Tol Laut Rute Kupang-Merauke Mulai Dibahas Kementerian Perhubungan
Kementerian Perhubungan mulai membahas pembukaan tol laut rute Kupang (Nusa Tenggara Timur)-Merauke (Papua) untuk melancarkan arus logistik hasil pertanian dan perkebunan di dua provinsi itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kementerian Perhubungan menggagas pembukaan tol laut rute Kupang-Merauke, Papua, atau sebaliknya, dalam rangka kerja sama mobilisasi produk pertanian, perkebunan, dan peternakan dari kedua provinsi. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pun berharap Pelabuhan Tenau di Kupang diberi kewenangan mengekspor.
Staf Khusus Bidang Hubungan Antarlembaga Kementerian Perhubungan Mayjen (Purn) Buyung Lalana saat audiensi dengan Gubernur NTT Viktor Laiskodat di Kupang, Kamis (19/8/2021), mengatakan, sejak diluncurkan 2015, tol laut berhasil menurunkan biaya logistik sampai 30 persen. Ada subsidi dari pemerintah sehingga berhasil menekan disparitas harga antardaerah.
Misi utama program tol laut adalah efisiensi biaya pengiriman bahan pokok penting dan muatan balik potensi daerah tersebut. Kapal tol laut itu bermanfaat secara timbal balik.
Dikatakan, sejak 2020, kapal tol laut melayani pengangkutan surplus beras Bulog dari Merauke ke seluruh Papua dan Papua Barat. Ke depan akan dibuka jalur baru, yakni dari Merauke ke NTT atau sebaliknya. ”Mohon dukungan data potensi daerah dan administrasi lain dari Pemprov NTT untuk merealisasikan trayek baru ini,” ujar Buyung.
Kemenhub juga mendukung program pengembangan tol laut antarpulau di dalam provinsi, termasuk NTT, selama rute itu saling menguntungkan dan mendukung perkembangan ekonomi kedua wilayah. Total trayek tol laut ke seluruh Indonesia saat ini sebanyak 30 jalur, tiga trayek di antaranya singgah di NTT.
Buyung menjelaskan, fokus Kemenhub pada tahun 2021 adalah muatan balik dari daerah tujuan untuk dimuat ke luar. ”Kami memberikan stimulus untuk muatan balik potensi-potensi unggulan daerah itu sehingga kapal tol laut itu tidak pulang kosong,” katanya.
Gubernur Viktor Laiskodat mengatakan, ia telah mengunjungi Papua, Februari 2020. Saat itu ia sempat menyinggung kerja sama antara Pemprov Papua dan NTT di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, hasil hutan, dan hasil kerajinan. Papua memiliki produk unggulan seperti hasil hutan dan beras, sementara NTT memiliki potensi unggulan di bidang peternakan dan kerajinan tenun ikat selain produk lain.
Kami memberikan stimulus untuk muatan balik potensi-potensi unggulan daerah itu sehingga kapal tol laut itu tidak pulang kosong. (Buyung Lalana)
”Kami sudah bahas itu. Jika ada kapal tol laut rute Kupang-Papua, itu jauh lebih baik. Produksi beras dari Merauke bisa dikirim ke Kupang, sebaliknya ternak dari NTT bisa dikirim ke Merauke. Intinya kapal tol laut itu pergi-pulang ada muatan barang,” kata Laiskodat.
Ia juga meminta Kemenhub memberi kesempatan kepada NTT untuk melakukan ekspor produk-produk unggulan dari daerah itu langsung ke luar negeri melalui Pelabuhan Tenau, Kupang. Pelabuhan Tenau sudah layak ditetapkan sebagai pelabuhan ekspor. Jika hal ini diizinkan, tentu pemprov akan menyiapkan sejumlah persyaratan, seperti kualitas barang ekspor dan syarat lain.
Produk unggulan
Pasar potensial bagi NTT di luar negeri adalah Australia dan Timor Leste. Selama ini produk unggulan dari NTT dikirim melalui Surabaya, kemudian ke Singapura lalu ke Australia. ”Itu terlalu jauh. Kenapa kita tidak langsung saja dari Kupang ke Australia atau Dili. Minimal Kupang-Darwin, cukup menolong,” ujarnya.
Ia mengatakan, dalam kunjungan ke Darwin beberapa waktu lalu, pihak otoritas Darwin sangat mendukung pembukaan rute langsung dari Kupang ke Darwin, entah melalui laut atau udara. Sekarang tinggal kemauan baik Pemerintah Indonesia menanggapi sikap otoritas di Darwin.
Selain itu, rencana penerbangan Kupang-Dili-Darwin ini sudah dibahas sejak 2006, tetapi sampai saat ini belum juga terealisasi. Tidak hanya penerbangan, tetapi juga ada rencana pengadaan rute kapal cepat Kupang-Dili-Darwin untuk mendukung pariwisata bahari dari ketiga negara itu.
Penerbangan dari Darwin ke Kupang butuh waktu dua jam. Banyak penduduk keturunan NTT menetap di Darwin. Jika hendak pulang kampung, mereka harus melalui Perth atau Sydney, kemudian ke Bali lalu ke Kupang.
Jika perhubungan laut dan udara Kupang-Dili-Darwin terealisasi, tidak hanya NTT yang mengalami kemajuan di sektor ekonomi dan pembangunan, tetapi juga kawasan timur Indonesia.
Ketua Kadin NTT Paul Liyanto mengatakan, pembahasan soal penerbangan dan kapal cepat atau feri Kupang-Dili-Darwin sudah dibahas sejak tahun 2005 antara Pemprov NTT, Pemerintah Timor Leste, dan Darwin, tetapi hingga saat ini belum terealisasi.
Enam kali pertemuan itu berlangsung di Kupang, Dili, dan Dawin, masing-masing kota sebanyak dua kali. Pertemuan itu melibatkan hampir semua unsur, yakni pemerintah, pengusaha, dan akademisi, membahas kerja sama bidang ekonomi tersebut.
Kesulitan ada pada tidak adanya kemauan baik antara Jakarta dan Canberra membuka pintu kerja sama itu. Ada pertimbangan politik tingkat tinggi di antara kedua penguasa, terutama Australia sebagai penjaga keamanan di kawasan Asia Pasifik. Timor Leste tidak khawatir soal keamanan terkait kerja sama tersebut. Selain itu, belum ada rumusan bentuk kerja sama yang jelas di antara ketiga negara.
Ia mengatakan, jika dari sisi penerbangan kurang menguntungkan, tentu kerja sama di bidang pariwisata bahari cukup menjanjikan. ”Feri, misalnya, sekali sebulan pergi-pulang itu cukup memungkinkan. Rute Darwin, Dili, Kupang, Labuan Bajo, Nihi Watu, kembali ke Darwin. Selain untuk wisatawan, orang NTT di Darwin juga cukup banyak,” kata Liyanto.