Mencari jejak bisnis keluarga Akidy di Kota Langsa bukan hal mudah. Akidy sudah 45 tahun meninggalkan kota kelahirannya itu. Sumber informasi yang mengetahui kehidupan Akidy pun sangat terbatas.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Mencari jejak bisnis keluarga Akidy di Kota Langsa, Aceh, bukan hal yang mudah. Akidy sudah sekitar 45 tahun meninggalkan kota kelahirannya itu. Jejak bisnisnya pun hanya terungkap dari beberapa orang yang mengenal anak sulungnya, Ahok, dan juga tetangga yang pernah bertemu Akidy.
Untuk bisa mengungkap jejak bisnis Akidy, Kompas melakukan penelusuran di Kota Langsa, Kamis hingga Sabtu (5-7/8/2021). Pencarian informasi dimulai dengan menghubungi Ketua Perhimpunan Komunitas Tionghoa Aceh (Yayasan Hakka) Kho Kie Siong alias Aki yang berada di Kota Banda Aceh, berjarak sekitar 450 kilometer dari Kota Langsa. Aki menyebut, orang yang kemungkinan bisa memberi informasi tentang Akidy adalah Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Langsa Samsu.
Namun, Aki tidak memberi nomor kontak Samsu. ”Tanya saja di Langsa. Semua orang Tionghoa di sana pasti kenal dengan beliau. Dengan situasi seperti sekarang (kasus Akidy yang semakin besar), mudah-mudahan dia masih mau ngomong,” kata Aki.
Aki menyebut Samsu membuka toko fotokopi di sekitar Jalan Teuku Umar. Jalan sepanjang kira-kira 3 kilometer itu pun ditelusuri. Setelah beberapa kali bolak-balik menelusuri jalan itu, hanya terlihat satu kios fotokopi kecil dan itu bukan milik Samsu.
Setelah mengamati satu per satu para pedagang di sepanjang jalan itu, awalnya tidak menemukan pedagang dari etnis Tionghoa. Sampai akhirnya, seorang pedagang toko mainan anak yang ditanya kemudian menunjukkan toko milik Samsu. ”Tokonya di sana. Namanya Bintang Kejora,” katanya sambil menunjuk sebuh toko yang berjarak sekitar 50 meter dari sana.
Tanya saja di Langsa. Semua orang Tionghoa di sana pasti kenal dengan beliau. Dengan situasi seperti sekarang, mudah-mudahan dia masih mau ngomong.
Samsu sedang sibuk melayani pelanggan sebagai kasir dengan dibantu dua pegawainya yang berjualan. Di sela-sela kesibukannya, Samsu bersedia diwawancara perihal Akidy.
”Saya berbincang jika pemberitaannya netral. Tolong beritakan dengan netral,” kata Samsu.
Samsu menyebut, ia sudah ditemui beberapa wartawan, tetapi sebagian besar dia tolak. Samsu pun memulai cerita dengan menyebut Akidy sudah pindah dari Langsa sekitar tahun 1976 dengan membawa semua anaknya, kecuali anak sulungnya, Ahok.
Menurut Samsu, Akidy punya lima anak, yakni Ahok, Pauluk, Aguan, Pau An, dan Heryanty. Samsu juga pernah satu kelas dengan cucu Akidy dari Pauluk sewaktu SD. ”Namanya Sumardi. Saya coba mencarinya, sampai sekarang belum bisa mengontaknya,” ujar Samsu.
Samsu pun menyebut, jejak Akidy yang tersisa di Langsa adalah pabrik rumahan limun di Jalan Nasional. Ia menulis peta jalan ke kawasan itu.
Jalan Nasional berjarak sekitar 2 kilometer dari Jalan Teuku Umar. Seorang warga di Jalan Nasional, Rini (45), pun menunjuk bekas pabrik rumahan Ahok.
”Ahok punya dua rumah berdempetan. Satu digunakan untuk pabrik rumahan limun dan satu lagi tempat tinggal,” kata Rini.
Ketika itu sudah mendekati waktu shalat Jumat. Orang-orang pun mulai bergegas. Semua warung dan toko di Kota Langsa tutup total. Rumah makan, kedai kopi, atau kafe juga semuanya tutup. Petugas satuan polisi pamong praja perempuan berkeliling kota. Dengan pengeras suara, mereka mengingatkan agar umat segera shalat Jumat.
Bertemu tetangga
Masih ada tetangga rumah Akidy di Jalan Nasional. Rumahnya berada persis di sebelah rumah Ahok. Saat diajak mengobrol di depan rumahnya, istrinya berulang kali mengingatkan agar suaminya tidak usah berbicara karena kemungkinan direkam. ”Tidak apa-apa. Saya hanya menyampaikan yang saya tahu saja,” katanya.
Tetangga Akidy tersebut pun menyebut bahwa ia masih sempat melihat Akidy tinggal di kampungnya itu saat ia masih kecil. Namun, ia lebih kenal dengan Ahok, anak sulung Akidy.
Narasumber sebelumnya belum ada yang bisa memastikan tempat tinggal Akidy di Langsa dan belum ada yang mengatakan pernah bertemu langsung dengan Akidy.
Pria berumur 52 tahun itu pun menyebut bahwa ia lebih kenal dengan Ahok. Sementara Akidy dekat dengan ayahnya. ”Ayah saya juga sudah meninggal. Dulu ayah saya sering bekerja dengan Akidy,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa Akidy pernah bekerja sebagai mandor pembukaan lahan PT Perkebunan Nusantara I di Aceh. Selain itu, Akidy juga pernah berkebun sayur di Langsa.
Akidy juga disebut pindah ke Sumsel sekitar tahun 1970. Setelah pindah, Akidy juga masih mengajak beberapa tetangganya di Langsa untuk bekerja bersamanya. ”Ayah saya juga diajak bekerja di pasar malam. Mereka berpindah-pindah di kota-kota di sepanjang Sumatera,” katanya.
Warga Jalan Nasional pun lebih banyak mengenal Ahok yang membuka pabrik rumahan limun. Minuman yang diberi merek Limun 68 itu dijual di Aceh. Ahok disebut meninggal sekitar tahun 2014.
Penelusuran jejak Akidy di Langsa dilanjutkan dengan mencari informasi dari masyarakat di kelenteng. Namun, tidak ada aktivitas sama sekali di kelenteng yang juga berada di Jalan Teuku Umar. Namun, dari penelusuran di sekitar kelenteng, ketemulah seorang pemilik toko emas Kontak bernama Ayung (76). Di awal bertemu, ia langsung menolak wawancara. ”Saya tidak tahu apa-apa tentang Akidy,” katanya.
Namun, setelah berbincang beberapa lama, ia pun mulai bercerita bahwa Akidy bukan orang dari golongan atas. ”Saya tidak terlalu mengingatnya. Namun, ketika 1970-an, kehidupan masyarakat Tionghoa di Langsa semuanya sederhana, termasuk Akidy,” katanya.
Ayung pun menyebut, hanya pemilik pabrik tripleks dan bubur kertas yang saat itu punya ekonomi yang bagus dari masyarakat Tionghoa di Langsa. ”Usahanya itu pun kongsi beberapa orang,” katanya.
Ayung pun menyebut, Akidy pindah ke Sumsel bukan karena sukses. ”Ia coba mencari keberuntungan baru agar bisa mendapat kehidupan yang lebih baik,” katanya.