Rekening Giro Kurang dari Rp 2 Triliun, Hibah Akidi Tio Tidak Bisa Dicairkan
Setelah dilakukan pengecekan di Bank Mandiri, uang yang ada di rekening giro Heryanty ternyata tidak cukup dengan nilai yang tertera dalam bilyet giro yang diberikan oleh Heryanty sepekan lalu senilai Rp 2 triliun.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Saldo yang ada pada rekening giro anak bungsu Akidi Tio, Heryanty (sebelumnya ditulis Heriyanti), kurang dari jumlah donasi Rp 2 triliun seperti yang dijanjikan. Akibatnya, bilyet giro yang diserahkan ke Polda Sumsel pekan lalu tidak bisa dicairkan. Sejauh ini belum diketahui saldo yang ada dalam rekening itu karena itu merupakan rahasia perbankan.
”Setelah dilakukan pengecekan di Bank Mandiri, uang yang ada di rekening giro Heryanty ternyata tidak cukup dengan nilai yang tertera dalam bilyet giro yang diberikan oleh Heryanty sepekan lalu," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Supriadi, Selasa (3/8/2021), di Palembang.
Dalam bilyet giro tersebut, Heryanty menuliskan jumlah nominal sebesar Rp 2 triliun sesuai dengan nilai donasi yang dijanjikan untuk penanganan Covid-19 di Sumsel. Adapun penerimanya adalah Heni Kresnowati yang merupakan Kepala Bidang Keuangan Polda Sumsel.
Pemindahan dana tersebut dilakukan pada 2 Agustus 2021. ”Namun setelah tenggat waktu yang dibutukan, jumlah saldo yang ada tidak mencukupi. Karena itulah, saldo tersebut dikembalikan lagi kepada para pemberi dana,” ucap Supriadi.
Namun, Supriadi tidak bisa memberikan informasi berapa saldo rekening Heryanty yang ada saat ini karena itu merupakan rahasia perbankan. Kepolisian masih melayangkan surat kepada Bank Indonesia untuk mendapat izin mengetahui hal itu.
Karena itu, ucap Supriadi, status Heryanty saat ini masih sebagai saksi. Belum ada bukti kuat yang mengarahkan pada tindak pidana. Namun, pihaknya masih mengumpulan bukti, termasuk keterangan sejumlah saksi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Komisaris Besar Hisar Siallagan mengatakan, pihaknya telah memanggil lima saksi untuk memeriksa kasus ini, termasuk di antaranya dokter keluarga Hardi Darmawan. Pihaknya, Selasa ini, juga masih meminta keterangan lanjutan kepada Heryanty, tetapi Heryanty dalam kondisi sakit. Pihaknya akan menerjunkan dokter kepolisian untuk memeriksa kondisi Heryanty yang sesungguhnya.
Belum ada bukti kuat yang mengarahkan pada tindak pidana.
Hisar menambahkan, kepolisian juga telah melayangkan surat kepada Bank Indonesia untuk terkait izin penggalian informasi keuangan terkait dengan kasus ini. ”Kami juga meminta keterangan dari para ahli di bidang ini,” katanya.
Pantauan Kompas di rumah Heryanty, sebuah ambulans dari Dinas Kesehatan Sumsel dan sejumlah tenaga kesehatan dikerahkan untuk memeriksa kondisi Heryanty. Bahkan, petugas juga menyiapkan tabung oksigen karena berdasarkan kabar yang beredar, Heryanty mengalami sesak napas.
Kasus lain
Hisar mengakui, sebelumnya Heryanty sempat tersandung kasus di Polda Metro Jaya, tetapi kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah ini. ”Hanya saja, jika ada yang dirugikan karena perbuatan Heryanti, kami masih menerima laporan,” ucap Hisar.
Sebelumnya, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional VII Sumatera Bagian Selatan Untung Nugroho agak menyangsikan mengapa uang sebesar itu disumbangkan melalui bilyet giro. ”Bilyet giro itu biasanya digunakan untuk nominal yang lebih kecil,” ucapnya.
Bilyet giro itu biasanya digunakan untuk nominal yang lebih kecil.
Biasanya, ujar Untung, instrument bilyet giro bisa dicairkan kapan pun sesuai dengan permintaan pemilik giro. ”Kalaupun ternyata tidak ada uangnya, ya, bisa diisi dulu keesokan harinya. Kalau gironya langsung diisi (uang), pasti bisa cair,” kata Untung.
Menurut dia, instrumen pembayaran yang cocok adalah RTGS (real time gross settlement) yang bisa digunakan untuk nominal dana yang lebih besar. ”Kalau dananya ada di Indonesia, sehari juga bisa dicairkan. Masalahnya, dana itu ada atau tidak,” ujar Untung.
Menurut pengamat hukum pidana sekaligus Rektor Universitas Taman Siswa Palembang Azwar Agus, pemberian hibah itu belum bisa dikatakan kasus penipuan karena belum ada bukti yang mengarah ke sana. ”Karena bilyet giro merupakan instrumen simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu,” ucapnya.
Tekecuali jika dalam waktu yang ditentukan, pemberi hibah belum bisa memenuhi janjinya kasus ini bisa masuk ke ranah pidana, yakni pasal penipuan. Namun, hal itu harus diperkuat dengan minimal dua alat bukti. ”Karena penetapan tersangka adalah kewenangan penyidik,” ucapnya.
Kalaupun memang ada dana dari negara lain, ujar Azwar, penyidik juga harus memastikan apakah ada dana tersebut ada atau tidak.”Saya yakin penyidik juga tidak mau gegabah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka,” ucapnya.
Di sisi lain, penyidik juga bisa mengambil dari sisi keresahan atau kegaduhan yang muncul di masyarakat setelah acara pemberian hibah tersebut, tentu penyidik bisa mengambil pasal tentang pembohongan kepada publik. Namun, penyidik juga bisa melihat dari niat apa yang ada di balik pemberian hibah ini.
Kasus sumbangan Akidi Tio menjadi perhatian publik karena jumlahnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sumbangan itu secara simbolis diserahkan kepada Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri, disaksikan tokoh masyarakat di Sumsel, termasuk Gubernur Sumsel Herman Deru, Senin, (26/7/2021) lalu.