181 Calon PMI Ilegal asal NTT Gagal Diberangkatkan
Sampai sekarang, masih banyak pencari kerja asal Nusa Tenggara Timur bekerja di luar negeri, terutama ke Malaysia, secara ilegal dengan memanfaatkan jasa calo di berbagai pintu masuk, antara lain Batam dan Nunukan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Selama Januari-Agustus 2021 sebanyak 181 calon tenaga kerja Indonesia ilegal asal Nusa Tenggara Timur gagal diberangkatkan para calo melalui Bandara El Tari Kupang dan Dermaga Tenau Kupang. Dalam lima tahun terakhir, Pemprov NTT mencatat 3.150 tenaga kerja ilegal ke luar negeri, sementara yang berangkat secara legal 6.297 orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Timur (NTT) Sylvia Peku Djawang dalam seminar virtual yang diselenggarakan Serikat Pemuda NTT, di Kupang, Senin (23/8/2021), mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, NTT 2019 telah membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan TKI (pekerja migran Indonesia/PMI) ilegal dari NTT. Satgas ini, antara lain, beranggotakan TNI/Polri, pemprov, serta pengelola bandara dan pelabuhan laut.
Sejak Januari 2021 hingga 20 Agustus 2021 sebanyak 181 orang gagal diberangkatkan ke luar negeri dan ke provinsi lain oleh tim Satgas Pencegahan dan Penanganan Pekerja Migran NTT. Mereka hendak berangkat melalui Bandara El Tari Kupang dan Dermaga Tenau Kupang.
”Kebanyakan dari mereka mengaku berjalan sendirian, ternyata ada calo sudah menunggu di tempat lain, seperti Jakarta, Surabaya, Nunukan, dan Batam,” kata Peku Djawang.
Sejak lima tahun terakhir atau 2016-2021, Pemprov mencatat 3.150 orang NTT berangkat secara ilegal ke luar negeri dan ke provinsi lain. Kebanyakan dari mereka memilih jalur laut untuk tujuan Malaysia dengan ”pintu masuk” Nunukan atau Batam. Di daerah tujuan itu calo memproses keberangkatan melalui ”jalur tikus” ke Malaysia. Ini biasa dilakukan calon PMI ilegal asal Flores Timur dan Lembata.
Kebanyakan mereka mengaku berjalan sendirian, ternyata ada calo sudah menunggu di tempat lain, seperti Jakarta, Surabaya, Nunukan, dan Batam. (Peku Djawang)
Selain itu, ada juga calo yang datang langsung ke desa-desa di NTT untuk merekrut calon PMI ilegal. Ini biasa terjadi di daratan Timor Barat, seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Malaka, Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Belu. Juga terjadi di Sumba Timur, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.
Sebagian dari calon TKI ilegal diberangkatkan dengan pesawat dari Kupang menuju Surabaya, Jakarta, Batam, atau Medan, kemudian calo memproses keberangkatan ke Malaysia, termasuk memalsukan dokumen keimigrasian calon TKI bersangkutan.
Calon TKI ilegal yang digagalkan terbanyak pada 2018, yakni 1.379 orang, menyusul 2017 sebanyak 662 orang, 2016 sebanyak 443 orang, 2019 sebanyak 317 orang, dan 2020 sebanyak 168 orang. Dalam dua tahun terakhir, meski di tengah ancaman pandemi Covid-19 dan Malaysia sangat ketat melarang pencari kerja non-prosedural dari negara lain masuk, masih saja PMI ilegal NTT masuk ke negeri jiran itu.
Masalah lain, yakni para PMI ilegal ini pergi dalam kondisi sehat dan segar, tetapi pulang telah menjadi jenazah atau terisi di dalam peti mati. Berdasarkan data Pemprov, sejak 2016 hingga 20 Agustus 2021 sebanyak 400 TKI asal NTT meninggal di luar negeri dan jenazah mereka dipulangkan ke desa asalnya. Jumlah ini belum termasuk mereka yang jenazahnya tidak dipulangkan ke NTT karena alasan biaya atau tidak terpantau Konsulat RI di wilayah itu atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI).
Kematian pekerja
Meski demikian, menurut catatan Kompas, data yang disampaikan rutin tahunan dari BP3TKI NTT sebanyak 708 TKI asal NTT meninggal di luar negeri. Kematian terbanyak 2018, yakni 273 orang, dan terkecil pada 2020 sebanyak 74 orang. Sebagian besar dari mereka berstatus pekerja ilegal. Januari 2021-20 Agustus 2021 sebanyak 91 orang dilaporkan meninggal di luar negeri.
Menurut Peku Djawang, jumlah pengangguran terbuka 2021 sebanyak 74.748 pencari kerja. Angkatan kerja kaum muda sebanyak 1.381.142 orang, hampir 80 persen lulusan SD dan sekolah menengah. Angkatan kerja ini terdiri dari mereka yang sudah bekerja dan belum bekerja.
Angkatan kerja kelompok sarjana 207.192 orang, diploma 61.056 orang, pekerja informal 1.833.828 orang, dan bekerja keluarga yang tidak dibayar 639.223 orang.
Sementara pejabat Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pusat, Servulus Bobo Riti, melihat ada pembiaran Pemprov NTT untuk memberi kesempatan kepada calon TKI asal NTT berangkat secara ilegal ke luar negeri. Era pekerja migran saat ini tidak sama dengan era 1950-1970-an.
Saat ini komunikasi dengan bantuan teknologi informasi antar-negara sangat mudah melalui dunia digitalisasi. Pemprov bisa membangun kerja sama dengan pemerintah dan pengusaha di luar negeri untuk mengirim calon TKI asal NTT. Keberangkatan calon TKI NTT difasilitasi pemprov dengan memanfaatkan dana APBD.
Pemprov NTT, kata dia, bisa bekerja sama dengan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja. Misalnya, satu calon TKI dibiayai Rp 15 juta untuk pelatihan sebagai pembantu rumah tangga, perawat bayi, dan pengasuh orang lansia. Pemprov mengeluarkan anggaran Rp 5 miliar, misalnya, untuk 4.500 calon TKI sampai mereka berangkat ke luar negeri.
Selama mereka di luar negeri, pemda tidak lagi sibuk mencari lowongan kerja bagi 4.500 orang itu, tidak lagi mengalokasikan bantuan sosial, biaya BPJS Kesehatan daerah, dan lain-lain. Masalah-masalah kemanusiaan di daerah bisa ditekan. Pemda cukup memantau keberadaan mereka selama bekerja di luar negeri. ”Ini tidak sulit, kalau ada kemauan baik,” ujarnya.