Tempat isolasi atau rumah sehat bagi pasien Covid-19 di RW atau kelurahan memperkuat keberadaan Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo dalam penanganan pandemi yang belum melandai di Surabaya, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Program rumah sehat, yakni penyediaan tempat isolasi pasien Covid-19 di setiap kelurahan, memperkuat Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo dalam penanganan pandemi. Tempat isolasi di tingkat mikro atau RT/RW sudah didirikan sejak tahun lalu dan kian meluas melalui program rumah sehat di masa pandemi yang belum melandai.
Pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, termasuk Surabaya, ibu kota Jawa Timur, sejak Maret 2020. Sampai dengan Selasa (27/7/2021), pandemi belum melandai, apalagi mereda. Menurut laman resmi https://lawancovid-19.surabaya.go.id/, Covid-19 akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) dan mutasinya telah menjangkiti 47.850 orang. Penyakit ini menyebabkan kematian 1.681 orang. Mayoritas atau 36.026 orang berhasil sembuh.
Saat ini, kasus aktif atau jumlah pasien ditangani 10.143 orang. Kasus aktif naik atau turun bergantung situasi pandemi. Jika penambahan kasus melebihi jumlah pasien sembuh, kasus aktif akan tetap tinggi. Selain itu, tingkat keterisian tempat isolasi, khususnya di rumah sakit rujukan, di Surabaya juga bergantung pada situasi pandemi di kabupaten/kota lainnya di Jatim. Sebagai ibu kota Jatim, Surabaya menjadi rujukan utama sebagian pasien dari luar daerah terutama yang dalam kondisi darurat.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan telah turun dari 90 persen ke 83 persen. Meski turun, persentase itu masih jauh di atas toleransi yang 50 persen. Untuk lebih menurunkan tingkat keterisian itu, Surabaya menambah tempat isolasi dengan program terkini, yakni rumah sehat di setiap kelurahan.
Eri mengatakan, 154 kelurahan atau seluruhnya telah memiliki tempat isolasi. Di satu kelurahan ada yang memiliki lebih dari dua tempat isolasi skala RW. Namun, sejauh ini ada 12 lokasi yang belum mendapat persetujuan warga untuk pemanfaatan gedung atau prasarana publik sebagai tempat isolasi. ”Kami terus menempuh pendekatan terhadap warga sekaligus mencari lokasi alternatif untuk pendirian rumah sehat,” ujarnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Surabaya Irvan Widyanto menambahkan, program rumah sehat akan memperkuat Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo yang telah berjalan sejak tahun lalu. Ketika itu, beberapa RW menyiapkan lokasi khusus untuk warga terpapar, terutama tanpa gejala atau bergejala ringan untuk memudahkan penanganan secara mandiri.
Ketua RW 008 Perumahan Babatan Pratama Riyan Suhariyadi mengatakan, sejak tahun lalu pihaknya memanfaatkan bangunan pos kampung tangguh untuk tempat isolasi warga. Ketika situasi pandemi meningkat sejak Juni, warga terpapar ada yang kesulitan mendapat penanganan di RS rujukan sehingga menjalani isolasi di bangunan pos kampung tangguh itu.
Penyiapan tempat isolasi skala mikro untuk antisipasi ketika situasi memburuk, rumah sakit penuh seperti akhir-akhir ini.
”Dengan menjalani isolasi di tempat tersendiri di kampungnya, warga merasa tidak dikucilkan. Kami berupaya memberi perhatian untuk percepatan pemulihan warga yang terpapar,” kata Riyan. Di RW 008 itu, ada warga yang kebetulan dokter, yang menjadi sukarelawan untuk memantau kondisi kesehatan pasien. Warga yang menjalani isolasi dibantu ketersediaan makanan, minuman, obat, dan vitamin.
Ketua RW 005 Wisma Kedung Asem Indah Didik Edy Susilo mengatakan, pihaknya menjadikan balai RW untuk tempat isolasi warga terpapar. Di sini juga telah disiapkan tabung oksigen dan peralatan kesehatan meski secara terbatas untuk penanganan pasien Covid-19.
”Situasi Covid-19 itu fluktuatif, bisa memburuk atau melandai. Penyiapan tempat isolasi skala mikro untuk antisipasi ketika situasi memburuk, rumah sakit penuh seperti akhir-akhir ini,” ujar Didik.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, kohesi sosial atau gotong royong masyarakat menjadi modal terutama dalam penanganan pandemi. Di sinilah kemudian aparatur perlu mendorong penguatan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah atau setidaknya menekan potensi penularan.
Berbagai program penanganan pandemi, yakni pengetesan, pelacakan, penanganan (3T), vaksinasi, sosialisasi protokol kesehatan, yang bertujuan menangani pandemi agar segera melandai perlu terus diperkuat.
Apalagi, saat ini, masih ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Surabaya. Kebijakan serupa juga diterapkan di sebagian besar wilayah Indonesia dengan harapan pandemi segera melandai. Dalam masa PPKM inilah, ketangguhan masyarakat terus diuji dengan harapan masih mampu bertahan dan bangkit meski situasi belum membaik.