80 Persen Kabupaten dan Kota di Kaltim Jalankan PPKM Level 4
Dari 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Timur, delapan daerah di antaranya akan menjalankan PPKM level 4 pada 26 Juli-8 Agustus 2021.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Provinsi Kalimantan Timur memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4 hingga 8 Agustus 2021. Jika sebelumnya pembatasan kegiatan hanya diterapkan di tiga kabupaten dan kota, kini bertambah lima wilayah menjadi delapan kabupaten dan kota.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kaltim Jauhar Effendi menjelaskan bahwa keputusan itu diambil berdasarkan hasil koordinasi virtual dengan pemerintah pusat pada Sabtu (24/7/2021). Dari hasil rekapitulasi kasus Covid-19, Kaltim tercatat dengan jumlah kasus tertinggi di luar Pulau Jawa dan Bali.
Dinas Kesehatan Kaltim mencatat, hingga Sabtu (24/7), total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 ada 105.168 kasus. Jumlah itu meningkat 2.106 dari hari sebelumnya. Pada 21-25 Juli, PPKM level 4 sudah diterapkan di wilayah yang memiliki peningkatan kasus tinggi, yakni Kota Balikpapan, Kota Bontang, dan Kabupaten Berau.
”Khusus Kaltim, PPKM level 4 akan diterapkan di delapan kabupaten dan kota pada 26 Juli- 8 Agustus. Tiga kabupaten dan kota tetap, ditambah Samarinda, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, dan Penajam Paser Utara,” ujar Jauhar, dihubungi dari Balikpapan, Minggu (25/7).
Ia menyebutkan, Kaltim masih menunggu instruksi Mendagri terkait penerapan PPKM level 4. Setelah itu, akan diterbitkan instruksi gubernur Kaltim yang akan diteruskan ke pemerintah kabupaten dan kota.
Jauhar menjelaskan, Pemprov Kaltim akan memastikan ketersediaan oksigen dan meningkatkan tempat tidur untuk perawatan pasien selama PPKM level 4 ini. Sementara itu, dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, hanya Mahakam Ulu dan Kabupaten Paser yang tidak menjalankan PPKM level 4. Daerah itu diminta untuk tetap memperketat pengawasan agar tidak terjadi peningkatan kasus Covid-19.
Prioritas vaksin
Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, vaksinasi akan diprioritas di daerah yang tengah menjalankan PPKM level 4. Setiap kiriman vaksin dari pemerintah pusat akan langsung didistribusikan ke setiap daerah dan menggencarkan vaksinasi. Dari sekitar 3,4 juta jiwa penduduk Kaltim, capaian vaksinasi baru 25 persen.
”Kalau standar WHO, paling tidak harus 70 persen warga sudah divaksin untuk menuju kekebalan kelompok. Namun, namanya usaha, tetap kita lakukan sambil menunggu kiriman vaksin lagi dari pusat,” tutur Hadi saat berkunjung ke Balikpapan, Sabtu (24/7).
Ia menyebutkan, bantuan kepada warga terdampak pembatasan juga terus dilakukan. Pemberian bantuan sosial tunai saat ini masih diberikan kepada warga yang tercatat dalam Program Keluarga Harapan. Hadi juga mengatakan, Pemprov Kaltim akan memberi santunan kepada keluarga yang kerabatnya meninggal akibat Covid-19 senilai Rp 10 juta dari APBD provinsi.
Kalau standar WHO, paling tidak harus 70 persen warga sudah divaksin untuk menuju kekebalan kelompok.
Di Balikpapan, sebagai wilayah di Kaltim yang memiliki kasus Covid-19 tertinggi, selama perpanjangan PPKM level 4 ini menyiapkan distribusi makanan bagi warga yang isolasi mandiri di rumah.
”Kami bagi (makan) tiga kali sehari bagi yang isolasi mandiri. Kami membuat dapur umum dan bekerja sama dengan UMKM untuk menyediakan makan bagi warga yang isolasi mandiri di rumah,” kata Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud.
Selama pembatasan kegiatan ini, pemerintah dinilai punya peran besar untuk menekan penularan dan kematian akibat Covid-19. Dalam wawancara dengan Kompas beberapa waktu lalu, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman Samarinda, Ike Anggraeni, menyebutkan, hanya pemerintah yang memiliki sumber daya untuk membuat kebijakan menyeluruh.
Oleh karena pemerintah tidak melakukan karantina wilayah, kebutuhan masyarakat di tengah pembatasan kegiatan tidak dipenuhi oleh pemerintah. Hal itu, menurut Ike, turut membuat pembatasan yang selama ini dilakukan tidak berdampak signifikan karena sejumlah orang tetap terpaksa keluar rumah untuk bekerja dan beraktivitas.
”Pemerintah dapat berperan besar merestriksi mobilitas masyarakat secara masif. Namun, secara nasional, kebijakan ini tidak menjadi pilihan utama karena pertimbangan kepentingan ekonomi. PPKM yang telah dijalankan juga masih belum mampu membendung laju peningkatan kasus,” tutur Ike.