Sebanyak 113 Warga Negara Timor Leste Dideportasi Lewat Motaain
Sebanyak 113 warga negara Timor Leste dideportasi dari Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur ke negara asal di Timor Leste melalui Pos Lintas Batas Negara di Motaain karena mengikuti pelatihan bela diri aliran PSHT.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 113 warga Timor Leste dideportasi melalui Pos Lintas Batas Negara di Motaain, Nusa Tenggara Timur, Selasa (10/8/2021). Tanpa dokumen keimigrasian, mereka datang mengikuti pelatihan bela diri di Atambua.
Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Timur Ajun Komisaris Besar Rishian Krisna Budhiaswanto di Kupang, Rabu (11/8), mengatakan, Timor Leste tidak mengizinkan kegiatan bela diri pencak silat dan sejenisnya. Hal itu membuat anak-anak muda itu datang ke Persaudaraan Setia Hati Terate di Atambua. Jarak Atambua-Dili sejauh 60 kilometer atau 5 km dari perbatasan Motaain-Batugade.
Kehadiran mereka ke Atambua diduga lewat ”jalur tikus”, baik darat atau laut sepanjang garis batas negara Timor Leste dengan Kabupaten Belu. Kelompok yang terdiri dari 105 lelaki dan delapan perempuan itu diketahui sudah menetap 2-30 hari di Atambua tanpa dokumen keimigrasian.
Kelompok ini diketahui aparat penegak hukum setelah ada laporan dari masyarakat Atambua. Disebutkan, ada warga Timor Leste di Fatubenao A dan SD Sikutren. ”Saat diperiksa, mereka tidak memiliki dokumen keimigrasian,” katanya.
Siprianus Berek (45) tokoh pemuda Atambua mengatakan, ”jalur tikus” di sepanjang perbatasan Belu-Timor Leste sering digunakan untuk aktivitas ilegal. Banyak barang-barang diseludupkan antarnegara, mulai dari sepeda motor, sapi, minyak tanah, bensin, hingga barang elektronik. Namun, ia mengakui, aktivitas ilegal itu kini tidak seramai dulu.
”Kita sekarang jarang mendengar penangkapan pelaku atau pengungkapan kasus penyelundupan barang-barang dari Indonesia ke Timor Leste melalui jalur tikus itu. Mungkin pengamanan di sepanjang garis batas sudah ketat atau bisa jadi aktivitas itu berkurang akibat pandemi,” kata Berek.
Ramainya jalur ini dipicu banyaknya warga antarkedua negara yang masih berkerabat. Banyak warga Belu, Malaka, hingga Timor Tengah Utara memiliki adat, budaya, dan tradisi yang sama dengan warga Timor Leste
Ramainya jalur ini dipicu banyaknya warga antarkedua negara yang masih berkerabat. Banyak warga Belu, Malaka, hingga Timor Tengah Utara memiliki adat, budaya, dan tradisi yang sama dengan warga Timor Leste.
Ia mencontohan, ada warga Timor Leste bernama Agustinho da Cruz (27), masuk ke Malaka secara ilegal, pekan lalu. Ia memiliki istri warga Malaka dan telah memiliki seorang anak. ”Agustinho nekat masuk secara ilegal dengan alasan ingin menjadi warga negara Indonesia, mengikuti istrinya,” kata Berek.