Lebaran Idul Adha Saat Pandemi Covid-19 di Banda Aceh
Tidak ada takbir keliling, tidak ada kegiatan wisata, dan tidak ada ”open house”. Meski ada imbauan pembatasan jumlah jemaah, masjid-masjid tetap penuh. Namun, seusai shalat Id, jalanan kota menjadi sepi.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Suasana Lebaran Idul Adha tahun 2021 di Banda Aceh, Aceh, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada takbir keliling, tidak ada kegiatan wisata, dan tidak ada open house.
Satu-satunya momen meriah hanya saat pelaksaan shalat Idul Adha. Meski ada imbauan pembatasan jumlah jemaah, masjid-masjid tetap penuh. Namun, usai shalat Id, jalanan kota menjadi sepi. Orang-orang kembali ke rumah, berkunjung ke rumah saudara atau ke masjid untuk ikut pelaksanaan kurban.
”Sepi, ya, baru pertama lihat Pasar Aceh lengang begini,” kata Amelia (28), seorang staf pengajar di sebuah universitas swasta di Banda Aceh, Senin (20/7/2021) sore, saat melintas Pasar Aceh.
Pasar Aceh merupakan pasar tradisional yang terletak di tengah kota. Pasar ini berada tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman. Saat tsunami, pasar itu rusak parah. Namun, kini telah dibangun gedung baru sehingga semakin ramai. Pasar Aceh adalah jantung perdagangan di kota itu.
Deretan toko di sepanjang Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Pante Kulu, dan Perdagangan tutup. Tidak ada lalu lalang kendaraan. Warung kopi tempat yang biasanya selalu ramai juga tutup. Bahkan, sebagian warung kopi tutup hingga tiga hari usai Lebaran sampai habis hari tasyrik.
Amelia mengatakan suasana lebaran Idul Adha tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelum pandemi Covid-19. Dulu, malam Lebaran meriah karena ada pawai takbir.
Setelah melaksanakan shalat Id di masjid dekat rumah, dia berkunjung ke rumah kerabat. Namun, dia tetap menggunakan masker. Setelah itu biasanya ia ke kampus untuk mengambil daging kurban. Setelah menukar kupon dengan daging kurban, dia langsung pulang. Belakangan dia membatasi diri berada di luar rumah untuk mencegah potensi terpapar Covid-19.
Pemprov Aceh melarang pelaksanaan takbir keliling untuk mencegah penyebaran Covid-19. Gubernur Aceh dan Wali Kota Banda Aceh juga tidak menggelar open house untuk warga. Tempat wisata juga banyak yang tutup.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, menuturkan, pembatasan kegiatan selama Idul Adha untuk mencegah penyebaran Covid-19. Dia menyebutkan pasca Idul Fitri, Mei lalu, kasus Covid-19 di Aceh melonjak.
”Berkaca dari Idul Fitri, jangan sampai setelah Idul Adha kasus naik lagi,” kata Saifullah.
Pasca Hari Raya Idul Fitri, Mei hingga Juli kenaikan kasus mencapai 134 persen atau 8.373 orang. Adapun total kasus Covid-19 di Aceh 20.955 orang. "Korban meninggal dunia juga meningkat 110 persen. Kita berusaha jangan sampai usai Idul Adha kasus bertambah lagi,” kata Saifullah.
Hingga Sabtu (24/7/2021) jumlah warga Aceh yang terpapar Covid-19 sebanyak 21.306 oran, sebanyak 933 orang meninggal dunia. Adapun jumlah kasus di Aceh sebesar 0,7 persen dari total kasus nasional.
Kita berusaha jangan sampai usai Idul Adha kasus bertambah lagi. (Saifullah Abdulgani)
Saifullah mengatakan tingkat kepatuhan warga Aceh menggunakan masker cukup tinggi, mencapai 88,91 persen. Sedangkan kepatuhan menjaga jarak 91,14 persen.
Meski demikian, masih mudah ditemui warga yang tidak pakai masker, terutama pengunjung warung kopi. Saat minum kopi tentu saja mereka harus membuka masker. Tradisi itu tidak hilang selama pandemi karena orang Aceh punya kebiasaan duduk ngobrol berjam-jam di warung kopi. Nyaris setiap sudut kota terdapat warung kopi.
Namun, selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), warung kopi tutup lebih cepat. Jika biasanya tutup pukul 12.00 malam, kini pukul 21.00 sudah tutup. Akan tetapi, ada juga satu-dua yang nekat buka di atas jam tersebut. Akibatnya, mereka kena sanksi, warung disegel oleh petugas.
Semangat kurban
Meskipun di tengah pandemi, semangat kurban warga Aceh masih tinggi. Setiap desa melakukan kurban. Hewan yang disembelih umumnya sapi, kambing, atau domba. Dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat, kurban adalah salah satu ritual ibadah yang dilaksanakan saat Idul Adha bagi warga Aceh.
Di Desa Meunasah Papeun, Kecamatan Krung Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, misalnya, jumlah sapi yang dikurbankan 23 ekor. Sapi ini sumbangan warga mereka sendiri hasil urunan warga.
Aparatur Desa Meunasah Papeun, M Isa, menuturkan, tahun ini lebih banyak sapi kurban daripada tahun lalu. ”Semua warga dapat kupon kurban,” kata Isa.
Pagi-pagi warga sudah berkumpul di lapangan dekat Krueng (sungai) Aceh. Mereka bergotong royong memotong daging dan menyalurkan kepada warga.
Ada juga warga Turki yang menyumbang dua sapi untuk disembelih di Aceh. Sapi dititip kepada Komunitas Ruman untuk dibagikan kepada warga Aceh.
Meski pada awalnya banyak warga yang ragu menerima vaksin, belakangan justru warga rela antre berjam-jam untuk memperoleh vaksinasi. (Muhammad Iswanto)
Tahun-tahun sebelumnya momen penyembelihan hewan kurban menjadi atraksi wisata religi yang menarik minat wisatawan luar. Namun, karena pandemi, aktivitas wisata benar-benar tiarap.
Di tengah kasus Covid-19 yang meningkat, Pemprov Aceh berusaha menahan laju penyebaran dengan penerapan protokol kesehatan, tes swab PCR diperbanyak, dan menggenjot vaksinasi.
Jumlah warga yang sudah divaksin mencapai 619.564 orang atau 15 persen. Kenaikan vaksinasi di Aceh sangat signifikan. Pada 20 Maret 2021, Aceh menjadi provinsi terendah vaksin, tetapi pada 20 Juli 2021 naik ke peringkat ke-20.
Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19 Aceh Muhammad Iswanto mengatakan, dalam sehari warga yang divaksin mencapai 1.000 lebih. Selama 27 hari pelaksanaan vaksinasi massal tercatat 45.665 orang disuntik vaksin Sinovac.
Meski pada awalnya banyak warga yang ragu menerima vaksin, belakangan justru warga rela antre berjam-jam untuk memperoleh vaksinasi. Edukasi dan sosialisasi yang terus dilakukan memengaruhi warga untuk ikut vaksinasi.