Kunjungan Warga ke Pasar-pasar di Magelang Turun, Perdagangan Daring Tidak Mulus
Selama PPKM darurat, jumlah pengunjung Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, berkurang lebih dari 60 persen. Hal ini memicu penurunan omzet pedagang berkisar 30-40 persen.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Tingkat kunjungan masyarakat ke pasar-pasar di Kota Magelang, Jawa Tengah, turun selama masa pandemi Covid-19. Usaha pemerintah daerah mengajak pedagang beralih pada pola perdagangan dalam jaringan tidak berjalan mulus.
Di Pasar Rejowinangun, misalnya, kunjungan merosot dibandingkan waktu sebelumnya. Selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, penurunan mencapai 60 persen.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pasar Rejowinangun Agus Yudi Setyanto, Senin (2/8/2021), mengatakan, jumlah pengunjung pasar, sesuai dengan kapasitas, bisa mencapai 6.000 orang per hari pada masa normal. Kini, jumlah pengunjung kurang dari 2.500 orang per hari.
Agus mengatakan, penurunan jumlah pengunjung memang sudah terjadi sejak awal pandemi Maret 2020. Namun, jika tahun lalu persentase kunjungan masih bisa bertahan 70 persen dari normal, tahun ini persentasenya turun bertahap. ”Mungkin masyarakat saat ini lebih berhemat sehingga tidak terlalu sering berbelanja di pasar,” ujarnya.
Anjloknya kunjungan pada akhirnya juga berdampak pada penurunan pendapatan pedagang. Lebih dari 1.000 pedagang di Pasar Rejowinangun kini tidak lagi berjualan di pasar. ”Sebagian pedagang memilih libur berdagang dan sebagian di antaranya mengaku sudah kehabisan modal sehingga berniat menjual kios,” ujarnya.
Total jumlah pedagang di Pasar Rejowinangun lebih kurang 3.500 orang. Kesulitan ekonomi akibat penurunan omzet tersebut banyak dikeluhkan sebagian besar pedagang yang menjual barang nonbahan pokok, seperti pedagang baju dan sepatu.
Kepala Bidang Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Magelang Harry Soeprijadi mengatakan, jika tingkat kunjungan di Pasar Rejowinangun mencapai sekitar 60 persen, penurunan jumlah pengunjung di empat pasar lain berkisar 30-40 persen. Pasar-pasar itu adalah Pasar Gotong Royong, Cacaban, Sidomukti, dan Kebonpolo.
Kondisi itu memicu penurunan omzet pedagang. Di Pasar Rejowinangun, penurunan omzet tiap pedagang mencapai 22,14 persen per hari, dari sebelumnya Rp 513.761 menjadi sekitar Rp 400.000. Hal serupa terjadi di Pasar Sidomukti (21,42 persen), Pasar Gotong Royong (11,24 persen), Pasar Kebonpolo (40 persen) dan Pasar Cacaban (40,50 persen).
Sejak awal pandemi tahun 2020, Harry mengatakan, tren berkunjung dan berbelanja ke pasar cenderung turun. Diduga demi terhindar dari risiko penularan Covid-19, warga memilih berbelanja di warung yang tidak terlalu ramai pengunjung.
Harry sempat menawarkan solusi agar pedagang bisa berjualan daring melalui aplikasi milik Pemerintah Kota Magelang. Namun, aktivitas berdagang secara daring tersebut tidak berjalan. Alasannya, banyak pedagang masih gagap teknologi.
”Banyak pedagang yang sudah berusia lanjut biasanya merasa lebih nyaman untuk tetap menjalankan kebiasaan lama, bertransaksi dengan bertatap muka langsung dengan pembeli,” ujarnya.