Kerentanan Ekonomi di Jabar Picu Kesenjangan Vaksinasi
Pandemi Covid-19 menyerang siapa saja tidak kenal masyarakat kota atau kampung. Oleh karena penanganan sama untuk semua harus dilakukan karena yang terserang rentan diambil nyawanya.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Tatang Mulyana Sinaga
·4 menit baca
Ketika daerah-daerah di Jawa Barat berlomba mengejar cakupan vaksinasi Covid-19, kabupaten berpenduduk miskin justru terseok-seok. Kekurangan tenaga kesehatan, akses, dan berita bohong menjadi penghambat. Ketimpangan tidak hanya ekonomi, tetapi juga vaksinasi.
Bulan lalu, Tini (33) dibuat heran saat ibu-ibu menuju Danau Setupatok, Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. ”Ternyata, ada informasi, bidan desa mau vaksin keliling. Makanya, ibu-ibu kabur,” kata warga Blok Karangdawa itu, Sabtu (7/8/2021).
Karangdawa berjarak 15 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon. Umumnya, warga bekerja sebagai pengupas sayuran, seperti cabai dan bawang. Mereka juga memproduksi cobek atau jadi buruh. Lahan pertanian di daerah itu dipadati perumahan.
Tini menuturkan, kabar vaksin keliling tersebut tidak benar. Begitu pun dengan isu vaksin berbahaya. Selain termakan hoaks di media sosial, sejumlah warga juga turut menyebarkan berita bohong. Misalnya, orang meninggal setelah divaksin.
”Dari 1.600 jiwa penduduk di sini, paling yang divaksin bisa dihitung jari,” ujar Tini yang juga belum sempat divaksin. Saat vaksinasi digelar di balai desa, ia sedang isolasi mandiri. Untungnya, anggota keluarga lainnya telah disuntik vaksin.
”Di sini, petugas biasa woro-woro kalau ada jadwal vaksin saja. Tapi, sosialisasi untuk apa vaksin masih kurang karena belum banyak yang tahu,” ujar Tini.
Di Desa Ranji Wetan, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, sebagian masyarakat belum ingin divaksin. ”Banyak yang ketakutan nanti sakit (setelah divaksin). Warga takut efek sampingnya,” kata Ade Sutani (45), warga setempat.
Menurut dia, aparat RT dan RW sudah mengingatkan warga agar diimunisasi. Lokasinya juga tidak jauh, yakni di balai desa. Namun, tetap saja yang datang sedikit. Puskesmas Kasokandel hingga Jumat (6/8/2021) baru memvaksin 1.163 orang atau 3,3 persen dari penduduk hampir 50.000 jiwa.
Kabupaten Cirebon dan Majalengka termasuk daerah yang cakupan vaksinasinya rendah di Jabar. Hingga awal Agustus, vaksinasi Covid-19 di Cirebon untuk dosis pertama dan kedua adalah 11,19 persen dan 6,03 persen dari target 1,7 juta warga.
Adapun cakupan vaksinasi dosis pertama dan kedua di Majalengka adalah 11,4 persen dan 4,96 persen dari sasaran sekitar 1 juta warga. Persentase vaksinasi di kedua daerah itu jauh di bawah rata-rata Jabar, yakni 16,7 persen dosis pertama dan 8,01 dosis kedua.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Sartono mengatakan, kendala vaksinasi adalah keterbatasan stok. ”Terakhir, tersisa 40 vial, enggak sampai 100 vial. Sekarang, ada tambahan 1.500 vial atau 15.000 dosis dari Polri,” katanya.
Sekretaris Dinkes Kabupaten Majalengka Agus Susanto juga menyoroti ketersediaan vaksin. ”Bukan kurang lagi, melainkan kurang banget. Dua pekan lalu tersisa hanya 62 vial (620 dosis). Tapi, sekarang sudah aman. Tempat penyimpanan vaksin kami cukup untuk 100.000-200.000 dosis,” katanya.
Agus mengakui masih ada beberapa warga yang menolak vaksin dengan berbagai alasan. Namun, pihaknya bekerja sama dengan ulama dan TNI/Polri untuk mengedukasi warga. ”Lokasi (jauh) tidak jadi masalah. Kami akan jemput bola,” katanya.
Daerah miskin
Berdasarkan data Pemprov Jabar, dengan kondisi tersebut, Cirebon dan Majalengka diprediksi menyelesaikan imunisasi masing-masing pada September 2023 dan Desember 2023. Bahkan, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya diperkirakan menuntaskan vaksinasi paling buncit pada Juli 2025 dan Maret 2027.
Capaian vaksinasi itu timpang dengan beberapa daerah, seperti Kota Cimahi dan Kota Bandung yang diprediksi selesai akhir tahun ini. Begitu pun dengan Kota Cirebon dan Kota Bogor yang ditargetkan memvaksin 70 persen penduduknya pada 2022.
Ketimpangan cakupan vaksinasi ini tidak jauh beda dengan kesenjangan ekonomi di antara daerah tersebut. Beberapa kabupaten yang vaksinasinya rendah merupakan daerah berpenduduk miskin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, angka kemiskinan di Kabupaten Cirebon mencapai 11,24 persen, Majalengka (11,43 persen), Cianjur (10,36 persen), dan Kabupaten Tasikmalaya (10,34 persen). Padahal, rata-rata angka kemiskinan di 27 daerah di Jabar adalah 7,88 persen.
Disparitas antardaerah itu antara lain tampak pada tenaga kesehatan. Di Majalengka yang berpenduduk 1,2 juta jiwa, misalnya, hanya memiliki 91 dokter dan 806 bidan pada 2020. Padahal, di Kota Cirebon dengan penduduk 340.000 jiwa punya 180 dokter umum dan 550 bidan.
Kondisi kian berat ketika nakes di Majalengka terpapar Covid-19. ”Pernah lebih dari 320 nakes dari puskesmas dan rumah sakit positif Covid-19. Ini juga termasuk kendala vaksinasi,” kata Agus.
Itu sebabnya Agus meminta masyarakat mendukung upaya perlindungan warga dengan vaksinsi. ”Ada ide Pak Bupati Majalengka agar 8.000 penerima sembako harus divaksinasi dulu. Kini, kami tetap mengedepankan cara persuasif,” ungkapnya.
Bansos itu hak warga. Pemerintah jangan menakut-nakuti warga untuk divaksin. (Firdaus Ferdiansyah)
Relawan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah menilai aturan penerima bantuan sosial harus divaksin merupakan wujud pemerintah tidak punya rencana besar tentang vaksinasi. ”Bansos itu hak warga. Pemerintah jangan menakut-nakuti warga untuk divaksin,” ujarnya.
Firdaus mendesak pemerintah memastikan distribusi vaksin merata dan aksesnya lebih mudah bagi masyarakat. Dua pekan terakhir, pihaknya kerap menerima laporan warga terkait daerah yang kehabisan vaksin.
Kendala vaksinasi lainnya adalah ketakutan warga. ”Ini menunjukkan edukasi tentang Covid-19 belum merata. Laporan yang kami terima, yang mengajak warga untuk tidak divaksin itu ya beberapa tokoh setempat. Bahkan, ada ketua RT/RW yang tidak mendata warga karena mereka enggak mau divaksin,” katanya.
Berbagai persoalan ini mendesak diselesaikan. Jangan sampai ketimpangan ekonomi diperparah dengan kesenjangan vaksin dan masyarakat miskin yang paling terdampak.