Dokumen PCR Bodong yang Ditemukan di Kendari Dibeli Rp 250.000
Sebanyak 23 dokumen hasil tes PCR yang diduga kuat palsu ditemukan Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Haluoleo, Kendari. Polisi masih mengumpulkan informasi karena belum ada laporan dari kejadian ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sebanyak 23 dokumen tes Covid-19 palsu ditemukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, akhir pekan lalu. Dokumen yang akan dipakai 23 mahasiswa ke Jakarta ini dibeli seharga Rp 250.000 per buah. Meski terjadi akhir pekan lalu, aparat kepolisian belum mendapatkan laporan sehingga pelaku belum ditangkap.
”Temuan surat PCR palsu ini terjadi pada Jumat (20/8/2021) sekitar pukul 09.30 Wita. Saat itu, tiga petugas KKP yang berjaga di loket menemukan adanya dokumen yang tidak tercatat dalam sistem kesehatan terpadu,” kata Koordinator Wilayah Kerja Bandara Haluoleo Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dr Umi Mazidah, Senin (23/8/2021).
Menurut Umi, puluhan dokumen hasil tes PCR tersebut beratasnamakan mahasiswa yang akan berkuliah di Jakarta. Sebelum penumpang berangkat, semua dokumen untuk terbang diverifikasi di loket yang tersedia. Saat pengecekan, dokumen ini tidak dibawa oleh calon penumpang masing-masing, melainkan oleh seorang oknum yang mengaku pengurus tiket mahasiswa tersebut.
Dokumen ini, ia melanjutkan, memiliki kop surat RSUD Bahteramas, rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari. Surat ini juga memiliki nama pemeriksa, dokter penanggung jawab, hingga stempel basah laboratorium rumah sakit.
Namun, saat dicek ke pihak rumah sakit, nama-nama calon penumpang ini tidak pernah melakukan tes pada tanggal dan waktu yang tercatat. Tidak hanya itu, nomor laboratorium dan nomor induk kependudukan (NIK) juga tidak tercatat di pusat data.
Bersama pihak bandara, terang Umi, pihaknya lalu mengumpulkan para mahasiswa tersebut dan melarang mereka terbang. Mereka dimintai keterangan dan diarahkan untuk menjadwalkan ulang penerbangan.
”Di situ mereka juga bilang membeli surat PCR tersebut seharga Rp 250.000 per buah dari seseorang yang mengurus mereka. Mereka mengaku terpaksa beli karena dari kalangan tidak mampu, di mana untuk satu kali PCR seharga Rp 900.000,” kata Umi.
Selama pemberlakuan syarat hasil tes PCR untuk terbang, Umi menambahkan, pihaknya beberapa kali menemukan dokumen tes Covid-19 palsu dari sejumlah fasilitas kesehatan. Akan tetapi, kali ini jumlahnya yang paling banyak dalam satu waktu.
Meski begitu, Umi menambahkan, memang belum ada temuan yang ditindaklanjuti hingga penangkapan pelaku. Sebab, pihaknya menyerahkan ke fasilitas kesehatan terkait untuk melaporkan hal ini ke kepolisian.
Anggota Staf Humas RSUD Bahteramas, Masyita, menyebutkan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat tes Covid-19 PCR untuk 23 mahasiswa tersebut. Identitas hingga NIK mereka tidak pernah tercatat melakukan tes pada tanggal yang disebutkan.
Kami pastikan itu bukan dikeluarkan oleh kami.
”Setiap yang melakukan tes ada tanggal tes dan tanggal keluar. Di tanggal tersebut, tidak pernah ada nama seperti dalam dokumen yang ditemukan pihak KKP. Jadi, kami pastikan itu bukan dikeluarkan oleh kami,” tambahnya.
Terkait laporan ke pihak berwajib, Masyita menyebutkan, hal itu menjadi wewenang KKP Kendari karena dokumen ditemukan oleh mereka. Pihaknya hanya membenarkan bahwa dokumen tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh rumah sakit.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kendari Ajun Komisaris I Gede Pranata Wiguna mengatakan, pihaknya masih menelusuri informasi ini. Sebab, hingga saat ini belum ada laporan dari pihak terkait akan adanya temuan dokumen PCR palsu. ”Kami masih kumpulkan informasi di lapangan terkait kejadian ini,” katanya.
Temuan dokumen perjalanan palsu bukan kali ini saja terjadi. Akhir Juli lalu, kepolisian menangkap sejumlah pemalsu dokumen untuk penumpang kapal. Mereka mematok tarif hingga Rp 1,2 juta per orang untuk surat antigen hingga surat vaksinasi palsu.
Sementara itu, kasus Covid-19 di Sulawesi Tenggara terus bertambah. Sebanyak 16 kabupaten/kota diinstruksikan melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3. Hanya Kabupaten Buton yang masuk dalam PPKM level 2.