Bersiasat Maksimalkan Panas Bumi di Tengah Pandemi
Pandemi tak kunjung berakhir, PPKM terus berlanjut. Namun, bagi orang-orang yang bekerja di sektor energi geotermal Bumi Nyiur Melambai, pembatasan kegiatan bukanlah halangan untuk memaksimalkan kinerja.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 yang tak kunjung terlihat ujungnya berarti berlanjutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM, entah sampai kapan, termasuk di Sulawesi Utara. Namun, bagi orang-orang yang bekerja di sektor energi geotermal Bumi Nyiur Melambai, pembatasan kegiatan bukanlah halangan untuk memaksimalkan kinerja.
Setelah dua pekan berjalan, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey kembali memperpanjang PPKM di 15 kota kabupaten mulai Senin (2/8/2021) hingga Senin (16/8). Sebab, korona pun tak menjinak. Seminggu terakhir, jumlah kasus harian justru pecah rekor tiga kali, terakhir 708 kasus pada Sabtu (31/7/2021). Kasus aktif bahkan melonjak 129,4 persen.
Namun, hal itu nyaris tak ada pengaruhnya bagi pekerjaan Fisher Mengko (29). Operator Unit 1 dan 2 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong, Tomohon, yang dikelola PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) seperti dirinya tak mengenal istilah work from home.
”Sejak pandemi tidak ada perubahan sama sekali. Kami tetap masuk seperti biasa, tetapi harus pakai masker dan patuh protokol kesehatan. Beberapa rekan sempat kena Covid-19, tetapi untungnya saya belum pernah,” kata Fisher.
Sejak PPKM termutakhir dengan sistem level diberlakukan, badan usaha di sektor energi tetap boleh mewajibkan 100 persen karyawannya masuk kerja. Maka, 24 orang operator lapangan di Unit 1 dan 2 PLTP Lahendong dibagi ke dalam empat kelompok demi meminimalkan pertemuan fisik. Mereka bekerja bergantian selama 8 jam.
”Seminggu saya dapat dua sif pagi, dua sif siang, dan dua sif malam. Jadi tidak bosan. Ada kesempatan juga untuk kembalikan stamina setelah sif malam. Kalau begini, risiko tertular Covid-19 bisa berkurang. Kalau saya aman, keluarga di rumah juga,” kata Fisher yang telah tuntas divaksin dengan Sinovac pada tahap kedua vaksinasi.
Sementara petugas lapangan tetap masuk seluruhnya, 15 karyawan PT PLN di kantor PLTP Lahendong memberlakukan WFH 50 persen. ”Kami sempat berlakukan WFH penuh selama dua minggu setelah enam karyawan kena Covid-19. Tapi, kerja kami tidak terlalu terpengaruh karena untuk urusan administrasi, semua surat sudah bisa diakses online,” kata Rudi Hendar Rahadian, Manajer Unit Layanan PLTP Lahendong.
Melihat keadaan di Sulut saat ini, termasuk Tomohon yang berstatus zona oranye (risiko sedang) dan wajib memberlakukan PPLM level 3, Rizki Abi, analis kimia di PLTP Lahendong, tak mau ambil risiko. Ia khawatir akan keselamatan keluarganya. Akhirnya, ia putuskan memulangkan istri dan anaknya ke Bandung, Jawa Barat.
”Pegawai BUMN (badan usaha milik negara) dilarang pulang selama PPKM. Jadi sudah sejak jauh-jauh hari saya pulangkan istri dan anak saya. Saya sendiri sudah tidak pulang kampung cukup lama,” kata Rizki yang hanya bisa menabahkan diri menghadapi situasi pandemi saat ini yang serba membatasi.
Namun, di tengah beragam pembatasan karena pandemi, PT PLN yang mengelola Unit 1, 2, 3, dan 4 PLTP Lahendong justru berhasil memaksimalkan kinerjanya pembangkitnya. Untuk pertama kali sejak unit 1 dibangun pada 2001, PLTP dengan total daya terpasang 4 x 20 megawatt (MW) itu dapat menghasilkan listrik setara dengan kapasitasnya.
Rudi Hendar mengatakan, empat analis kimianya tak terus siaga dalam mengawasi kandungan uap yang memutar turbin generator empat pembangkit. ”Di Tomohon, panas bumi keluar bukan dalam bentuk uap kering, melainkan brine (fluida geotermal). Uap dari brine ini mengandung zat yang korosif sehingga merusak turbin,” katanya.
Pandemi memang memengaruhi distribusi listrik ke sistem Sulutgo sehingga kami pun terdampak. Tetapi, saat ekonomi membaik, kami sudah menyiapkan rencana investasi untuk eksplorasi panas bumi lebih jauh.
Selama pembatasan sosial akibat pula, kinerja pembangkit unit 3 yang selama ini hanya mampu menghasilkan 7-13 MW dimaksimalkan ke 20 MW. Kepala Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkit (UPDK) Minahasa PT PLN Andreas Arthur Napitupulu mengatakan, hal ini dilakukan dengan mengganti, memodifikasi, dan menambah peralatan dengan bahan yang lebih menunjang.
Menurut Andreas, hal ini krusial untuk dilakukan karena PLTP terbukti bisa mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pembangkit berbahan bakar fosil lainnya. Pada 2012, ketika PLTP belum beroperasi maksimal sekalipun, pemanfaatannya di sektor kelistrikan mampu mengurangi karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer hingga 67.527 ton.
Menurut Andreas, pandemi tak menghentikan langkah memaksimalkan energi baru terbarukan (EBT). Ini demi mencapai target kontribusi EBT nasional di bidang kelistrikan sebesar 47.500 MW pada 2035, dengan sumbangan PLTP sebesar 7.170 MW. ”Kami terus bekerja dan memelihara mesin dengan protokol kesehatan ketat,” katanya.
Sekitar 20 kilometer dari PLTP Lahendong, unit 5 dan 6 pembangkit bertenaga panas bumi 2 x 20 MW di Tompaso, Minahasa, yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy juga tak mengendur. Mansur Permana, pengawas tim operator di lapangan, mengatakan tidak ada gangguan berarti dalam kerja mereka selama PPKM berlangsung.
”Kami tetap jadi andalan untuk menjaga pasokan listrik. Sekali waktu pernah terjadi kerusakan mesin. Kami harus siap sedia memperbaiki agar mesin beroperasi penuh lagi. Untungnya tidak pernah sampai terjadi pemadaman karena masih ada pembangkit lain yang bisa menggantikan,” kata Mansur.
Johnly Sampul, salah satu operator di PLTP Lahendong Unit 5 dan 6, mengatakan, para karyawan terus bekerja seperti biasa. Sebagai bentuk kewaspadaan, mereka rutin mengikuti tes cepat antigen atau reaksi rantai polimerase (PCR). ”Sampai sekarang aman. Kami juga sudah vaksin,” ujarnya.
Selain mengoperasikan pembangkit unit 5 dan 6, PT PGE juga bertugas memasok 600 ton uap ke empat pembangkit milik PT PLN dari 21 sumur produksi panas bumi. General Manager Area Lahendong PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Chris Toffel Pelmelay mengatakan, ada 305 pekerja yang bertugas menjaga kelancaran aliran tersebut, termasuk 56 orang di garda terdepan.
”Mereka adalah operator yang bertanggung jawab pada produksi uap untuk listrik. Untuk mencegah mereka terkena Covid-19, kami bagi mereka menjadi empat sif, masing-masing bekerja 8 jam. Kalau ada yang kena Covid-19 di satu kelompok, kami maksimalkan kerja tiga tim dengan waktu kerja 14 jam, tentunya dengan kompensasi,” kata Chris.
Untuk memastikan para operator di lapangan bebas virus korona, tes cepat antigen dilaksanakan sepekan sekali. Para pekerja di kantor juga dites sekali dalam dua pekan. ”Sekali sebulan, keluarga mereka juga dites. Kami sangat waspada sehingga screening harus ketat,” katanya.
Saat ini, PT PGE sebenarnya bisa memasok uap panas bumi agar enam pembangkit berkapasitas total 120 MW. Namun, kini kebutuhan listrik di Sulut dan Gorontalo sedang rendah. Seluruh pembangkit listrik di sistem Sulutgo memiliki kapasitas terpasang 516,64 MW, tetapi beban puncak hanya 380-390 MW.
PLTP pun diminta hanya menyumbang 87 persen dari kapasitasnya, atau 105 MW. ”Pandemi memang memengaruhi distribusi listrik ke sistem Sulutgo sehingga kami pun terdampak. Tetapi, saat ekonomi membaik, kami sudah menyiapkan rencana investasi untuk eksplorasi panas bumi lebih jauh,” kata Chris.