Gugatan ”Class Action”, Greenfields Telah Tangani Limbah yang Dipersoal Warga di Blitar
Warga dari beberapa desa di Blitar mengajukan gugatan ”class action” kepada PT Greenfields Indonesia Cq PT Greenfields Farm 2 terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh limbah kotoran ternak.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — PT Greenfields Indonesia memberikan tanggapan terkait gugatan perwakilan kelompok atau class action oleh warga di beberapa desa di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terkait dugaan pencemaran limbah kotoran sapi.
Gugatan itu telah memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri Blitar pada 21 Juli dengan nomor perkara 77/Pdt.G/LH/2021/PN Blt. Sidang ditunda 2 Agustus karena hanya pihak penggugat yang datang.
Selain Greenfields, turut tergugat Gubernur Jawa Timur (tergugat 1) dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur (tergugat 2) selaku pihak yang memberikan izin lingkungan dan operasional terhadap Greenfields, serta yang memiliki kewajiban melakukan pengawasan.
Dalam penjelasan tertulis kepada Kompas, Rabu (28/7/2021) malam, Greenfields mengatakan, sebagai produsen susu dan produk olahan susu sapi segar, pihaknya ingin terus berkontribusi membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dengan rangkaian produk dairy.
Tahun 2018 berdiri peternakan Greenfields (Farm 2) di Wlingi, Blitar. ”Sejak didirikan kami berusaha agar peternakan dapat berkontribusi memajukan dan mambantu daerah dan masyakat setempat dengan berbagai kegiatan,” ujar Head of Dairy Farm Development and Sustainability PT Greenfields Indonesia Heru Prabowo,
Menurut Heru, sejak berdiri ada sejumlah kontribusi yang pihaknya lakukan, yakni membuka lapangan kerja. Saat ini sekitar 180 karyawan dari desa-desa sekeliling. Menggerakkan ekonomi masyarakat dengan mengajak masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan usaha, seperti penyediaan kebutuhan operasional.
Memberi manfaat
Selain itu, juga memberikan manfaat untuk lahan pertanian dan perkebunan dengan pupuk cair dari peternakan. Pupuk cair tersebut dimanfaatkan untuk kerja sama kemitraan rumput odot dengan warga. Rumput odot dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Perkebunan kopi juga mendapatkan manfaat dari pupuk cair.
”Kami sempat mengalami kendala terkait limbah pada 2018 dan awal 2020 karena kejadian di luar kendali kami, tetapi langsung dilakukan penanganan untuk mencegah terjadi kembali,” katanya.
Pada Desember 2018, menurut Heru, curah hujan tinggi menyebabkan tanggul limbah di peternakan rusak sehingga limbah mengalir keluar. Greenfields kemudian memberikan kompensasi kepada warga terdampak dan memperbaiki kembali tanggul. Pembangunan berhasil diselesaikan pertengahan 2019.
Sejak didirikan, kami berusaha agar peternakan dapat berkontribusi memajukan dan mambantu daerah dan masyakat setempat dengan berbagai kegiatan. (Heru Prabowo)
”Pada Januari 2020, kami mendapat panggilan dari DPRD Kabupaten Blitar dan Pemkab Blitar karena curah hujan deras ternyata ada sejumlah limbah bercampur air sungai sekitar. Kami pun langsung mengambil tindakan dengan membangun beberapa lagoon dan memperluas area yang memanfaatkan manure cair menjadi pupuk,” ucapnya.
Untuk memitigasi kemungkinan adanya dampak operasional di peternakan di kemudian hari, Greenfields saat ini sudah menjalankan beberapa inisiatif, di antaranya memanfaatkan manure cair menjadi pupuk untuk menyuburkan rumput di area sekitar peternakan.
Saat ini, Greenfields Farm 2 mengelola lahan seluas 400 hektar, eksternal dan internal, yang menggunakan pupuk cair ini. Greenfields juga membantu menyuburkan lahan milik warga sekitar dengan pupuk cair tersebut.
Menyadari Farm 2 dikelilingi perkebunan kopi, PT Greenfields Indonesia bekerja sama dengan produsen kopi setempat dalam menggunakan manure cair untuk pupuk. ”Dalam prosesnya, kami bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Blitar dan Provinsi Jatim, Kementerian Lingkungan Hidup, serta konsultan lingkungan untuk memastikan manure cair dikelola dengan baik,” ujarnya.
Sebelumnya, kuasa hukum warga yang mengajukan gugatan, Hendi Priono dari Kantor Advokat JTM dan Rekan, mengungkapkan, class action ini dilakukan terkait dugaan pencemaran limbah kotoran sapi yang berasal dari peternakan Greenfields.
Kelompok warga yang menggugat berasal dari Desa Tegalasri, Ngadirenggo, Tembalang, Sumberurip, dan sekitarnya di lereng Gunung Kawi dengan jumlah 285 keluarga (diwakili sembilan orang). Mereka adalah warga yang bermukim di sekitar Greenfields Farm-2 yang mengalami dampak pencemaran, dengan latar belakang pekerjaan petani, peternak (ikan dan ternak besar), dan warga biasa.
Adapun Gubernur Jatim dan Dinas Lingkungan Hidup Jatim turut digugat lantaran mereka belum memberikan sanksi tegas terhadap Greenfields. ”Sampai hari ini hanya sanksi administratif berupa paksaan, hanya berupa teguran-teguran untuk melakukan perbaikan. Padahal, kasus ini sudah berlangsung dua tahun lebih,” ujarnya.