Bandara Ilaga Hanya Gunakan Radio Darurat untuk Navigasi Pesawat
Selama dua bulan terakhir, operator Bandara Ilaga di Kabupaten Puncak, Papua, hanya menggunakan radio darurat untuk memandu pesawat. Belum ada perbaikan fasilitas menara pengawas yang sebelumnya dibakar KKB.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Operator Bandar Udara Ilaga di Kabupaten Puncak, Papua, masih menggunakan radio darurat untuk memandu pilot ketika pesawat hendak mendarat. Pihak bandara sangat membutuhkan fasilitas menara pengawas untuk keselamatan penerbangan.
Hal ini disampaikan Kepala Bandar Udara Ilaga Herman Sujito saat dihubungi dari Jayapura, Papua Kamis (19/8/2021).
Herman mengungkapkan, pihaknya telah menggunakan radio ground to air untuk navigasi pesawat selama dua bulan. Belum ada fasilitas menara pengawas di Bandara Ilaga hingga saat ini.
Sebelumnya, kelompok kriminal bersenjata (KKB) membakar menara pengawas dan ruang tunggu Bandara Ilaga pada 3 Juni 2021 pukul 17.40 WIT. Beberapa jam kemudian, aparat TNI-Polri berhasil memadamkan api dan bandara kembali dikuasai aparat TNI-Polri.
Bandara Ilaga menjadi salah satu infrastruktur vital di Pegunungan Bintang. Bandara dengan panjang landasan pacu sekitar 600 meter ini melayani sekitar 50 kali penerbangan setiap hari, dari pukul 06.00 hingga pukul 12.30 WIT.
”Kami hanya menggunakan radio ground to air untuk memandu pilot pesawat agar bisa mendarat dengan aman di Bandara Ilaga,” kata Herman.
Herman mengatakan, pihaknya telah mengajukan permintaan bantuan ke Kementerian Perhubungan agar pembangunan menara pengawas di Bandara Ilaga segera terealisasi. Hal ini untuk mencegah terjadi kecelakaan pesawat ketika hendak mendarat.
”Kami berharap pembangunan menara pengawas beserta fasilitas navigasi yang lengkap dilakukan dalam waktu dekat sebab rawan terjadi kecelakaan pesawat di bandara ini,” ujarnya.
Kami berharap pembangunan menara pengawas beserta fasilitas navigasi yang lengkap dilakukan dalam waktu dekat.
Bandara Ilaga hanya bisa didarati pesawat berbadan kecil mengingat panjang landasan pacu lapangan terbang Aminggaru di Ilaga hanya 600 meter dengan lebar 23 meter.
Kondisi cuaca sering kali menjadi momok menakutkan bagi para pilot yang terbang ke Ilaga. Itu sebabnya, penerbangan ke Ilaga biasanya dilakukan dalam rentang waktu pukul 07.00 hingga sekitar pukul 12.00 WIT saja. Tujuannya, untuk menghindari cuaca berkabut.
Beberapa kali terjadi, pesawat menabrak gunung saat menuju Puncak atau tergelincir di Lapangan Terbang Aminggaru.
Catatan Polda Papua, selama 2017-2019 terjadi empat kecelakaan pesawat di wilayah Puncak. Terakhir, pesawat jenis twin otter dengan nomor registrasi PK-CDC menabrak gunung di Distrik Hoeya di ketinggian 13.453 kaki atau sekitar 3.900 meter di atas permukaan laut. Empat penumpang meninggal dalam musibah ini.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin mengecam aksi kelompok kriminal bersenjata yang membakar fasilitas menara pengawas Bandara Ilaga. Alasannya, keberadaan bandara yang berada di ketinggian sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut ini sangat vital bagi masyarakat Puncak.
Sejauh ini bandara itu merupakan satu-satunya akses transportasi udara ke Ilaga, ibu kota Puncak. Pesawat tidak hanya membawa penumpang, tetapi barang kebutuhan pokok.
Aparat keamanan juga tidak boleh lengah dalam melindungi obyek vital negara, seperti bandara. Diperlukan upaya penegakan hukum demi mencegah aksi ini terulang kembali.