Insiden Akibatkan Perawat di RSUD Ambarawa Terluka Jangan Terulang Lagi
Keluarga pasien meninggal Covid-19 memukul-mukulkan gunting ke meja. Coba direbut perawat, kemudian terjadi kegaduhan yang membuat jari perawat luka. Namun, tidak ada penusukan seperti kabar di media sosial.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Insiden di RSUD dr Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang berujung dua perawat terluka, Jumat (23/7/2021), tidak boleh terulang. Publik diminta menahan diri menyikapi situasi pandemi Covid-19 sehingga potensi kesalahpahaman dapat dikurangi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, peristiwa itu terjadi di depan ruang isolasi Anyelir RSUD dr Gunawan Mangunkusumo (RSGM) pada Jumat pukul 14.30. AN (30), adik pasien meninggal dengan positif Covid-19, tidak terima saat jenazah kakaknya, NH, hendak menjalani pemulasaran dengan protokol Covid-19. Padahal, suami NH sudah menerima (pemulasaran).
Memaksa ingin langsung melihat jenazah NH, AN lantas cekcok dengan seorang petugas keamanan. Dia kemudian mengambil gunting di ruangan itu dan memukul-mukulkannya ke meja serta mengarahkannya ke petugas keamanan itu.
Melihat itu, dua perawat, EG dan SM, mencoba merebut gunting sehingga terjadi kegaduhan. Saat saling berebut, gagang gunting tersebut patah dan melukai jari kedua perawat. Petugas keamanan dan AN juga terluka ringan.
Beruntung, situasinya dapat dikendalikan. Mediasi lantas dilakukan di Markas Polsek Ambarawa pada Sabtu siang dan berakhir damai. Polisi memastikan kejadian tidak seperti yang beredar di media sosial, yakni penusukan kepada perawat.
Kepala Polsek Ambarawa Ajun Komisaris Komang Karisma mengemukakan, tindakan AN dipicu informasi tidak benar. Di antaranya, ada organ tubuh jenazah yang akan diambil dalam pemulasaran protokol Covid-19. Adapun gunting ada di lokasi karena baru saja dipakai petugas untuk keperluan pelabelan pada tabung-tabung oksigen pasien.
Ia pun meminta masyarakat berhati-hati dalam menerima informasi, termasuk di media sosial. ”Mengingat hoaks ini sering terjadi (beredar), bahkan sebelum Covid-19. Ini akhirnya akan membawa kerugian,” ucap Komang.
Komang menuturkan, dari hasil mediasi yang diikuti pihak keluarga dan RS, disepakati kasus tersebut tidak akan dilanjutkan. Pihak keluarga pasien telah meminta maaf dan akan menyesali perbuatannya. Pihak RS, termasuk perawat, pun sudah memaafkan dan berharap kasus serupa tak terulang.
Kepala Bagian Tata Usaha RSGM Ganti Sumiati menjelaskan tidak akan melanjutkan kasus itu ke ranah hukum. ”Sebab, kami berpikir lebih panjang. Selain itu, saat kejadian, alhamdulillah tidak terjadi sesuatu (yang lebih berbahaya). Kedua perawat itu sedang melerai dan terjadi perebutan gunting,” katanya.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jateng Edy Wuryanto di RSGM, Sabtu, menghormati dan memahami langkah RS yang tidak melanjutkan perkara itu ke ranah hukum. Namun, situasi itu menyakitkan bagi para tenaga kesehatan, khususnya perawat, yang menjadi pasukan tempur dalam penanganan pandemi Covid-19.
”Apa yang terjadi di RSUD Ambarawa ini jangan sampai terjadi di RS lain. Masyarakat terlalu banyak menerima informasi tidak benar. Akibatnya, emosi tinggi dan perilaku tak terkontrol. Itu membahayakan keselamatan orang lain, khususnya tenaga kesehatan. Ini jadi pembelajaran penting,” ujar Edy.
Menurut Edy, apa pun bentuk kekerasan terhadap tenaga kesehatan ialah pelanggaran hukum. Padahal, tenaga kesehatan, termasuk perawat, sedang berjuang melayani masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, banyak tenaga kesehatan terpapar Covid-19. Ia meminta semua pihak bisa mengendalikan diri dan saling menghormati satu sama lain.
Menurut Edy, di Jateng, selama pandemi Covid-19, baru kali ini kasus perlakuan terhadap perawat yang sampai menimbulkan kegaduhan dan luka. ”Kalau kasus kekerasan verbal sudah tidak terhitung. Lalu, ada kasus dikucilkan di publik. Di daerah lain juga ada menyerang fisik kepada perawat. Ini preseden buruk,” kata Edy, yang juga anggota Komisi IX DPR.