Rencana Penertiban Bocor, Pelaku Pengolahan Emas Ilegal di Maluku Kabur
Operasi penggerebekan lokasi pengolahan emas ilegal di Maluku bocor. Polda Maluku selidiki dugaan keterlibatan oknum aparat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Aparat Kepolisian Sektor Waeapo menggerebek aktivitas pengolahan emas ilegal Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Selasa (3/8/2021) siang. Sebanyak 25 unit pengolahan emas dibongkar lalu dibakar. Namun, polisi tidak menangkap satu pun pelakunya. Rencana itu diduga bocor.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat yang dihubungi, Rabu (4/8/2021) pagi, menuturkan, operasi penertiban itu dipimpin oleh Kepala Polsek Waeapo Inspektur Dua Zainal didukung 30 personel polisi. Sejak Selasa pagi hingga petang, mereka menyisir Desa Wamsait.
Lokasi yang berada di pinggir Sungai Anahoni itu diduga menjadi tempat pengolahan emas. Tempat itu masih masuk dalam kawasan tambang liar Gunung Botak. Di sana terdapat dua metode pengolahan yang sama-sama menggunakan bahan berbahaya, yakni merkuri dan sianida.
Petambang mencampur merkuri ke dalam tong yang berisi material tambang. Tong itu diputar selama beberapa jam menggunakan mesin. Selanjutnya, hasil pecampuran dikeluarkan dari tong lalu disaring menggunakan kain parasut. Di antara material itu terdapat butiran mineral emas.
Sementara penggunaan sianida untuk pengolahan material dalam jumlah banyak. Material digelar terbuka di atas terpal kemudian disiram sianida, pupuk, dan bahan kimia lainnya. Setelah dibiarkan satu minggu, material dibongkar. Butiran emas mengendap di bawahnya.
Roem mengakui lokasi pengolahan itu belum pernah tersentuh. Beberapa hari sebelum penertiban, ada laporan masyarakat masuk ke polda yang menyebutkan bahwa lokasi itu sengaja dibiarkan. Penertiban dilakukan dengan cepat, tetapi tidak ada pelaku yang tertangkap. Para pelakunya kabur.
Pihaknya sedang menyelidiki kemungkinan oknum aparat yang terlibat membekingi. ”Kami sudah berkomitmen apabila ada oknum yang terlibat akan kami proses, bahkan ada beberapa anggota yang sudah kami pecat, beberapa perwira juga kami tarik,” kata Roem.
Seorang warga Wamsait yang enggan disebutkan namanya demi alasan keamanan mengatakan, ada oknum aparat yang terlibat di sana. Sebelum operasi berlangsung, para pengelola emas sudah diberi tahu agar meninggalkan lokasi itu. ”Informasi itu sudah bocor sejak Senin malam,” ujarnya saat dihubungi.
Menurut dia, setelah penertiban itu, sejumlah petambang dan pengelola tambang berencana kembali melakukan praktek ilegal itu. Mereka masih memiliki modal untuk menambang dan memobilisasi material ke tempat lain.
Sementara itu, peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Yuthinus T Male, mengatakan, warga di sepanjang Sungai Anahoni tidak lagi menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Air sudah keruh tercemar limbah tambang. Hasil penelitian Yusthinus yang diumumkan tahun 2015 menunjukkan kondisi lingkungan di sana sudah parah. Tambang emas ilegal itu beroperasi sejak 2011 atau sepuluh tahun silam.
Di sedimen sungai, ia menemukan kadar merkuri sudah sangat tinggi, yakni mencapai 9 miligram per 1 kilogram lumpur. Padahal, ambang batas merkuri pada sedimen tidak boleh lebih dari 1 mg per 1 kg lumpur. Sampel diambil dari sedimen di tujuh lokasi.
Ia juga meneliti konsentrasi merkuri pada udang, ikan, kerang-kerangan, dan kepiting yang diambil dari Teluk Kayeli, muara sungai yang sudah tercemar. Konsentrasi merkuri pada 30 persen sampel itu pun sudah melampaui batas atas standar nasional yang hanya 0,5 mg per 1 kg sampel.
Temuan pada udang lebih dari tiga kali lipat dibandingkan standar, ikan tujuh kali, kerang enam kali, dan kepiting dua kali. ”Sekarang pasti sudah semakin parah,” ujarnya.