiliki perusahaan media sendiri.
”Aku berencana mau bikin perusahaan media sendiri. Buat publish komik atau animasi Indonesia dengan kualitas internasional,” katanya.
Hingga kini, goresan pena digital Megan terus dinanti penggemarnya. Dari desa yang terletak di kaki Gunung Slamet sisi selatan atau sekitar 13 kilometer arah timur laut dari Alun-alun Purwokerto, Megan terus merawat fantasinya. Teknologi dan kanal digital membawa karya komikus muda asal Banyumas ini melanglang buana. Dari Banyumas, ”Sang Permata Hitam” siap menyihir penggemarnya di seluruh dunia.