Rekor Kasus Harian Covid-19 Sulut Pecah Tiga Kali dalam Seminggu
Jumlah kasus baru Covid-19 secara harian di Sulawesi Utara mencapai rekor baru pada akhir Juli 2021. Pada saat yang sama, terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan pandemi untuk keuntungan finansial pribadi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Jumlah kasus baru Covid-19 secara harian di Sulawesi Utara mencapai rekor baru pada akhir Juli 2021. Pada saat yang sama, kepolisian mengungkap pemalsuan hasil tes reaksi rantai polimerase, kejahatan yang dapat membahayakan masyarakat dan mempersulit penyelesaian pandemi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulut Steaven Dandel, Minggu (1/8/2021), mengatakan, Sulut mencatat rekor tertinggi kasus harian sepanjang pandemi Covid-19 pada Sabtu (31/7), yaitu 708 kasus. ”Pada Juli 2021, dalam rentang dua minggu kasus meningkat cepat. Setiap minggu ada rekor baru,” katanya.
Selama tujuh hari terakhir Juli 2021, rekor kasus harian Covid-19 pecah tiga kali, dimulai dari 502 kasus pada Minggu (25/7). Sebanyak 566 kasus terkonfirmasi pada Kamis (29/7) sebelum memuncak di 708. Total kasus terdeteksi selama pekan itu mencapai 3.217, meningkat 83 persen dari total kasus selama 11-17 Juli.
Jumlah kasus aktif pun meningkat secara drastis, yaitu 129,4 persen dalam rentang dua pekan dari 2.367 pada 15 Juli menjadi 5.431 kini. Hal ini berpengaruh pada tingkat keterisian 50 rumah sakit (RS) yang telah mencapai 75,14 persen untuk ruang isolasi biasa dan 40,26 persen di ruang isolasi perawatan intensif (ICU).
Steaven mengatakan, angka-angka yang cenderung fantastis ini diumumkan untuk memberikan peringatan serta meningkatkan kewaspadaan warga, bukan untuk menakut-nakuti dan membatasi kebebasan warga. Lagi-lagi, ia menyebut kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan sebagai pelindung utama dari Covid-19.
”(Kalau sudah kena) baru telepon hotline satuan tugas untuk minta tolong supaya dapat akses ke RS. Padahal, kondisi saat ini mewajibkan kita tetap ketat menaati protokol kesehatan. Ini termasuk menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama,” kata Steaven.
Pada saat yang sama, pemerintah akan meningkatkan tes, pelacakan, dan perawatan (3T). Steaven mengimbau masyarakat yang merasa berkontak erat dengan pasien Covid-19 untuk mengarantina diri sambil menunggu hasil tes reaksi rantai polimerase (PCR) atau tes cepat antigen. Kesempatan tes gratis telah dibuka oleh pemerintah, Senin-Jumat pagi.
(Kalau sudah kena) baru telepon hotline satuan tugas untuk minta tolong supaya dapat akses ke RS.
”Tes ini khusus untuk tracing (pelacakan), bukan untuk pelaku perjalanan. Pemerintah sejatinya memang tidak boleh memberi kemudahan bagi pelaku perjalanan sehingga warga yang mau ke luar daerah bisa tes PCR di laboratorium swasta,” katanya.
Surat palsu
Kendati begitu, berbagai regulasi serupa justru dimanfaatkan oknum di tubuh pemerintah daerah untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pekan lalu, Kepolisian Resor (Polres) Bitung menangkap pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Sulut berinisial HES (41) karena membuat dan menjual surat hasil tes PCR Covid-19 palsu.
Kepala Polres Bitung Ajun Komisaris Besar Indrapramana, Kamis (29/7/2021), mengatakan, HES menarget para calon penumpang kapal Pelni ke luar daerah. Ia ditangkap setelah petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bitung melaporkan ada dugaan penggunaan surat hasil PCR palsu.
Awalnya, kepolisian mendapatkan informasi dari salah satu pengguna jasa tersebut yang tinggal di Amurang, Minahasa Selatan. ”Dari dia, tim Satreskrim (Satuan Reserse Kriminal) memperoleh informasi bahwa perantara pembuatan hasil swab (tes usap) PCR palsu beralamat di Mapanget, Manado,” kata Indrapramana.
Pada hari yang sama, tim mendatangi perantara tersebut, dan terungkaplah HES sebagai aktor utama dalam kejahatan itu. ”Pelaku memasang tarif dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 800.000 hingga Rp 1,5 juta. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dia mengaku telah membuat hasil swab PCR palsu ini sebanyak lima kali,” ujar Indrapramana.
Kepolisian menyita sebuah laptop, printer, flashdisk, dan surat hasil PCR palsu ataupun asli. Belakangan terungkap HES telah memiliki cetak biru surat hasil tes PCR untuk diisi dengan identitas konsumennya serta tanggal pembuatan surat.
Untuk meyakinkan pemesan, HES selalu meminta KTP, hasil tes cepat antigen serta surat keterangan perjalanan dari desa/kelurahan. Ia pun diancam penjara paling lama 6 tahun dengan Pasal 263 Ayat 1 dan Pasal 268 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Terkait dengan hal ini, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Pemprov Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, pemerintah menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. ”Ini tindakan kriminal. Polisi harus mengusut tuntas dan penjarakan yang bersangkutan sesuai dengan tindakan yang dilakukan,” katanya.