Perbaiki Pola Pengajaran Saat Pandemi agar Mental Anak Tidak Terganggu
Karya anak-anak dalam lomba menggambar dan menulis surat yang diadakan Forum Taman Bacaan Masyarakat Jabar menyiratkan kerinduan bersekolah. Kondisi ini menggambarkan mental anak yang mulai jenuh dan harus diperhatikan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pola pengajaran pada anak di sekolah selama pandemi membutuhkan inovasi dan kreativitas khusus. Apabila diteruskan sama seperti keadaan sebelumnya, kondisi mental anak rentan terganggu.
Hal itu terungkap dalam peringatan Hari Anak Nasional yang digelar Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Jawa Barat secara daring, Jumat (23/7/2021). Dalam acara itu digelar juga lomba menggambar dan menulis surat untuk Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Vudu Abdul Rahman (38), anggota dewan juri lomba menulis surat, menyatakan, surat yang dituliskan menggambarkan tekanan batin anak-anak dalam menghadapi pandemi. Dia mencontohkan tulisan dari Ziya Elbirru Zhafira.
”Surat ini menggambarkan kondisinya yang lelah mental karena tidak bertemu dengan teman-temannya. Kondisi ini seharusnya tidak dirasakan oleh para anak dan remaja yang butuh bersosialisasi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Vudu, surat yang ada menggambarkan keluhan anak-anak, umumnya terkait pembelajaran daring. Materi yang diberikan banyak sekali, sementara metode pembelajaran hanya ada daring sehingga pembelajaran jadi tidak maksimal.
Sebagai penggiat pendidikan, Vudu melihat kondisi ini menjadi peringatan bagi pemangku kebijakan di sektor pendidikan. Anak-anak sudah terlalu lelah dan jenuh belajar daring. Sementara para pengajar dituntut untuk memberikan bahan ajar dengan target yang harus dipenuhi.
”Anak-anak ini sudah terkurung selama lebih dari satu tahun. Jika dibiarkan, mereka bakal kehilangan sense of humanity-nya. Sekarang saja sudah terlihat, di media sosial, anak-anak lebih suka melihat hal-hal yang receh dibandingkan nasihat dan nilai-nilai filosofis karena mereka sudah terlalu jenuh dipaksa,” ujarnya.
Vudu berujar, sistem pembelajaran yang hanya menitikberatkan penilaian skor membuat anak-anak semakin tertekan di tengah pandemi. Dia menyarankan para pemangku kebijakan di bidang pendidikan untuk dapat memperhatikan perbaikan mental anak.
”Jangan dulu beri tugas dari buku pelajaran. Biarkan anak-anak mengenal diri dan lingkungannya. Mulai dari menata rumah hingga hubungan dengan orangtua, lalu berbuat baik dengan membantu tetangga. Itu bisa jadi pelajaran yang berharga di tengah pandemi ini,” ujarnya.
Rudiat (43), penggiat pendidikan dan anggota dewan juri lainnya, mengatakan, banyak anak menceritakan kejenuhannya melalui gambar yang diterima. Sebagian besar menggambarkan kondisi di rumah saat mereka belajar daring dan sejumlah anak menggambarkan keinginan untuk bermain dengan teman-teman di sekolah.
Dari 47 peserta, lebih dari 50 persen anak-anak menggambar keinginan mereka untuk kembali sekolah. Sejumlah gambar ada yang memperlihatkan anak-anak beraktivitas di kantin sekolah atau bermain di lapangan bersama teman-temannya.
”Bayangan yang muncul di benak anak-anak ini memunculkan ide kreatif. Mereka melukisnya dengan krayon, pensil warna, dan lainnya. Gambar ini memperlihatkan kerinduan anak-anak, menjadi perwakilan harapan mereka,” ujar Rudiat.
Ketua Pengurus Wilayah Forum TBM Jabar Aam Siti Aminah mengapresiasi hasil karya yang masuk selama perlombaan ini. Lomba yang dimulai sejak sebulan lalu itu diikuti 107 peserta, yang terdiri dari 60 peserta lomba penulisan surat daan 47 peserta lomba menggambar.
”Saya melihat curahan hati anak-anak sangat dalam, luar biasa menguras emosi. Mudah-mudahan nanti akan kami buat buku sehingga lebih banyak yang membaca,” ujarnya.