Sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga pengusaha Akidi Tio untuk penanganan pandemi Covid-19 di Sumsel menggemparkan warga Tanah Air. Bantuan menunjukkan bahwa solidaritas sosial di negeri ini tidak pernah mati.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·6 menit baca
Sumbangan sebesar Rp 2 triliun untuk menangani pandemi Covid-19 menggemparkan tidak hanya warga Sumatera Selatan, tetapi juga Tanah Air. Bantuan datang dari keluarga besar pengusaha kelahiran Langsa, Aceh, yang tumbuh di Palembang, mendiang Akidi Tio. Bantuan itu membuka mata bahwa solidaritas sosial tidak pernah mati di negeri ini.
Dengan membaca sepucuk surat, dokter keluarga besar Akidi Tio, Hardi Darmawan, maju ke depan para undangan yang datang menyaksikan pemberian hibah di Markas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Senin (26/7/2021). Surat itu berisikan alasan mengapa keluarga ini mau menggelontorkan uang sebanyak itu bagi masyarakat Palembang, Sumatera Selatan.
Hardi ditunjuk sebagai pembawa pesan karena dirinya cukup dekat dengan keluarga Akidi lantaran sudah 48 tahun menjadi dokter keluarga. Hardi berujar, pemberian hibah itu sebagai bentuk keprihatinan keluarga atas situasi pandemi yang kian mengkhawatirkan.
”Banyak teman-teman yang meninggal dunia, tenaga kesehatan yang harus berjibaku merawat pasien, dan beragam kesulitan lain di lapangan,” ujar Hardi.
Melihat musibah tersebut, seketika anak-anak Akidi teringat pesan luhur yang disampaikan dari mendiang orangtuanya. Jika keturunnya menjadi orang sukses, bantulah mereka yang membutuhkan.
Hal itu juga sesuai dengan makna di balik nama Akidi, yang diambil dari bahasa Indonesia ”akidah” yang berarti keyakinan atau iman. ”Yakinilah, bantuan ini dapat memberikan manfaat bagi sesama,” ujar Hardi.
Pesan dalam sepucuk surat itu didengar oleh sejumlah pejabat di Sumatera Selatan, seperti Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri, dan Danrem 044 Garuda Dempo Brigadir Jenderal Jauhari Agus Suraji. Hadir juga tokoh agama dan tokoh masyarakat turut mendengarkan pesan tesebut.
Bantuan uang itu, ungkap Hardi, merupakan hasil patungan dari keenam anak Akidi yang bergelut di berbagai bidang usaha. Ada yang menjadi pengusaha konstruksi, kontainer, dan beragam bidang lainnya. Mereka berkumpul bersama dan bersepakat menyisihkan penghasilan mereka untuk menangani pandemi di Sumsel.
Sumsel menjadi daerah pertama yang diberi bantuan lantaran Bumi Sriwijaya bagai kampung halaman bagi mereka. Walau Akidi lahir di Langsa, Aceh, sebagaian besar hidupnya dihabiskan di Palembang, Sumatera Selatan.
Mereka berkumpul bersama dan bersepakat menyisihkan penghasilan mereka untuk menangani pandemi di Sumsel.
Saat mangkat pada 2009, Akidi juga dimakamkan di Palembang. Alasannya, agar anak-anaknya yang sebagian besar berbisnis di Jakarta tidak lupa untuk kembali pulang ke Palembang.
Heriyanti, anak bungsu Akidi yang tinggal di Palembang, menyerahkan langsung bantuan tersebut kepada Kapolda Sumsel. Bantuan diserahkan secara simbolis hanya dengan menggunakan sebuah sterofoam merah bertuliskan ”Sumbangan untuk penanggulangan Covid-19 di Palembang- Sumsel dari almarhum Akidi Tio dan keluarga besar sebesar Rp 2 triliun”. Foto dari Akidi pun terpampang di sterofoam tersebut.
Para hadirin yang awalnya tenang seketika berdiri melihat nilai uang yang disumbangkan begitu besar. Beberapa di antara mereka datang ke depan mendokumentasikan prosesi itu dengan kamera dan telepon genggamnya.
Awalnya, Hardi menyarankan agar bantuan diberikan dalam bentuk barang. Hanya saja, karena kebanyakan anak dari Akidi adalah pengusaha, mereka memutuskan untuk memberikan bantuan dalam bentuk uang. ”Sebagai pebisnis, sepertinya mereka tidak mau repot,” ujar Hardi.
Menurut rencana, uang tersebut akan dikirim pada Rabu (28/7/2021) ke rekening milik satgas yang akan dibentuk oleh Kapolda Sumsel. Agar transparan, ujar Hardi, dirinya menyarankan agar tokoh agama dan masyarakat datang untuk menyaksikan pemberian bantuan itu.
Eko juga merasa terkejut dengan niatan tersebut. Sembari bercanda, Eko berujar, ”Saya tidak pernah lihat uang sebanyak itu, mungkin 10 kali jadi kapolda baru bisa dapat uang sebanyak itu,” candanya.
Perkenalan Eko dengan keluarga Akidi terjadi sudah sangat lama. Tidak hanya Eko, bahkan orantua Eko pun sudah kenal dengan keluarga Akidi. Tak heran, ketika ditugaskan ke Aceh, hubungan kekeluargaan pun kian erat.
Menurut dia, ini adalah sebuah kepercayaan yang harus dipertanggungjawabkan. ”Saya ini hanya makelar kebaikan,” ucapnya.
Agar bantuan ini tepat sasaran, Eko akan memanggil tim ahli untuk meminta pendapat mereka tentang apa saja yang diperlukan di lapangan. ”Karena ini amanah yang besar tentu membutuhkan tanggung jawab yang besar,” ujar Eko.
Gubernur Sumsel Herman Deru sebelumnya pernah menyampaikan bahwa akan ada pengusaha yang memberikan sumbangan kepada Sumsel untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, dia tidak menyangka jumlahnya bisa sedemikian besar.
Peristiwa ini, ujar Herman, menggambarkan bahwa kepedulian warga untuk membantu sesama tidak pernah mati. ”Yang terpenting bukan sekadar nominalnya, melainkan nilai kemanusiaan untuk saling berbagi,” ucap Herman.
Memperkuat penanganan
Banyak usulan dari para ahli untuk penggunaan dana itu. Epidemiolog Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, misalnya, berharap bantuan itu dapat digunakan untuk memperkuat pelacakan (tracing) dan pemeriksaan (testing) dengan menambah kapasitas pengetesan reaksi berantai polimerase (PCR) di Palembang.
Saat ini, pemeriksaan di Sumsel masih sangat rendah. Idealnya, tingkat pemeriksaan PCR adalah 1 banding 1.000 orang per minggu atau, untuk Sumsel, minimal 8.000 orang per minggu.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumsel, saat ini ada 15 laboratorium PCR di Sumsel dengan kapasitas total sekitar 2.000 spesimen per hari. Dari 15 laboratorium itu, yang aktif hanya enam. Sumber daya manusia yang mengampunya juga kurang.
Adapun total kasus Covid-19 hingga Selasa (27/7) mencapai 42.603 kasus dengan positivity rate 41,94 persen. Penambahan kasus pada Selasa mencapai 1.020 orang, tertinggi sepanjang pandemi di Sumsel, dengan jumlah kematian 13 orang. Adapun total kematian sebanyak 1.882 orang.
Iche juga menyarankan pembangunan fasilitas whole genome sequencing (WGS). Selama ini, penanggulangan Covid-19 belum optimal lantaran hasil pemeriksaan virus lamban. Varian Delta yang menjangkiti empat warga Sumsel, misalnya, baru diketahui pada Mei 2021, padahal kasusnya sudah terjadi pada Januari 2021. ”Hal ini sangat berbahaya, apalagi varian Delta memiliki daya tular yang cukup cepat,” ucapnya.
Hal lain yang perlu, kata Iche, diperkuat adalah telemedicine. Sistem ini memungkinkan orang yang menjalani isolasi mandiri bisa mendapatkan layanan kesehatan secara digital. Dari 7.622 orang yang merupakan kasus aktif di Sumsel, sekitar 85 persen di antaranya melakukan isolasi mandiri di rumah. Kondisi ini sangat rentan memicu penularan yang sangat tinggi jika tidak diawasi dengan baik.
Adapun pakar mikrobiologi dari Universitas Sriwijaya, yang juga Dirut RS Pusri Palembang, Yuwono, mengusulkan penambahan jumlah ventilator di ruang unit perawatan intensif (ICU). Fasilitas ini penting untuk merawat pasien yang sudah dalam keadaan kritis. Banyak pasien yang harus meregang nyawa akibat kurangnya fasilitas tersebut.
Selain itu, dia berharap dana dapat digunakan untuk memasok pangan warga terdampak. ”Pasokan makanan yang seimbang sangat baik untuk memperbaiki kondisi gizi. Ini bisa dilakukan dengan membuka dapur darurat atau memberikan makanan gratis bagi mereka yang menjalani isolasi mandiri,” ucapnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan Hari Widodo dalam sebuah kesempatan menyampaikan, dalam kondisi saat ini, intervensi penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat sangat dibutuhkan. ”Apalagi, bantuan tersebut berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat,” ucapnya.
Apa pun wujud bantuannya, kemurahan hati keluarga Akidi Tio memberi harapan penanganan pandemi di Sumsel akan lebih baik dan, utamanya, solidaritas sosial bertumbuh di tengah pandemi.