Epidemiolog Sebut Isoman Picu Penambahan Kasus di Sulsel
Sulawesi Selatan menghadapi lonjakan kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya. Epidemiolog menyebut isolasi mandiri sebagai salah satu pemicunya. Karena itu, penyediaan fasilitas isolasi terpusat harus dipercepat.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Terus melonjaknya kasus Covid-19 di Sulawesi Selatan tak hanya disebabkan gencarnya pemeriksaan spesimen. Langkah isolasi mandiri atau isoman juga disebut menjadi penyebab bertambahnya kasus. Ini terutama karena orang yang melakukan isoman cenderung sulit dipantau serta sebagian tetap berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Hal tersebut dikatakan epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, di Makassar, Kamis (29/7/2021). Ia menyebutkan, orang yang melakukan isoman tak hanya lebih banyak, tetapi kondisinya juga cenderung memburuk.
”Ketika mereka ke rumah sakit, biasanya sudah bergejala berat dan kritis. Saat ini keterisian rumah sakit juga kian meningkat dan mulai antre. Di Sulsel juga terjadi perluasan wilayah keparahan,” katanya.
Karena itu, Ridwan meminta pemerintah segera mempercepat penyediaan fasilitas isolasi terpusat tanpa birokrasi yang panjang. ”Ini keadaan darurat. Jangan menggunakan pendekatan normal pada situasi kebencanaan. Selamatkan warga itu yang utama,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk wilayah yang zonanya masih terkendali, tetap monitor perkembangan situasi dengan sistem surveilans komunitas secara aktif. Pemantauan terhadap warga isoman di lingkungan RT atau kelurahan juga harus dimaksimalkan.
”Pemerintah harus menghentikan pertumbuhan kasus baru yang mengalir ke rumah sakit dengan mengoptimalkan tracing (penelusuran) dan testing (pemeriksaan),” katanya.
Sebulan terakhir, penambahan harian kasus Covid-19 di Sulsel terus bertambah signifikan. Saat lonjakan kaus terjadi sepanjang Januari-Februari lalu, angka tertinggi adalah 600-an kasus per hari.
Namun, dalam lonjakan kasus yang terjadi sejak akhir Juni lalu, angkanya bertambah sangat cepat. Dalam lebih dari sepekan terakhir, penambahan berkisar 1.000 kasus setiap hari.
Berdasarkan data Satgas Covid-19 Sulsel, rata-rata keterisian tempat tidur isolasi di atas 55 persen. Adapun penggunaan tempat tidur ICU berkisar 37-49 persen. Aasio kasus positif (positivity rate) juga kian tinggi, bahkan pada Minggu (25/7/2021) tercatat 39 persen. Saat ini, pemeriksaan spesimen rata-rata 2.000-5.000 per hari.
Dalam pantauan Kompas, sejauh ini situasi Makassar yang menjadi episentrum pandemi di Sulsel tak lagi seramai biasanya walau warga tetap beraktivitas. Sejak pemberlakuan PPKM level 4, banyak tempat usaha tutup.
Ini diperuntukkan bagi pasien bergejala ringan dan sedang untuk mencegah penumpukan di rumah sakit.
Di salah satu mal, misalnya, sejumlah tempat makan bahkan ikut tutup walau dalam aturan PPKM dibolehkan buka. Di jalan-jalan, warga umumnya juga tertib menggunakan masker. Aturan protokol kesehatan (prokes) pun diterapkan ketat di beberapa swalayan. Petugas gencar melakukan pengawasan hingga razia. Namun, ada saja warga yang tak taat prokes ataupun pengusaha yang tak patuh aturan.
Terkait situasi saat ini dan tuntutan agar membuka tempat isolasi terpadu, pada Selasa (27/7/2021), Pelaksana Tugas Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman membuka Asrama Haji Sudiang, Makassar, sebagai pusat isolasi. Ini diperuntukkan bagi pasien bergejala ringan dan sedang untuk mencegah penumpukan di rumah sakit.
Sudirman mengatakan, ini adalah fasilitas isolasi terintegrasi. Dalam hal ini, pertanggungjawaban pasien bukan di bawah Dinas Kesehatan Sulsel, melainkann rumah sakit di bawah naungan pemprov yang menjadi rumah sakit rujukan Covid-19.
”Pemprov menyediakan 2.000 lebih cadangan tempat tidur untuk kapasitas isolasi yang merupakan ruang tambahan rumah sakit pemprov yang ditempatkan di asrama haji dan rumah sakit lain serta pusat isolasi lainnya,” katanya.
Isolasi terintegrasi ini gratis bagi semua warga dan kebutuhan pasien isolasi, seperti makan, minum, dan vitamin, disiapkan pula secara gratis. Jika pemprov menyulap Asrama Haji Sudiang menjadi tempat isolasi, Pemkot Makassar memilih isolasi apung dengan memanfaatkan kapal Pelni KM Umsini.
Di kapal ini, seluruh kebutuhan pasien juga disiapkan, termasuk sarana hiburan dan pendidikan. Pasien yang menjalani isolasi juga akan diberi pelatihan agar bisa melakukan sosialisasi dan edukasi ke lingkungan sekitar saat sudah menyelesaikan isolasi.