Santosa Doellah, Pemilik Batik Danar Hadi, Berpulang
Dunia perbatikan tengah berduka. Santosa Doellah, pendiri Batik Danar Hadi, berpulang dalam usia 79 tahun, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (2/8/2021) malam, setelah berjuang melawan Covid-19.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Dunia batik berduka. Santosa Doellah, pendiri Batik Danar Hadi, berpulang dalam usia 79 tahun, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (2/8/2021) malam. Empu batik ini beristirahat untuk selamanya setelah berjuang melawan Covid-19.
Santosa mengembuskan napas terakhirnya pukul 18.09 di Rumah Sakit Umum Indriyati Solo Baru, tempat ia dirawat setelah terpapar Covid-19 sekitar dua pekan sebelumnya. Menurut rencana, jenazah Santosa akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Pracimoloyo, Sukoharjo, Selasa (3/8/2021). Almarhum meninggalkan tiga anak dan tujuh cucu.
”Kemarin sempat pulang ke rumah, tetapi kondisinya menurun lagi. Lalu, dibawa ke rumah sakit lagi,” kata Achmad Poernomo, adik ipar Santosa, saat dihubungi, Senin malam.
Poernomo menyampaikan, Santosa harus menjalani perawatan intensif karena memiliki beberapa penyakit penyerta. Perawatan itu awalnya dijalani Santosa bersama istrinya. Namun, istrinya sudah lebih dahulu dinyatakan negatif Covid-19.
Poernomo mengungkapkan, sebelum terpapar Covid-19, Santosa sehat walafiat. Saat Idul Fitri lalu, misalnya, keluarga besar berkumpul bersama. Setelah itu, mereka masih sering berkomunikasi meski hanya lewat sambungan telepon seluler.
”Kami sering komunikasi lewat WA (Whatsapp). Terakhir, ya, kira-kira tiga minggu lalu. Pas pandemi ini, kan, komunikasi, ya, hanya lewat ponsel itu,” ujar Poernomo yang menjabat Wakil Wali Kota Surakarta periode 2013-2015 dan 2016-2021.
Poernomo mengenang Santosa sebagai sosok penting dalam industri batik di Indonesia. Almarhum tidak hanya mendirikan Batik Danar Hadi, tetapi juga membuat museum batik. Poernomo yakin banyak orang sangat kehilangan dengan kepergian Santosa yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial itu.
Mengutip Kompas pada 8 Maret 2012, Santosa mengenal batik sejak remaja. Kala itu, ia tinggal bersama kakeknya, RH Wongsodinomo, juragan batik. Proses produksi hingga pengelolaan usaha batik dipelajari Santosa dari sana.
Sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung, Santosa tidak lepas dari batik. Sembari menuntut ilmu, dia berdagang kain batik halus dari Surakarta.
Uang hasil berjualan ditabung dan dijadikan modal merintis usaha batik bersama istrinya, Danarsih Hadipriyono. Modal usahanya bertambah saat mendapat hadiah pernikahan dari kakek-neneknya, 29 pak kain mori yang menjadi 174 lembar kain batik.
Santosa mulai merintis usaha batik berskala industri rumah tangga pada tahun 1967. Waktu itu, tenaganya hanya 20 pebatik. Dua tahun setelahnya, usaha batik itu diberi label ”Danar Hadi”, yang diambil dari nama sang istri.
Bisnis itu berkembang pesat hingga melibatkan lebih kurang 1.000 pebatik. Mereka berasal dari Bayat, Klaten, Plupuh, Sragen, hingga Sukoharjo. ”Danar Hadi” juga membuka cabang hingga Pekalongan dan Cirebon pada 1975.
Awalnya, sebagian besar produksi batik terserap di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Lalu, ”Danar Hadi” membuka rumah-rumah batik yang dikelola sendiri, seperti di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Produk ”Danar Hadi” juga diekspor ke sejumlah negara.
Ragam pengembangan pun dilakukan Santosa. Batik yang awalnya hanya menggunakan canting dikembangkan menjadi cap dan printing. Harapannya, kebutuhan batik semua lapisan masyarakat dapat terpenuhi.
”Danar Hadi” juga bekerja sama dengan para perancang busana Tanah Air demi mengembangkan penggunaan batik. Dari sebatas kain panjang menjadi busana sehari-hari, siap pakai, pesta, bahkan material desain interior.
Santosa melebarkan sayap usahanya ke industri pertenunan, pemintalan benang, dan garmen. Pada 1981, ia mendirikan perusahaan tenun dan finishing PT Kusumahadi Santosa. Dia kemudian mendirikan perusahaan pemintalan benang katun PT Kusuma Putra Santosa, usaha garmen PT Kusuma Putri Santosa, dan furnitur Jawi Antik.
Melihat sehelai wastra batik layaknya menyaksikan orkestra. Kita dibawa pada kekaguman luar biasa terhadap keterampilan menggoreskan canting dan keahlian memadu warna. (Santosa Doellah)
Dalem Wuryaningratan yang dibelinya juga dipugar. Kemudian, Santosa mendirikan Museum Batik Kuno Danar Hadi di sebelah timur Dalem. Kompleks itu dilengkapi Soga Resto and Café, yang selanjutnya dinamai House of Danar Hadi dan menjadi salah satu alternatif tujuan wisata di Kota Surakarta hingga kini.
Semasa hidup, Santosa juga ingin banyak berbagi ilmu batik dengan generasi muda. Ia sanggup mengajar di ISI Surakarta selama beberapa kali dalam sebulan. Di bengkel batiknya, ia terus aktif mengajar para desainer di perusahaannya.
”Usaha yang saya rintis dan jalani selama ini tidak berorientasi keuntungan semata. Saya juga ingin berbagi dengan masyarakat,” kata Santosa.
Kiprahnya dalam dunia batik juga membuatnya diganjar gelar empu seni batik oleh ISI Surakarta pada 2012. Ia disebut telah menciptakan lebih dari 300 motif batik dan mendirikan Museum Batik Kuno Danar Hadi dengan koleksi lebih dari 10.000 lembar batik.
”Melihat sehelai wastra batik layaknya menyaksikan orkestra. Kita dibawa pada kekaguman luar biasa terhadap keterampilan menggoreskan canting dan keahlian memadu warna,” tutur Santosa.
Kini, Santosa telah berpulang. Jasanya terhadap perkembangan batik tulis di Indonesia begitu besar. Sosoknya tak akan pernah terlupakan. Selamat Jalan, Pak Santosa. Selamat beristirahat. Karyamu abadi….