Titian Berliku Menuju Revitalisasi Rawa Pening
Kompleksitas masalah yang telah berlangsung lama menjadi tantangan dalam revitalisasi Danau Rawa Pening. Danau itu masuk 15 danau prioritas nasional untuk diselamatkan, yang telah ditetapkan dalam peraturan presiden.
Simpul permasalahan Danau Rawa Pening, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, lama tak terurai karena lemahnya koordinasi dan konsistensi antarinstansi. Menguatnya payung hukum terkait revitalisasi danau itu, sejak 2020, membawa harapan. Namun, titik tengah di antara semua pihak tetap perlu agar tidak ada perkara tersisa.
Bersembunyi di balik kumpulan awan, matahari memancarkan sinar semburat ke arah Danau Rawa Pening, Selasa (17/8/2021) pagi menjelang siang. Pancarannya mengarah pada 18 petani yang sedang hormat pada bendera Merah Putih, yang terikat di ujung bambu setinggi sekitar 10 meter. Ujung bawahnya tertancap di tanah tergenang.
Sambil membelakangi Gunung Telomoyo beserta bebukitan, para petani itu tengah upacara memeringati HUT ke-76 Republik Indonesia. Kaki mereka terendam genangan setinggi sekitar 40 sentimeter (cm). Yang mereka pijak ialah lahan sawah yang kerap mereka tanami saban musim kemarau.
"Biasanya, Juli-Agustus ini kami menanam. Namun, karena pintu air Tuntang tidak dibuka, kami tidak bisa apa-apa. Jadi, upacara seperti ini sebagai bentuk protes. Tolong nasib kami diperhatikan," kata Widodo (46) petani asal Desa Bejalen, Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Baca juga: Revitalisasi Rawa Pening Berpacu dengan Pertumbuhan Eceng Gondok
Kebijakan itu berkaitan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 365/KPTS/M/2020 tentang Penetapan Garis Sempadan Danau Rawa Pening. Disebutkan, garis sempadan berjarak 50 meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi dengan elevasi +463,3.
Menurut ketentuan tersebut, lahan pertanian yang selama ini ditanam warga itu masuk pada area badan danau. Padahal, lahan-lahan itu memiliki sertifikat alias berstatus hak milik. Ada juga yang memilik surat tanah Letter C (turun temurun), serta tanah bengkok (garapan desa).
Adapun menurut Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, tidak dibukanya Pintu Air Tuntang ialah bagian dari pengelolaan sumber daya air, terutama untuk keperluan irigasi di Demak dan Grobogan (hilir).
Widodo menuturkan, dua tahun tidak menanam menyebabkan ia kehilangan pemasukan, lebih dari Rp 10 juta per tahun. "Saya juga ada tanggungan di BRI dan bulan ini terlambat bayar. Karena tak ada pemasukan, ya mau tidak mau pinjam kanan kiri. Jadi, gali lobang tutup lobang saja," katanya.
Koordinator Forum Koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu, Suwestiyono, mengatakan, total ada sekitar 800 hektar di 15 desa di sekeliling Rawa Pening yang terdampak. Ia telah meminta agar ada penurunan elevasi dalam Kepmen PUPR 365/2020, menjadi +461, agar para petani bisa tetap menanam.
Pihaknya pun sudah beberapa kali bersurat ke Gubernur Jateng, bahkan Presiden terkait masalah tersebut, tetapi respons yang diharapkan belum ada. "Alasan (pintu air) tidak dibuka katanya agar tidak banjir di hilir, juga untuk keperluan PDAM dan PLTA Jelok. Padahal, sebelumnya juga tak ada masalah," ujarnya.
Suwestiyono mengemukakan, pihaknya sama sekali tidak menolak revitalisasi Danau Rawa Pening. Sebaliknya, justru mendukung. Namun, ia berharap kebijakan dari pengelola agar lahan pertanian tidak terendam. Sebab, bertani ialah satu-satunya mata pencarian mereka dan sudah puluhan tahun lamanya.
Bebaskan pajak
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang, Wigati Sunu, prihatin dengan kondisi itu. Pasalnya, yang terdampak akan hal itu sebenarnya bukan hanya petani, tetapi juga ada buruh tani dan juga penggarap. Kendati sudah audiensi dengan Pemprov dan BBWS Pemali Juana, tetapi belum ada solusi.
Yang menetapkan garis ini kan Kementerian PUPR, sedangkan BPN sendiri sudah keluarkan sertifikat. Maka, harus dipadukan. (Peni Rahayu)
Menurutnya, semua kewenangan itu ada di BBWS Pemali Juana. Sementara yang bisa dilakukan pemkab yakni membebaskan pajak pada lahan-lahan yang terendam itu. Kebijakan itu berlaku mulai tahun ini.
"Kami akan terus berkoordinasi baik dengan pemprov maupun pemerintah pusat karena ini terkait dengan upaya peningkatan produksi pertanian. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat," ucapnya.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Jateng Peni Rahayu menuturkan, pihaknya menerima aspirasi dari para petani. Sebab kenyataannya, sejumlah bidang lahan petani bersertifikat. Namun, dari sisi regulasi sendiri telah ada kemajuan dengan terbitnya Kepmen PUPR 365/2020 tentang garis sempadan.
Baca juga: Revitalisasi Rawa Pening yang Masuk Kategori Superprioritas
Solusi pun dicari, salah satunya dengan menggandeng Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). "Yang menetapkan garis ini kan Kementerian PUPR, sedangkan BPN sendiri sudah keluarkan sertifikat. Maka, harus dipadukan," kata Peni.
Mengenai rencana ganti rugi, menurut Peni, belum ada pembahasan sampai ke sana. Adapun yang sudah disepakati saat ini ialah tidak boleh ada bangunan permanen di area yang sudah ditetapkan. Untuk pertanian dan perikanan diupayakan untuk tetap dibicarakan, tetapi bangunan tidak dibolehkan.
Kepala BBWS Pemali Juana M Adek Rizaldi, mengemukakan, terkait elevasi, pihaknya tetap berpegang pada Kepmen PUPR 365/2020. Sementara belum dibukanya pintu air Tuntang merupakan kebijakan pengelolaan untuk irigasi seluas 20.067 hektar lahan, terutama di daerah hilir seperti Demak dan Grobogan.
"Lahan seluas 20.067 hektar selama ini sebenarnya sudah teraliri, tetapi tidak optimal karena digunakan sistem giliran dan lainnya. Maka, revitalisasi Rawa Pening ini untuk mengoptimalkan manfaat tersebut," katanya.
Adek menuturkan, penetapan garis sempadan berdasarkan sejumlah pertimbangan, salah satunya yakni elevasi tertinggi yang pernah terjadi, yakni +463,3. Sejauh ini, pihaknya masih mengacu pada ketentuan itu guna mengantisipasi kemungkinan banjir, yang juga bagian dari penataan atau revitalisasi.
Ia mempersilakan jika Pemprov Jateng hendak mengusulkan perubahan ketentuan elevasi itu, untuk nanti ditinjau kembali. "Mungkin juga ada solusi lain seperti kebijakan ganti rugi atau dibayar kompensasi," katanya.
Kompleksitas
Adek mengakui, permasalahan di Rawa Pening kompleks, salah satunya karena ada kelemahan di masa lalu dalam koordinasi antarintansi pemerintah, termasuk BBWS Pemali Juana sendiri. Minimnya pengawasan dan terlalu lama ada pembiaran membuat terlalu banyak aktivitas yang terdapat di area badan dan sempadan danau.
"Akibat perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan di hulu, ada fluktuasi debit air saat musim hujan dan kemarau. Saat kemarau, debit turun sehingga seolah-olah (sebagian) menjadi daratan. Itulah yang dimanfaatkan. Padahal, sebenarnya itu badan danau atau daerah genangan air," lanjut Adek.
Menurut data BBWS Pemali Juana, total luas Danau Rawa Pening ialah 2.507 hektar, terdiri dari badan danau seluas 2.387 hektar dan sempadan 120 hektar. Adapun volume tampungan ialah 48,15 juta meter kubik. Selama ini telah terjadi pendangkalan akibat sedimentasi. Pada 1990, kedalaman hingga sekitar 15 meter, sedangkan kini berkisar 3-5 meter.
Selain itu, masalah yang belum tertuntaskan sejak puluhan tahun lalu ialah masifnya pertumbuhan eceng gondok. Menurut Adek, pada 2017-2019 pihaknya hanya mampu membersihkan sekitar 150 hektar per tahun. Sementara pada 2020, bersama TNI, membersihkan eceng gondok seluas 685 hektar.
Kendati demikian, kecepatan membersihkan eceng gondok tidak seimbang dengan laju pertumbuhannya, yakni sekitar 8 hektar dalam sebulan. "Tahun ini, kami bersama TNI melanjutkan pembersihan sekitar 360 hektar eceng gondok," kata Adek.
Permasalahan di Rawa Pening kompleks, salah satunya karena ada kelemahan di masa lalu dalam koordinasi antarintansi pemerintah, termasuk BBWS Pemali Juana sendiri. Minimnya pengawasan dan terlalu lama ada pembiaran membuat terlalu banyak aktivitas yang terdapat di area badan dan sempadan danau. (M Adek Rizaldi)
Terkait revitalisasi, pada 2021, pihaknya masih fokus pada pembersihan eceng gondok. Namun, setelah itu penanganan menyeluruh akan dilakukan guna mengoptimalkan danau alami tersebut, agar pemanfaatannya dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Selain eceng gondok, penanganan Rawa Pening juga meliputi penataan keramba jaring apung, penanaman tanaman bukan semusim di hulu, pembangunan cekdam di sungai-sungai menuju danau, dan pengelolaan limbah rumah tangga yang masuk ke danau. Juga akan ada empat subbagian wilayah pengembangan yang disesuaikan dengan kearifan lokal setempat.
Rawa Pening menjadi satu dari 15 danau prioritas di Indonesia yang diupayakan untuk segera diselamatkan. Kendati penyelamatan 15 danau prioritas telah lama digaungkan, pemerintah baru menetapkannya dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas pada 22 Juni 2021.
Batas-batas danau itu ramai sejak lama. Namun, dalam penanganannya, karena pejabat berganti dari waktu ke waktu, jadi kadang kencang (penegakan aturan) kadang tidak. Saat ini, pemerintah, baik dari pusat hingga daerah perlu saling merangkul. Kemudian, perlu tegas dan konsisten dalam penerapannya. (Naniek Sulistya Wardani)
Adek belum bisa menyebut kapan revitalisasi Rawa Pening ditargetkan sepenuhnya rampung. Namun, dengan telah terbitnya Perpres Danau Prioritas, ia yakin penanganan bisa lebih cepat. "Apalagi kini ada ketua dewan pengarah dan ketua harian. Berarti, kan harus jalan," ucapnya.
Ketua Pusat Studi dan Pengembangan Kawasan Rawa Pening (PSPKRP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Naniek Sulistya Wardani, menuturkan, upaya penyelamatan Rawa Pening ini sudah lama. Namun, dalam pelaksanaannya, komitmen seluruh pihak selalu menjadi masalah.
"Batas-batas danau itu ramai sejak lama. Namun, dalam penanganannya, karena pejabat berganti dari waktu ke waktu, jadi kadang kencang (penegakan aturan) kadang tidak. Saat ini, pemerintah, baik dari pusat hingga daerah perlu saling merangkul. Kemudian, perlu tegas dan konsisten dalam penerapannya," kata Naniek.
Ia juga memberi catatan perlunya rembuk bersama warga di sekitar Rawa Pening dan ada sarana komunikasi untuk menghasilkan komitmen bersama. Komitmen tersebut juga harus dijalani sejara ajeg. Bukan sesuatu yang terputus-putus yang membuat penanganan lagi-lagi tidak optimal.