Untuk menyiasati permintaan medis yang meningkat, mulai Senin (26/7/2021) produsen oksigen setempat menghentikan distribusi oksigen untuk industri dan mengalihkannya untuk memenuhi kebutuhan medis.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mendapatkan fakta bahwa stok oksigen untuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara defisit hingga 12 ton pada Senin (26/7/2021). Produsen oksigen menyiasati permintaan yang tinggi dengan mendahulukan distribusi untuk kepentingan medis.
”Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang jelas sudah mulai kekurangan oksigen. Suplai oksigennya sudah terbatas karena di sini hanya ada tiga produsen oksigen yang juga jumlahnya sangat terbatas,” ujar Muhadjir saat berkunjung ke Balikpapan.
Dalam kunjungan itu, Muhadjir berkoordinasi agar perusahaan distributor dan produsen oksigen bisa berupaya memenuhi kebutuhan yang meningkat untuk kepentingan medis. Hal itu disebabkan meningkatnya pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di sejumlah wilayah Kaltim dan Kaltara.
Ia mengatakan, pihak produsen berusaha mendatangkan tambahan oksigen dari Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Stok tersebut diperkirakan baru bisa sampai ke Balikpapan dalam tiga hari ke depan. Selanjutnya, oksigen itu baru bisa didistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk kepentingan medis.
Selain stok likuid oksigen yang terbatas, Muhadjir menjelaskan, kebutuhan tabung oksigen ukuran 6 meter kubik juga diperlukan. Sebab, tabung tersebut juga dibutuhkan masyarakat yang bergejala dan terpaksa isolasi mandiri karena rumah sakit penuh. Selain itu, tabung tersebut juga diperlukan untuk mengantisipasi kekurangan likuid oksigen sentral di rumah sakit.
”Karena itu, saya imbau kepada perusahaan di seluruh Kaltim yang memiliki cadangan tabung untuk sementara dipinjamkan kepada produsen atau distributor untuk menutup kebutuhan tabung oksigen ini,” katanya.
Di Kaltim, saat ini terdapat delapan kabupaten dan kota yang menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4 karena kasus Covid-19 tinggi. Di Balikpapan, misalnya, tempat tidur khusus pasien Covid-19 sudah nyaris penuh. Itu membuat kebutuhan oksigen semakin tinggi.
Per hari ini kami tidak jualan untuk industri. Hanya untuk kebutuhan medis. Kalau untuk (ketersediaan), tabung banyak.
Melihat fakta demikian, produsen oksigen memutuskan untuk menghentikan distribusi oksigen di bidang industri. Mereka hanya melayani permintaan untuk kebutuhan medis di Kaltim dan Kaltara.
”Per hari ini kami tidak jualan untuk industri. Hanya untuk kebutuhan medis. Kalau untuk (ketersediaan) tabung banyak. Material likuidnya kita defisit sekitar 12 ton,” ujar Direktur Operasional PT Surya Biru Murni Acetylene Iwan Sunyoto, produsen oksigen di Balikpapan.
Seiring meningkatnya permintaan, oksigen di pasaran juga mengalami kenaikan harga di sejumlah wilayah di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Kantor Wilayah V Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mencatat, gejala kenaikan harga sudah mulai terlihat pada pertengahan Juli 2021.
Kepala Kantor Wilayah V KPPU Manaek SM Pasaribu mengatakan, pada 5 Juli 2021, harga jual oksigen ukuran 1 meter kubik di Samarinda Rp 990.000. Pada 15 Juli, harga jualnya naik menjadi Rp 1,35 juta per tabung. Adapun di Kota Balikpapan yang semula harga jual terendah ada di Rp 1,4 juta pada 5 Juli naik menjadi Rp 1,5 juta pada 15 Juli.
Manaek menjelaskan, sejumlah distributor oksigen sudah mulai kehabisan stok karena permintaan untuk rumah sakit dan puskesmas meningkat. Selain itu, pihaknya juga mencatat bahwa regulator oksigen mulai sulit didapatkan mulai awal Juli. Tanpa regulator, tabung oksigen tak bisa digunakan karena berfungsi untuk mengatur volume, tekanan, dan kelembaban oksigen.
”Sejak 5 Juli 2021, beberapa toko alat kesehatan di Balikpapan sudah mulai melakukan pemesanan regulator ke distributor. Namun, hingga tanggal 15 Juli 2021 masih belum ada kepastian kapan stok oksigen dan regulator akan tersedia kembali,” ujar Manaek.