Kesaksian 5.400 Korban Konflik Aceh Rampung, Hak Reparasi Diberikan
Enam belas tahun perdamaian Aceh adalah sebuah pencapaian yang patut disyukuri. Perdamaian memberikan kesempatan bagi Aceh untuk terus berbenah dan membangun. Hak reparasi akan diberikan pada korban konflik Aceh.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 5.400 korban konflik di Provinsi Aceh telah menyampaikan kesaksian dan pernyataan terhadap kekerasan yang mereka alami selama periode 1976-2005. Para korban akan diberikan hak reparasi, seperti pemulihan kesehatan, psikologi, dan ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Ainal Mardiah, dalam diskusi ”16 Tahun Perdamaian Aceh, Apa Kabar MoU Helsinki”, Sabtu (15/8/2021). Diskusi itu digelar oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh. Pada 15 Agustus 2021, perdamaian Aceh telah berumur 16 tahun.
Ainal menuturkan, konflik Aceh berlangsung pada 1976-2005. Konflik Aceh dimulai sejak 1976 saat Hasan Tiro mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Gunung Halimon, Kabupaten Pidie.
Konflik di Aceh berakhir pada 15 Agustus 2005. Pemerintah RI dan GAM menandatangani perjanjian perdamaian di Helsinki, Finlandia. Salah satu poin naskah perdamaian adalah negara akan menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap korban konflik. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh dibentuk untuk memfasilitasi penyelesaian pelanggaran HAM tersebut.
Jumlah kesaksian yang kami ambil 5.400 orang. Kami akan menyusun rekomendasi reparasi mendesak untuk para korban. (Ainal Mardiah)
Para korban yang memberi kesaksian tersebar di 23 kabupaten di Aceh. Mereka mengalami penyiksaan, pelecehan seksual, dan penculikan. Ada juga ahli waris yang anggota keluarganya meninggal atau hilang diculik saat konflik. ”Kebutuhan mendesak bagi korban adalah pemulihan kesehatan, psikologis, dan pemberdayaan ekonomi,” ujar Ainal.
Ditemui secara terpisah, Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Fakrurrazi mengatakan, perdamaian Aceh harus terus dirawat dan program reintegrasi juga harus tetap dilakukan. Salah satunya dengan pemberdayaan korban konflik dan mantan kombatan GAM.
Pada 2021, BRA menyalurkan bantuan modal usaha dan pemberdayaan sosial untuk 400 korban konflik. Keterbatasan anggaran BRA menjadi penyebab minimnya jumlah korban yang bisa diberdayakan.
Adapun pada 2022, sebanyak 245 korban konflik akan diberikan hak reparasi. Pemprov Aceh telah menganggarkan dana Rp 2,45 miliar untuk para korban tersebut.
Peringatan Hari Perdamaian Aceh tahun ini digelar secara sederhana karena dalam keadaan pandemi Covid-19. Acara seremonial dilakukan pada Minggu 15 Agustus 2021 di Banda Aceh dengan membatasi peserta. Kegiatan berupa doa bersama dan pidato oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Fakrurrazi mengajak warga Aceh untuk merawat damai sehingga generasi mendatang dapat menikmati pembangunan.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Kontras Aceh Azharul Husna menuturkan, usia perdamaian Aceh yang telah 16 tahun merupakan sebuah pencapaian yang patut disyukuri. Perdamaian memberikan kesempatan bagi Aceh untuk terus berbenah dan membangun. Berkah perdamaian, Aceh memperoleh dana otonomi khusus.
Dalam konteks penyelesaian kasus kekerasan dan pemberdayaan korban, masih jauh dari harapan. Masih banyak korban yang hidup dalam kesulitan ekonomi, namun tidak tersentuh program pemerintah. (Azharul Husna)
Namun, dalam konteks penyelesaian kasus kekerasan dan pemberdayaan korban, Azharul menilai, masih jauh dari harapan. Dia menyebutkan, masih banyak korban yang hidup dalam kesulitan ekonomi, tetapi tidak tersentuh program pemerintah.
”Program untuk korban konflik sangat minim. Seharusnya data KKR jadi acuan untuk penyusunan program bagi korban,” ujar Azharul.