Warga Sumenep Tolak Vaksinasi, tetapi Tetap Terima Bantuan Sosial Tunai
Saat animo masyarakat tinggi untuk vaksinasi, warga di Sumenep, Jatim, menolak vaksinasi sebagai syarat menerima Bantuan Sosial Tunai. Namun, Pemprov Jatim memutuskan mereka tetap bisa mendapat bantuan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Warga penerima bantuan sosial tunai atau BST di Sumenep, Jawa Timur, menolak syarat wajib vaksinasi di tempat pencarian bantuan. Meski menolak vaksinasi, hak mereka menerima BST tidak akan hilang.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, saat dihubungi di Surabaya, Rabu (28/7/2021), mengatakan, telah mengetahui dan menyelesaikan persoalan penolakan vaksinasi oleh warga Sumenep penerima BST. Dia mengakui sempat terjadi kegaduhan di Kantor Pos Sumenep saat penyaluran BST.
Kepada Wakil Bupati Sumenep Dewi Khalifah, warga menolak vaksinasi sebagai syarat untuk menerima BST. Warga bersedia ditangguhkan pancairan BST itu karena belum mau vaksinasi dengan alasan tidak sakit atau belum perlu suntikan mengurangi risiko penularan Covid-19.
”Meskipun vaksinasi tersedia di lokasi penyaluran BST, mempertimbangkan semangat percepatan penyaluran (BST) dalam masa PPKM, warga penerima yang belum bersedia vaksinasi tidak akan ditahan pencairan BST-nya,” ujar Emil.
Menurut Emil, kebijakan itu diambil setelah menerima masukan dari Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama, Direktur Utama PT Pos Indonesia Faizal Rochmad Djoemadi, Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta, dan Bupati Sumenep Achmad Fauzi.
Emil mengatakan, vaksinasi di lokasi penyaluran BST merupakan inisiatif suatu daerah yang perlu diapresiasi. Tujuannya, melindungi penerima BST yang belum menerima vaksinasi dari risiko dampak penularan Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) akibat virus korona jenis baru.
Meski demikian, kegaduhan terkait penolakan vaksinasi oleh kalangan warga Sumenep menjadi sesuatu yang memprihatinkan. Di kabupaten/kota lain di Jatim, selain Madura, warga justru sangat antusias mendapatkan vaksinasi. Di saat penularan Covid-19 belum melandai, vaksinasi menjadi hal yang dicari-cari warga, seperti halnya pengisian oksigen.
”Di banyak daerah di Jatim, warga malah antusias ingin vaksin, tetapi terkendala stok dari pusat sehingga dipersyaratkan kepada penerima BST,” kata Emil. Namun, di daerah dengan stok dan kesiapan memadai untuk vaksinasi di tempat, seperti halnya Sumenep, warga justru enggan.
Dalam perspektif regulasi, penolakan vaksinasi berarti pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 sebagai perubahan atas regulasi serupa No 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Dalam aturan itu, Pasal 13 menyatakan, setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 wajib mengikuti vaksinasi kecuali tidak memenuhi kriteria.
Sasaran yang tidak mengikuti vaksinasi dapat dikenai sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, layanan administrasi pemerintahan, dan atau denda.
Emil mengatakan, merespons regulasi itu, akan diupayakan pendekatan kultural untuk tetap mendorong capaian vaksinasi di suatu daerah. Penyediaan vaksinasi di lokasi pencairan BST tetap dipandang positif dengan harapan meningkatkan minat penerima untuk vaksinasi.
Berdasarkan data laman resmi https://vaksin.kemkes.go.id, di Sumenep baru ada sebanyak 75.827 penerima vaksin dosis 1 dan 32.923 penerima vaksin dosis 1 dan 2. Dengan jumlah total 108.750 penerima vaksin, capaian sasaran vaksin di daerah itu baru sekitar 9,6 persen dari populasi sebanyak 1,125 juta jiwa.
Berdasarkan laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, di Sumenep, jumlah warga yang terjangkit Covid-19 sejak Maret 2020 mencapai 4.413 orang. Mayoritas telah sembuh, yakni 3.856 orang. Adapun angka kematian sebanyak 3.856 orang. Saat ini, di Sumenep tercatat 362 kasus aktif. Sumenep berstatus kawasan zona oranye atau risiko penularan sedang bersama Pamekasan (Madura), Kota Mojokerto, Tuban, dan Ngawi. Sebanyak 33 kabupaten/kota lainnya zona merah atau risiko tinggi.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam mengatakan, penolakan masyarakat Nusa Garam, julukan Madura, terhadap program Covid-19 terkait rendahnya literasi dalam memahami dan menyikapi pandemi Covid-19. Bisa dimaklumi jika kalangan warga Madura yang terdiri atas empat kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) ada yang tidak percaya pandemi Covid-19.
Rendahnya literasi itu karena indeks pembangunan manusia terutama dalam hal pendidikan dan kesejahteraan di Madura memang tertinggal dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jatim di daratan Pulau Jawa. Surokim mengatakan, pendekatan terhadap warga Madura tidak bisa secara struktural, tetapi kultural di mana patron utama masyarakatnya adalah orangtua, ulama, dan pemerintah.