Para Camat di Tegal yang Diduga Langgar Prokes Harus Rasakan Efek Jera
Kepolisian Resor Tegal, Jateng, akan memanggil sejumlah camat dan mendalami kasus dugaan pelanggaran prokes oleh sejumlah camat di Tegal. Sejumlah pihak ingin agar mereka diberi hukuman untuk menimbulkan efek jera.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Empat camat di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang diduga melanggar protokol kesehatan saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat, diperiksa polisi, Senin (2/8/2021). Sejumlah pihak mendorong para camat itu diberi sanksi hukum untuk menimbulkan efek jera.
Sebelumnya, di media sosial beredar video serta foto para camat di Kabupaten Tegal yang berfoto dan berkaraoke. Mereka tanpa masker dan tidak menjaga jarak. Belakangan, diketahui hal itu terjadi di Kantor Kecamatan Slawi, Sabtu (24/7/2021), atau hari ke-22 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
DA, warga Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, lantas melaporkan kasus ini ke Kepolisian Resor (Polres) Tegal, Kamis (29/7/2021). Polisi lantas memanggil setidaknya empat camat yang ada dalam kejadian itu.
Pada Senin sekitar pukul 09.00, Camat Bumijawa Susworo, Camat Lebaksiu Mochamad Dhomiri, Camat Tarub Sumiyati, dan Camat Slawi Wuryanto tiba di Markas Polres Tegal. Mereka langsung menuju ruang pemeriksaan Unit II Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal.
Setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang 2,5 jam, para camat keluar ruangan. Mereka enggan menjawab detail pertanyaan wartawan.
”Kami sudah menyampaikan keterangan dengan sejujur-jujurnya kepada penyidik. Silakan (bertanya) ke penyidik,” ujar Dhomiri, yang juga menjabat Ketua Paguyuban Camat Kabupaten Tegal, sambil berlalu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Ajun Komisaris I Dewa Gede Ditya Krishnanda juga tidak menjelaskan hasil pemeriksaan itu. Dia juga tidak memaparkan potensi ancaman sanksinya. Menurut dia, penyidik masih akan memanggil camat lain secara bertahap untuk mendapatkan gambaran utuh terkait peristiwa tersebut.
”Karena kejadiannya tidak tertangkap tangan petugas, kami perlu melalui sejumlah tahapan, seperti penyelidikan, pemeriksaan saksi, pengamatan di tempat kejadian, dan gelar perkara. Tujuannya, membuat terang perkara dan menentukan apakah perbuatan mereka masuk tindak pidana atau bukan,” ujar Dewa.
Sejumlah pihak menyayangkan peristiwa tersebut. Mereka menilai, camat seharusnya memberikan contoh baik untuk menekan penyebaran Covid-19. Apalagi, kini penerapan protokol kesehatan di masyarakat mulai mengendur.
”Pelanggaran protokol kesehatan seperti itu tidak layak dilakukan ketua satuan tugas Covid-19 di tingkat kecamatan. Kalau pemimpinnya saja tidak patuh, bagaimana masyarakat yang dipimpinnya akan patuh,” ucap Laksana (40), warga Kecamatan Tarub.
Sarwad (38), warga Kecamatan Slawi, berharap para camat yang melanggar diberi hukuman seperti halnya saat masyarakat melanggar protokol kesehatan. ”Saya saja didenda Rp 10.000 saat lupa tidak memakai masker, jangan sampai para pejabat tidak dapat hukuman apa-apa. Apalagi, pelanggarannya dilakukan waktu PPKM darurat, saat masyarakat diminta mematuhi aturan ketat,” katanya.
Dosen Kebijakan Publik Universitas Pancasakti, Tegal, Hamidah Abdurrachman, juga mendorong kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan para camat diproses secara hukum. Hal ini perlu dilakukan untuk menimbulkan efek jera. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
”Kalau cuma diberi sanksi administratif atau sanksi teguran tidak akan berefek apa-apa dan rawan ditiru pejabat lain. Kita perlu menjaga wibawa hukum agar aturan-aturan yang ada tidak disepelekan,” tutur Hamidah.
Menurut Hamidah, pada masa-masa seperti ini, para pejabat perlu memiliki kepekaan terhadap krisis. Pejabat tak boleh hanya sekadar meminta masyarakat mematuhi protokol kesehatan, tetapi harus bisa juga memberikan contoh.