Pendapatan Nihil, UMKM Batik di Pantura Jateng Butuh Bantuan
Pelaku UMKM batik di Kota Pekalongan dan Kota Tegal, Jateng, mengeluhkan nihilnya pemasukan selama kebijakan PPKM. Padahal, mereka tetap dibebani gaji pekerja. Mereka berharap bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah batik di Kota Pekalongan dan Kota Tegal, Jawa Tengah, dalam kondisi terpuruk akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat ataupun PPKM level 4. Bahkan, mereka terpaksa merumahkan para pekerja. Namun, bantuan dari pemerintah belum menjangkau mereka.
Pada 3 Juli 2021, pemerintah resmi menerapkan PPKM darurat di sejumlah daerah di pulau Jawa dan Bali. Upaya itu dilakukan untuk membatasi mobilitas masyarakat karena penularan Covid-19 yang tak kunjung terkendali. Pemerintah hanya memperbolehkan usaha-usaha pada sektor kritikal dan esensial beroperasi. Sementara usaha yang tak masuk dua kategori itu diminta berhenti beroperasi atau beraktivitas secara daring.
Pasar Grosir Setono, Kota Pekalongan, yang merupakan pusat penjualan batik terbesar di Kota Pekalongan tidak digolongkan sebagai usaha sektor kritikal ataupun esensial. Dengan begitu, aktivitas jual-beli di tempat itu pun terhenti. Akibatnya, sekitar 500 pedagang yang menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan batik di pasar tersebut merugi.
Miftah (45), salah satu pedagang di Pasar Grosir Setono, menuturkan, selama PPKM darurat dan PPKM level 4, dirinya tidak mendapatkan uang sepeser pun dari hasil penjualan batik. Padahal, dalam kondisi normal, omzet penjualan di dua kios batik milik Miftah berkisar Rp 70 juta-Rp 100 juta. Sementara itu, selama pandemi, omzetnya paling banyak Rp 20 juta per bulan.
”Selama PPKM darurat hingga PPKM level 4, saya sama sekali tidak bisa berjualan karena pasar ditutup. Jadi, pengashilan saya bisa dibilang nol rupiah. Untuk makan sehari-hari pakai uang tabungan,” kata Miftah saat dihubungi, Kamis (29/7/2021).
Bukan tanpa upaya, Miftah mengaku sudah mempromosikan dan menjual dagangannya secara daring. Namun, ia tak kunjung mendapatkan pembeli. Padahal, ia perlu pemasukan untuk membayar biaya sewa kios dan gaji karyawan.
”Untuk menekan pengeluaran, saya terpaksa merumahkan 12 karyawan. Mereka sudah tanya terus kapan bisa kerja lagi, saya bingung mau jawab apa,” keluhnya.
Sejak Senin (26/7/2021), Pemerintah Kota Pekalongan kembali mengizinkan Pasar Grosir Setono beroperasi. Kendati demikian, pasar itu hanya boleh beroperasi sampai pukul 15.00 dengan kapasitas pengunjung maksimal 25 persen. Hal ini diharapkan tidak hanya bisa memulihkan kondisi perekonomian pedagang di pasar, tetapi juga bisa tetap menekan risiko penularan Covid-19.
”Meski sudah diizinkan kembali beroperasi, sejumlah pedagang masih enggan membuka kios. Para pedagang ingin supaya pasar boleh buka sampai pukul 17.00. Sebab, pengunjung yang datang hanya sedikit, jadi sepi,” ucap Ketua Ikatan Pasar Grosir Setono Rozakon.
Nihilnya pendapatan juga dikeluhkan perajin batik Tegalan di Kota Tegal. Muniroh (42), perajin batik di Kecamatan Tegal Selatan, misalnya, belum menjual batik satu lembar pun selama PPKM darurat ataupun PPKM level 4. Hal itu diduga karena pada masa sulit, orang-orang lebih memilih berbelanja makanan ketimbang batik.
Normalnya, ia bisa menjual hingga 50 lembar kain batik per bulan. Adapun pada masa pandemi, rata-rata penjualan batik Muniroh sekitar 20 lembar. Harga batik yang dijualnya beragam, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 1,2 juta per lembar.
”Pada masa-masa seperti ini saya butuh bantuan, tetapi tidak pernah dapat (bantuan). Kemarin saya coba mendaftar bantuan produktif usaha mikro (BPUM), tetapi tidak lolos, tidak tahu alasannya apa," keluh Muniroh.
Tak hanya Muniroh, Miftah juga mengaku belum mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah. Ia berharap para pelaku UMKM batik diberi kompensasi atau bantuan untuk meringankan beban mereka.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kota Pekalongan Joko Purnomo mengatakan, para pelaku UMKM akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota Pekalongan, Pemerintah Provinsi Jateng, dan pemerintah pusat. Sejauh ini, pihaknya telah mengusulkan sejumlah daftar pelaku UMKM yang akan mendapatkan bantuan.
"Kami mengusulkan sebanyak 35.058 nama pelaku usaha untuk mendapat BPUM. Dari usulan tersebut, yang lolos dan akan mendapatkan bantuan uang tunai sebesar Rp 1,2 juta sejumlah 16.241 pelaku usaha," ujar Joko.
Sementara itu, kepada Pemprov Jateng, Joko mengusulkan 4.892 pelaku usaha yang memiliki nomor induk berusaha (NIB). Data itu disebut sedang diseleksi pemerintah provinsi.
”Pemerintah Kota Pekalongan juga menyalurkan sejumlah bantuan bagi pelaku UMKM berupa beras 5 kilogram dan uang tunai. Dari hasil pendataan, ada 1.100 pelaku usaha yang akan mendapat bantuan. Penyaluran bantuannya akan dilakukan bertahap,” imbuhnya.
Adapun di Kota Tegal, pemerintah setempat masih mengupulkan data pelaku usaha yang akan mendapatkan bantuan. Kepala Dinas Sosial Kota Tegal Bajari berharap pendataan cepat rampung sehingga penyaluran dapat dilakukan pekan depan.