Lanting atau rumah terapung di sungai-sungai di Banjarmasin menjadi saksi kehidupan dan peradaban sungai di Kalimantan Selatan. Sayangnya, keberadaan lanting kian tergerus perkembangan zaman.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Rumah lanting merupakan bagian dari budaya sungai masyarakat di Kota Banjarmasin. Namun, jumlahnya kini bisa dihitung dengan jari. Sebagai upaya pelestariannya, Pemerintah Kota Banjarmasin baru-baru ini membangun dua rumah lanting dengan corak kekinian.
Dua rumah lanting atau rumah terapung di atas air itu berada di Sungai Martapura. Rumah yang pertama dinamakan Galeri Terapung. Letaknya di Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara. Galeri Terapung itu ditambat di Dermaga Sungai Jingah, persis di belakang Musala Al Muttaqin.
Beberapa anak terlihat bermain di rumah lanting Galeri Terapung, Kamis (12/8/2021). Mereka mondar-mandir mengelilingi lanting berukuran 7 x 7 meter itu. Di atas lanting itu terdapat bangunan berbentuk caping atau tanggui. Bangunan berdiameter 6 meter itu hanya didinding sebagian sehingga anak-anak bisa masuk dan keluar dengan bebas.
”Kami biasa mandi di sini. Melompat dari lanting ini, lalu berlomba berenang sampai ke tengah sungai,” kata anak-anak kelas 5 sekolah dasar itu.
Rumah lanting Galeri Terapung menjadi satu-satunya rumah lanting di Kelurahan Sungai Jingah. Di sekitarnya tidak ada lagi rumah lanting atau rumah terapung. Yang ada hanyalah rumah panggung milik warga dengan tiang yang menancap di tepian Sungai Martapura.
”Dulu, ada beberapa rumah lanting di sini. Tetapi sudah lama digusur. Jadi, anak-anak, cucu, dan cicit sudah tidak pernah lagi melihat rumah lanting orang bahari,” kata Mariah (63), warga Kelurahan Sungai Jingah yang memiliki 7 anak, 18 cucu, dan 1 cicit itu.
Mariah sendiri sudah tidak pernah tinggal di rumah lanting. Mereka membangun rumah panggung dengan posisi menghadap ke Sungai Martapura. ”Sejak ada rumah lanting baru, banyak yang datang ke sini kalau Sabtu atau Minggu,” ujarnya.
Eka (50), warga setempat, mengaku senang dengan adanya rumah lanting yang dibangun Pemkot Banjarmasin di Sungai Jingah. ”Sekarang, anak-anak di sini jadi tahu rumah lanting walaupun rumah lantingnya tidak seperti rumah lanting orang zaman dulu,” kata ibu yang memiliki 3 anak dan 1 cucu itu.
Selain di Kelurahan Sungai Jingah, rumah lanting satunya lagi berada di Kelurahan Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan. Rumah lanting Mantuil tepat berada di depan Masjid Jami Nur Ibadah. Lokasinya hanya sekitar 300 meter dari Kawasan Ekowisata Jembatan Antasan Bromo.
Subhani (43), warga Kelurahan Mantuil, mengatakan, rumah lanting Mantuil banyak dikunjungi pada akhir pekan. ”Meskipun rumahnya tidak dibuka karena masih masa pandemi, orang-orang tetap saja datang untuk berfoto,” kata bapak dua anak itu.
Subhani senang dengan adanya rumah lanting baru di daerah mereka. Selain menjadi tempat wisata, juga sebagai pengingat bahwa orang Banjar dulu pernah tinggal di rumah lanting. ”Dulu, ada dua rumah lanting di sini, tempat berjualan makanan khas banjar. Tetapi sudah lama dibongkar,” ujarnya.
Rumah lanting Mantuil berbeda dari rumah lanting Galeri Terapung. Ukuran lantingnya lebih besar, yakni 9 x 11 meter. Bangunan rumahnya juga lebih besar dengan model atap bubungan tinggi. Pintu rumahnya dikunci sehingga orang tidak bisa masuk ke dalam rumah.
Ikon budaya
Dua rumah lanting bercorak kekinian itu dibangun Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin pada 2020 dengan anggaran sekitar Rp 200 juta. Kedua bangunan terapung itu diresmikan Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina pada 21 Desember 2020.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin Ikhsan Alhaq mengatakan, rumah lanting yang tersisa di Banjarmasin saat ini tidak sampai 10 unit. Rumah lanting itu umumnya hanya digunakan sebagai toko kelontong terapung, sedangkan penghuninya sudah berumah di darat.
Pemkot Banjarmasin akhirnya mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar rumah lanting mendapatkan penetapan status. Pada 2019 lalu, Kemendikbud menetapkannya sebagai warisan budaya tak benda. ”Rumah lanting adalah salah satu ikon budaya Kota Banjarmasin,” ujarnya.
Syamsiar Seman dan Irhamna dalam buku Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan (2001) menyebutkan rumah lanting merupakan satu-satunya tipe rumah adat yang mengapung di atas air. Adapun ciri arsitekturnya adalah bentuk segi empat panjang, konstruksi atap berbentuk pelana; fondasi berupa pelampung batang kayu besar dan gelagar ulin sebagai penyokong lantai papan.
Dulu, ada beberapa rumah lanting di sini. Tetapi sudah lama digusur. Jadi, anak-anak, cucu, dan cicit sudah tidak pernah lagi melihat rumah lanting orang bahari
Selanjutnya, kayu lanan digunakan sebagai material dinding; ruang dalam terbagi dua, yaitu ruang keluarga dan kamar tidur; dapur gantung pada bagian belakang; sebagai penghubung lanting dan daratan digunakan titian; serta tali kawat besar digunakan sebagai tali pengikat.
Untuk pelestarian dan pengembangan rumah lanting, ujar Ikhsan, Pemkot Banjarmasin dan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bekerja sama membuat model rumah lanting kreasi yang menggabungkan seni arsitektur modern dengan kearifan lokal. ”Desain, fungsi, dan filosofinya disesuaikan dengan kondisi kekinian,” katanya.
Menurut Ikhsan, tujuan pembuatan model rumah lanting tersebut adalah untuk pelestarian, edukasi, pariwisata, kegiatan sosial, dan bisnis. ”Kami mempersilakan masyarakat atau pebisnis mengembangkannya untuk hunian, cottage terapung, warung, restoran, kafe, dan sebagainya,” ujarnya.
Dosen Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik ULM Ira Mentayani mengatakan, keberadaan rumah lanting harus dipertahankan dan dilestarikan. Lanting di Banjarmasin adalah salah satu komponen penting dari letak permukiman tepian sungai yang berfungsi sebagai hunian, dagang, dan kombinasi keduanya.
Strategi dan arahan kebijakan keberlanjutan lanting di Banjarmasin dapat disederhanakan dalam tiga kategori, yaitu lanting existing (lanting yang ada diperbaiki atau direnovasi), lanting vernakular (lanting dibangun baru dengan mempertahankan budaya dan kearifan lokal), dan lanting pengembangan baru.
”Rumah lanting di Sungai Jingah dan Mantuil merupakan kategori lanting vernakular. Prosesnya panjang. Kami riset dari 2009 dan baru mendapatkan sambutan dari pemerintah pada 2019. Ke depan, kami akan terus giring pemerintah untuk membangun rumah lanting,” kata Ira yang masuk dalam Tim Riset Desain Fakultas Teknik ULM itu.
Saat jejak rumah lanting milik warga mulai sulit ditemukan, rumah lanting yang kini tersisa di Banjarmasin menjadi pengobat rindu dan pengetahuan bagi generasi selanjutnya.