BOR Jabar Turun di Bawah 60 Persen, Kasus Aktif Masih di Atas 20 Persen
Meskipun ”bed occupancy rate” (BOR) Jawa Barat terus menurun, kasus aktif Covid-19 masih di atas 20 persen, di atas rata-rata nasional. Protokol kesehatan mesti tetap dijalankan untuk mencegah lonjakan kasus berikutnya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) pasien Covid-19 di Jawa Barat turun menjadi di bawah 60 persen dalam tiga hari terakhir. Akan tetapi, pasien dalam perawatan atau kasus aktif masih di atas 20 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 15,99 persen.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), Minggu (1/8/2021) pukul 07.30, terdapat 123.826 kasus aktif dari total 609.027 kasus terkonfirmasi positif. Artinya, 20,33 pasien masih dirawat atau menjalani isolasi.
Sebanyak 83 persen pasien kasus aktif menjalani isolasi mandiri. Jika kondisi kesehatan memburuk, mereka akan dirujuk ke rumah sakit sehingga masih berpotensi membuat BOR kembali naik.
BOR tertinggi di Jabar terjadi pada akhir Juni dan awal Juli, hingga di atas 90 persen. Sejak minggu kedua Juli, okupansi rumah sakit terus menurun sampai menjadi 54,97 persen, Sabtu (31/7/2021).
”Ini sudah melewati batas kedaruratan dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia),” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Ambang batas keterisian rumah sakit yang ditetapkan WHO adalah sebesar 60 persen.
Terakhir kali BOR Jabar di bawah 60 persen terjadi pada 10 Juni lalu. Lonjakan kasus positif yang berdampak pada peningkatan jumlah pasien di rumah sakit dipicu oleh tingginya mobilitas warga saat libur Lebaran dan merebaknya Covid-19 varian Delta yang lebih menular.
Sebanyak 83 persen pasien kasus aktif menjalani isolasi mandiri. Jika kondisi kesehatan memburuk, mereka akan dirujuk ke rumah sakit sehingga masih berpotensi membuat BOR kembali naik.
Penurunan keterisian rumah sakit di Jabar disebabkan sejumlah faktor, antara lain menaikkan rasio tempat tidur pasien Covid-19 dan mengoperasikan tempat pemulihan di hotel-hotel bagi pasien yang mulai membaik. Selain itu, menyediakan ruang isolasi di desa untuk pasien tanpa gejala dan bergejala ringan.
Kamil berharap penurunan BOR berdampak pada terkendalinya kasus aktif dan kematian serta kesembuhan pasien. Dengan demikian, kebijakan pengetatan aktivitas masyarakat dapat diturunkan. Pihaknya pun akan mengusulkan kepada pemerintah pusat agar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bisa berbasis mikro.
Menurut dia, tidak semua wilayah memiliki kondisi kedaruratan yang sama. ”Agar lebih adil, di dalam satu tempat mungkin ada yang merah, tetapi ada juga yang hijau. Harusnya tidak dipersamakan seperti yang dialami sebulan terakhir,” ujarnya.
Meskipun BOR menurun, masyarakat diminta tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes), seperti memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas. Kepatuhan terhadap prokes sangat penting untuk mencegah lonjakan kasus berikutnya.
Untuk mempermudah rumah sakit mengisi tabung oksigen, Pemerintah Provinsi Jabar menyiapkan lima stasiun pengisian (filling station) di Kota Bandung, Cikarang (Kabupaten Bekasi), Kota Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Cirebon.
”Skema filling station dihadirkan guna mempercepat pengisian oksigen bagi rumah sakit yang tersebar di wilayah Jabar,” ujar Kamil.
Stasiun pengisian tersebut telah beroperasi sejak Senin (26/9/2021). Hingga Kamis (29/7/2021), kelima stasiun itu telah melayani 152 rumah sakit dengan total pengisian 4.497 tabung.
Menurut Ketua Posko Oksigen Jabar Taufiq Budi Santoso, terdapat sejumlah kendala selama pengisian tabung oksigen di filling station. Salah satunya, banyak rumah sakit mengisi tabung tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hal ini menyebabkan antrean saat pengisian.
Selain itu, masa berlaku uji hidrostatis tabung tidak sesuai aturan dan prosedur yang berlaku sehingga tidak dapat terisi. Tingginya permintaan di luar pengajuan rumah sakit, seperti individu, turut menjadi kendala.
”Kendala terakhir adalah terbatasnya kemampuan dan jam operasional pengisian di filling station tidak sebanding dengan tingginya permintaan pengisian,” ujarnya.