Pasien yang menjalani isolasi mandiri membutuhkan bantuan dan kepedulian. Wujud bantuan yang diharapkan bukan sekedar bantuan pangan. Beragam bantuan dari solidaritas kemanusiaan menjadi daya yang menguatkan penyintas.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Bagi sebagian penyintas Covid-19, menjalani isolasi mandiri bukanlah perkara mudah. Tidak sekadar kebutuhan pangan, mereka juga punya beragam kebutuhan lain yang mesti dipenuhi. Menjawab persoalan itu, sejumlah sukarelawan kemanusiaan di Magelang, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Isoman Iso hadir mengulurkan tangan.
Di rumah M Nasir Heri di Desa Bulurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, empat sukarelawan sibuk membungkus paket bantuan bagi pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri (isoman), Senin (2/8/2021) sore. Ada paket bantuan bahan pangan, seperti beras dan minyak goreng, yang dibagikan merata, tetapi ada pula barang yang khusus dipesan oleh penyintas. Selesai dibungkus, paket bantuan diantar oleh sukarelawan ke rumah penyintas atau lewat kurir ojek daring.
Rumah Nasir dijadikan sebagai Sekretariat Isoman Iso. Beragam aktivitas dilakukan, sementara si empunya rumah, yang juga Sekretaris Desa Bulurejo itu, justru tidak ada di tempat.
”Kami sibuk di sini, sementara Pak Nasir sibuk mengantar paket bantuan ke pelosok desa di Kecamatan Kajoran,” kata Fida Nastiti, salah seorang sukarelawan.
Isoman Iso merupakan wadah sukarelawan pendamping pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing di wilayah Kota dan Kabupaten Magelang. Isoman Iso terbentuk dari jaringan tiga komunitas kemanusiaan, yakni Jawilan Kemanusiaan, Berbagi Nasi Magelang, dan Jamaah Kopdariyah. Istilah iso diambil dari bahasa Jawa yang berarti ’bisa’. Sebanyak 39 sukarelawan tergabung dalam wadah ini.
Jaringan Isoman Iso dibentuk saat kasus Covid-19 kembali melonjak, Juli 2021. Saat itu, ruang perawatan Covid-19 di rumah sakit rata-rata penuh sehingga banyak pasien yang tidak tertampung dan harus menjalani isoman di rumah. Sementara sebagian besar perangkat desa atau kelurahan yang menjadi ujung tombak untuk memantau pasien yang menjalani isoman tidak siap menghadapi lonjakan kasus.
Untuk menjaring pasien yang membutuhkan bantuan, sukarelawan menyebarkan formulir permintaan bantuan via Google Form. Informasi mengenai gerakan ini disebarkan lewat media sosial.
Setiap data dan permintaan yang masuk diseleksi. Pasien yang dianggap layak untuk menerima bantuan di antaranya warga yang belum tersentuh bantuan, yang kehilangan pekerjaan selama menjalani isoman, dan mereka yang berada pada kondisi khusus, seperti ibu hamil, janda, warga lanjut usia, atau anak-anak. Selanjutnya, pengadaan barang kebutuhan pasien dilakukan memakai uang pribadi sukarelawan serta donatur, seperti Paguyuban Masyarakat Tionghoa Magelang Indonesia.
”Satu hari kami bisa menerima permintaan yang bervariasi, mulai dari meminta tisu, pakan bebek untuk ternak pasien, tabung oksigen, hingga kateter berikut perawat untuk memasangkannya,” kata Adhang Legowo, koordinator jaringan Isoman Iso, Sabtu (14/8).
Konsultasi
Selain diberi bantuan barang, pasien juga didampingi, antara lain dengan memasukkan mereka dalam satu grup Whatsapp. Grup percakapan ini kemudian menjadi sarana komunikasi dan konsultasi pasien dengan sukarelawan. Hingga kini ada 215 keluarga yang didampingi sukarelawan Isoman Iso.
Satu hari kami bisa menerima permintaan yang bervariasi, mulai dari meminta tisu, pakan bebek untuk ternak pasien, tabung oksigen, hingga kateter berikut perawat untuk memasangkannya. (Adhang Legowo)
Pasien juga bisa berkonsultasi masalah kesehatan kepada sukarelawan yang berprofesi sebagai dokter dan perawat.
Dokter Guntur Heri Putranto, salah seorang sukarelawan, mengatakan, dirinya tak jarang harus melayani pertanyaan para pasien yang disampaikan dalam percakapan pribadi.
”Terkadang pasien hanya menanyakan hal-hal ringan, seperti makanan yang harus dikonsumsi atau dihindari. Namun, ada juga yang panik menanyakan perihal saturasi oksigen dalam darah,” ujarnya.
Selama menjalani isoman, ada pula pasien yang membutuhkan pendampingan psikologi. Ini karena bagi sebagian orang, terinfeksi Covid-19 membuat hidup menjadi tidak mudah dijalani.
Fida menuturkan, seorang pasien yang didampingi merasakan kenyataan pahit dipecat setelah terkonfirmasi positif Covid-19. Sempat bersikeras di rumah karena enggan meninggalkan istri dan anaknya yang masih balita, pasien tersebut baru menyerah dibawa ke rumah sakit setelah mengalami sesak napas. Alih-alih berangsur sehat, si pasien justru mengalami depresi dan terus-menerus memikirkan istri dan anaknya di rumah.
”Selama di rumah sakit, dia sering menelepon saya. Tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menangis,” kata Fida yang juga menjabat sebagai koordinator Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Jawa Tengah ini.
Dari banyak perawat yang menjadi rekannya, Fida mengatakan, dirinya juga banyak menerima informasi tentang kasus-kasus pasien depresi lain dengan berbagai latar belakang masalah.
Menurut Adhang, bisa dipahami jika pasien Covid-19 memiliki sejumlah masalah dan kebutuhan yang muncul belakangan, terutama saat menjalani isoman. Oleh karena itu, perlu ada perhatian lebih kepada pasien yang menjalani isoman.
”Aneka kebutuhan yang muncul mendadak itu sangat bisa dipahami karena tidak pernah ada pelatihan isolasi dan tidak ada seorang pun siap untuk menjalani isoman,” ujarnya.
Gerakan sosial sukarelawan Isoman Iso lewat pemenuhan kebutuhan pasien isoman menjadi bagian dari upaya mendukung kesembuhan. Mereka sadar, pasien isoman membutuhkan kepedulian, bukan sekadar bantuan pangan. Solidaritas kemanusiaan dari sukarelawan itu pun menjadi daya yang sangat berarti untuk menguatkan penyintas.