Kejaksaan Tetapkan Tersangka Penyalahgunaan Subsidi Penerbangan di Waropen
Kejati Papua menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemkab Waropen untuk subsidi transportasi tahun 2017-2018. Total kerugian negara mencapai Rp 9,6 miliar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran subsidi transportasi penerbangan di Kabupaten Waropen berinisial DS. DS adalah pemilik jasa transportasi penerbangan dalam kasus korupsi senilai Rp 9,6 miliar itu.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo, di Jayapura, Jumat (13/8/2021), mengatakan, penyidik menetapkan DS sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan sembilan saksi. Para saksi berasal dari Pemkab Waropen dan sejumlah lembaga terkait.
Pemkab Waropen pada 2017 hingga 2018 menjalin kerja sama dengan DS untuk menyiapkan penerbangan helikopter dengan subsidi harga tiket bagi warga di daerah pedalaman. Daerah tujuan yang mendapatkan subsidi biaya penerbangan dalam program ini adalah Distrik (Kecamatan) Walani dan Distrik Kirihi.
Dari temuan penyidik Kejati Papua, ternyata penggunaan anggaran tidak sesuai peruntukkannya dan tidak ada pertanggungjawaban laporan penggunaan jasa transportasi pada 2017. Namun, anggaran untuk tahun 2018 tetap dicairkan bagi perusahaan DS.
”Ternyata masyarakat sama sekali tidak merasakan jasa transportasi ke Walani dan Kirihi. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan kerja sama antara DS dan Pemkab Waropen,” ungkap Nikolaus.
Ia menuturkan, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 9,6 miliar. DS telah mengembalikan seluruh uang tersebut saat menjalani pemeriksaan di Kejati Papua pada 19 Februari 2021.
”Kemungkinan ada tambahan tersangka dalam kasus ini. Kami akan memeriksa DS untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kabupaten Waropen untuk subsidi transportasi,” tutur Nikolaus.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua Alexander Sinuraya menambahkan, DS dijerat dengan sejumlah pasal, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
”Dalam Undang-undang Tipikor, pengembalian uang kerugian negara tidak menghentikan upaya penegakan hukum. Kami akan memproses hukum DS dalam kasus ini,” ujar Alexander.
Sementara itu, DS dalam pesan teks telepon seluler menyatakan, dirinya akan bersikap kooperatif dalam penanganan perkara ini. Ia menyatakan, penetapan status tersangka adalah hak prerogatif penyidik Kejati Papua.
Ia pun menegaskan tidak ada perbuatan korupsi, melainkan kelebihan pembayaran oleh Pemkab Waropen. Ia menyatakan telah mengembalikan semua uang yang menjadi temuan penyidik Kejati Papua.
Direktur Papua Anti-Corruption Investigation Anthon Raharusun berpendapat, aparat kejaksaan ataupun kepolisian harus serius dan tegas dalam penanganan kasus korupsi di tengah pandemi. ”Tidak boleh ada pembiaran kasus korupsi di tengah pandemi. Kasus ini terjadi di tengah kondisi negara harus mengeluarkan anggaran besar untuk penanganan Covid-19,” katanya.