Penanganan Kasus Hukum Jubir KNPB Sesuai HAM, Warga Jangan Terprovokasi
Kejati Papua mengimbau masyarakat tidak terprovokasi unjuk rasa menuntut pembebasan Jubir Komite Nasional Papua Barat Viktor Yeimo. Penanganan kasus hukum Viktor dijamin sesuai prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Papua memastikan penanganan kasus hukum juru bicara Komite Nasional Papua Barat, Viktor Yeimo, tersangka kasus makar dan penghasutan yang memicu kerusuhan di Kota Jayapura pada 2019, sudah memenuhi hak-hak asasi manusia. Warga diminta tidak terprovokasi ajakan pembebasan Viktor melalui unjuk rasa seperti terjadi pada Senin (16/8/2021).
Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo dalam jumpa pers secara virtual di Jayapura pada Senin (16/8/2021). Nikolaus meminta masyarakat, khususnya mahasiswa, tidak terpengaruh provokasi oknum-oknum tertentu terkait kasus Viktor. Ia memastikan penanganan kasus Viktor telah memenuhi unsur dan aspek hak-hak asasi manusia. Seluruh berkas perkara Viktor telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura.
Polresta Jayapura membubarkan unjuk rasa simpatisan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Distrik (kecamatan) Abepura dan Distrik Heram pada Senin (16/8/2021) siang. Jumlah massa yang mengikuti aksi sekitar 100 orang. Salah satu tuntutan massa adalah agar Viktor dibebaskan.
Unjuk rasa di dua lokasi tersebut terjadi pada pukul 08.00 WIT. Aparat kepolisian membubarkan aksi ratusan massa sekitar pukul 10.00 WIT karena tidak mengantongi surat izin. ”Kami membubarkan aksi unjuk rasa karena melanggar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4. Tidak boleh melaksanakan aksi unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19,” kata Kapolresta Jayapura Komisaris Besar Gustav R Urbinas.
Tim Satuan Tugas Nemangkawi menangkap Viktor pada 9 Mei 2021. Viktor masuk dalam daftar pencarian orang terkait kasus kerusuhan di Jayapura pada 29 Agustus 2019. ”Penanganan kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura. Kami memenuhi semua hak tersangka seperti dapat dikunjungi dan mendapatkan pelayanan kesehatan,” kata Nikolaus.
Viktor dijerat dengan sejumlah pasal, antara lain, Pasal 106 juncto Pasal 87 KUHP tentang Perbuatan Makar, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, serta Pasal 15 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Menyebarkan Informasi yang Tidak Pasti atau Berkelebihan Sehingga Menimbulkan Keonaran di Tengah Masyarakat.
Sebelumnya, Gustaf Kawer, kuasa hukum Viktor dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM Papua, meminta penanganan perkara Viktor ditunda karena alasan kemanusiaan. Sebab, kondisi kesehatan Viktor semakin memburuk.
Ia berpendapat, seharusnya Viktor mendapatkan izin pembantaran dari pihak Kejati Papua. Tujuannya agar Viktor sebelum menjalani persidangan terlebih dahulu menjalani perawatan di rumah sakit hingga sembuh.
”Saya mengunjungi Viktor di Rutan Brimob Polda Papua pada Senin kemarin. Dia mengalami rasa nyeri di dada, batuk berdahak disertai darah, dan berat badannya terus menurun,” ungkap Gustaf.
Meski demikian, menurut Nikolaus, dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa penyakit paru-paru basah dan maag yang diderita Viktor bukan karena dirinya ditahan di Rutan Markas Brimob Polda Papua. Paru-paru basah dan maag merupakan penyakit bawaan yang sudah lama diderita Viktor.
”Hingga saat ini, Viktor masih ditahan di Rutan Brimob Polda Papua. Pemindahan Viktor masih menunggu penetapan tahanan dan jadwal persidangan oleh hakim PN Jayapura,” tuturnya.
Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa penyakit paru-paru basah dan maag yang diderita Viktor bukan karena dirinya ditahan di Rutan Markas Brimob Polda Papua. (Nikolaus Kondomo)
Saat kerusuhan di Jayapura meletus pada 2019, Viktor menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Saat ini, dia menjabat sebagai juru bicara internasional bagi organisasi tersebut. Dalam kerusuhan ini, empat warga meninggal. Adapun dua anggota kepolisian terluka parah dan seorang anggota TNI meninggal.
Kerusuhan juga menyebabkan sejumlah kendaraan bermotor, bangunan, serta fasilitas publik dirusak dan dibakar massa. Saat itu,31 kantor, 15 ruko, 24 kios, 33 sepeda motor, 36 mobil, dan 7 pos polisi rusak.
Terkait situasi wilayah, Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano berharap tidak ada aksi unjuk rasa menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional XX dan di tengah pandemi Covid-19. Kota Jayapura termasuk empat daerah di Provinsi Papua yang menjadi tempat pelaksanaan ajang PON.
”Aksi unjuk rasa dapat menyebabkan situasi keamanan di Kota Jayapura tidak kondusif. Akibatnya, banyak atlet yang tidak berani berpartisipasi dalam PON di Papua,” kata Benhur.