Pembayaran Angkutan Umum di Surakarta Didorong Terintegrasi
Kehadiran KRL di Yogyakarta dan Kota Surakarta banyak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Integrasi antarmoda juga sudah dilakukan. Pembayaran terintegrasi antarmoda perlu didorong agar layanan kian optimal.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kehadiran kereta rel listrik di wilayah Yogyakarta dan Kota Surakarta banyak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Pembayaran terintegrasi antarmoda utamanya dengan bus umum diharapkan dapat semakin mengoptimalkan layanan transportasi publik itu.
Kereta rel listrik atau KRL mulai beroperasi di wilayah Yogyakarta dan Kota Surakarta sejak Februari 2021. Manajemen moda transportasi tersebut berada di bawah naungan PT Kereta Commuter Indonesia, yang merupakan anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia. Sebelumnya, masyarakat pelaju yang tinggal di kedua daerah tersebut dilayani dengan Kereta Api Prambanan Ekspreks (KA Prameks), yang beroperasi sejak 1994.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta Hari Prihatno mengungkapkan, kehadiran kereta rel listrik mendapat sambutan apik di tengah masyarakat. Terlebih lagi, transportasi antarmoda sudah tersambung di kota tersebut, mulai dari bus berjenis Batik Solo Trans (BST) hingga angkutan pengumpan yang ukurannya lebih kecil.
Akan tetapi, Hari menyayangkan, transportasi antarmoda yang sudah saling terhubung belum didukung dengan mekanisme pembayaran yang terintegrasi pula. Pihaknya meyakini, apabila mekanisme pembayaran juga bisa diintegrasikan, masyarakat akan semakin mudah mengakses berbagai layanan transportasi yang ada.
”Saat ini, pembayaran BST dan KRL masih sendiri-sendiri. Yang kami tunggu dan harapkan, tiket pembayaran BST bisa juga untuk naik KRL,” kata Hari, dalam gelar wicara daring bertajuk ”Merdeka Bertransportasi” pada Rabu (18/8/2021) malam.
Yang kami tunggu dan harapkan, tiket pembayaran BST bisa juga untuk naik KRL. (Hari Prihatno)
Saat ini, menurut Hari, moda transportasi umum seperti BST dan angkutan feeder sudah menggunakan metode pembayaran nontunai. Menurut dia, pelayanan akan lebih optimal apabila jika integrasi yang terjadi tidak hanya dari segi moda transportasinya, tetapi juga metode pembayarannya.
”Perlu didorong supaya ada integrasi, kaitannya dengan pembayaran atau kartunya, supaya masyarakat punya satu kartu untuk semua kegiatan (transportasi),” kata Hari.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PT KCI Roppiq Lutzfi Azhar mengakui, Kota Surakarta mempunyai integrasi antarmoda transportasi yang baik. Pihaknya juga sepakat pembayaran terintegrasi untuk berbagai moda transportasi akan semakin mempermudah pelayanan. Untuk itu, pembahasan tentang metode pembayaran tersebut masih dilakukan.
Lebih lanjut, Roppiq menjelaskan, pembahasan pembayaran yang terintegrasi antarmoda transportasi tengah dilakukan di wilayah Jakarta. Menurut rencana, pembayaran bakal terintegrasi untuk moda transportasi MRT, KRL, dan Trans Jakarta. Pihaknya tak menutup kemungkinan kelak model serupa bisa diterapkan pula di Kota Surakarta.
”Kami sedang berproses melakukan integrasi ticketing. KRL nantinya bisa jadi kartu transportasi di Jakarta. Bisa dipakai di MRT, KRL, dan Trans Jakarta. Di Surakarta juga bisa dilakukan selama sistem yang dibangun BST dan PT KCI ada kesamaannya,” kata Roppiq.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi publik, mengatakan, aksesibilitas antarmoda transportasi di Kota Surakarta cukup baik. Namun, keterhubungan satu moda transportasi dengan yang lain saja tidak cukup. Perlu ada inovasi tambahan untuk menyatukan metode pembayaran antarmoda yang ada.
”Integrasi dalam bertransportasi ada tiga hal penting, yaitu fisik, penjadwalan, dan pembayaran. Fisiknya sudah terwujud. Penjadwalan sudah ada. Ini tinggal pembayarannya. Saya kira, kalau KRL di Surakarta-Yogyakarta, Trans Jogja, BST, ini sumber keuangannya satu. Hanya beda direktorat saja. Ini lebih mudah untuk diwujudkan (integrasinya),” kata Djoko.