Merujuk Episode Krisis Oksigen di RSUP Dr Sardjito
Krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito, DIY, 3-4 Juli 2021, menyisakan duka bagi keluarga pasien Covid-19 yang dirawat. Menurut penelusuran dan data, sejumlah pasien meninggal berdekatan dengan saat oksigen sentral habis.
Di tengah lonjakan kasus Covid-19, Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito di Daerah Istimewa Yogyakarta dilanda krisis oksigen pada 3-4 Juli 2021. Peristiwa yang berujung elegi, karena bersamaan dengan itu puluhan pasien meninggal. Sebuah tanya mengemuka terkait keandalan infrastruktur medis di daerah.
Baryanto (36) masih mengingat peristiwa beberapa jam sebelum ibunya meninggal di RSUP Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Sabtu (3/7/2021) malam itu, sang ibu dirawat dengan bantuan alat high flow nasal cannula atau HFNC.
HFNC merupakan alat untuk memberi bantuan oksigen bertekanan tinggi kepada pasien, termasuk pasien Covid-19. Baryanto berkisah, ibunya yang dinyatakan positif Covid-19 memang butuh alat HFNC karena saturasi oksigennya turun jadi 50-60 persen.
Saturasi oksigen adalah ukuran kadar oksigen dalam darah yang normalnya 95-100 persen. Dibantu HFNC, saturasi oksigen perempuan itu sempat membaik. ”Saat mendapat oksigen dengan HFNC, saturasi Ibu naik 80 sampai 87,” ujar Baryanto, Selasa (13/7/2021).
HFNC dipasang saat ibunya dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr Sardjito, Sabtu (3/7/2021) sore. Alat itu dihubungkan dengan oksigen sentral rumah sakit. Namun, Sabtu pukul 21.00, alat HFNC itu berbunyi. Alat-alat serupa yang dipakai pasien lain di dekat ibunya juga ikut berbunyi.
Baca juga : 63 Pasien di RSUP Dr Sardjito Meninggal dalam Sehari
”Yang pertama kali bunyi itu mesin HFNC yang dipakai Ibu. Lalu diikuti mesin-mesin HFNC lain. Beberapa pasien di area itu, kan, menggunakan mesin sama,” ujar warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, itu. Baryanto diijznkan menunggui sang ibu karena juga positif Covid-19 tanpa gejala.
Dokter menyampaikan bahwa semua alat HFNC di RSUP Dr Sardjito sedang mengalami gangguan. Bantuan oksigen dilanjutkan tanpa alat itu lagi, yang diikuti turunnya saturasi oksigen. ”Saat diganti oksigen biasa, saturasinya langsung ngedrop dari 60 ke 50. Selang beberapa menit, turun lagi ke 40. Terakhir turun antara 20 sampai 30,” ujarnya.
Setelah saturasinya terus turun, ibunda Baryanto dipindahkan ke ruangan lain agar bisa dipantau lebih intensif. Saat itu, dokter juga memberi tahu Baryanto, kondisi ibunya kritis. Akhirnya, Minggu (4/7/2021) sekitar pukul 01.00, ibunya meninggal. Perempuan berinisial SZ itu berpulang pada usia 69 tahun.
Hari berikutnya, Baryanto baru diberi tahu seorang dokter masalah oksigen di RSUP Dr Sardjito. Namun, ia tak mendapat informasi apakah masalah oksigen itu yang menyebabkan gangguan pada alat HFNC yang dipakai sang ibu. Yang jelas, Baryanto bukan satu-satunya orang yang kehilangan anggota keluarga saat krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito, Sabtu (3/7/2021) hingga Minggu (4/7/2021). Saat itu, puluhan pasien meninggal di rumah sakit rujukan teratas untuk DIY dan Jawa Tengah bagian selatan tersebut.
Tanpa kabar jelas
Salah seorang pasien yang meninggal tak lama setelah oksigen sentral RSUP Dr Sardjito habis adalah perempuan berinisial S (67). Berdasarkan data Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY, S meninggal pada Sabtu (3/7/2021) pukul 21.40.
Menantu S, Johny (47), menceritakan, ibu mertuanya masuk ke RSUP Dr Sardjito pada Kamis (1/7/2021) karena positif Covid-19. Mertuanya ditempatkan di ruang isolasi pasien Covid-19 dengan bantuan oksigen.
Sabtu (3/7/2021) sekitar pukul 18.00, Johny berkomunikasi dengan dokter yang menangani ibu mertuanya. Dokter menyatakan kondisi S stabil dengan saturasi 90 persen. Saat itu, S masih diberi bantuan oksigen. ”Saturasi oksigen 90, tapi dipasangi alat untuk oksigen. Itu Sabtu sekitar pukul enam sore,” ujar Johny yang tinggal di Kota Yogyakarta.
Namun, sekitar pukul 21.00, tiba-tiba Johny mendapat kabar dari petugas RSUP Dr Sardjito bahwa ibu mertuanya meninggal. ”Saya tanya ke dokter, ini ibu mertua saya bagaimana kok tiba-tiba sudah innalillahi (meninggal). Dokter sempat enggak percaya, disangka saya guyon,” ungkap Johny.
Baca juga : Mengantisipasi Kelangkaan Oksigen Medis
Pada surat kematian yang diterima keluarga, waktu kematian ibu mertuanya tertulis Sabtu (3/7/2021) pukul 21.40. Sebelumnya, Johny tak mendapat kabar dari rumah sakit bahwa kondisi ibu mertuanya menurun. Jadi, ia terkejut mendengar kabar duka itu.
Johny juga tak mendapat informasi dari rumah sakit apakah meninggalnya sang ibu berkait habisnya stok oksigen sentral di RSUP Dr Sardjito pada Sabtu (3/7/2021) pukul 20.00. Namun, kondisi ibu mertuanya memang bergantung pada bantuan oksigen.
Setelah ibu mertua Johny meninggal, pihak keluarga harus menunggu lebih dari 12 jam sebelum bisa membawa pulang jenazah. Jenazah mertuanya baru bisa dibawa keluar dari RSUP Dr Sardjito pada Minggu (4/7/2021) sekitar pukul 12.00. Pemulasaraan jenazah mengantre karena banyak pasien meninggal, Sabtu dan Minggu.
”Sabtu malam itu ada dokter yang menginfokan, malam itu banyak yang meninggal. Jenazah ibu mertua saya urutan ke-36 saat mau dimandikan,” ungkap Johny.
Oksigen sentral habis
Dari data yang dihimpun Kompas, krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito berawal dari menipisnya stok oksigen sentral pada Sabtu (3/7/2021) pagi. Setelah stok oksigen sentral mulai menipis, Direktur Utama RSUP Dr Sardjito saat itu, Rukmono Siswishanto, menulis surat permintaan bantuan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur DIY, dan sejumlah pihak lain. Namun, datangnya bantuan tak secepat harapan.
Walakin, Sabtu (3/7/2021) pukul 20.00, stok oksigen sentral di RSUP Dr Sardjito benar-benar habis. Rukmono mengatakan, setelah oksigen sentral habis, perawatan pasien beralih memakai oksigen tabung. Belakangan, krisis oksigen juga dialami sejumlah rumah sakit di tempat lain.
Saat itu, RSUP Dr Sardjito juga mendapat bantuan oksigen tabung dari sejumlah pihak, misalnya Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada dan Kepolisian Daerah DIY. Pada Minggu (4/7/2021) pukul 00.15, RSUP Dr Sardjito menerima bantuan oksigen dari Polda DIY sebanyak 100 tabung.
Setelah itu, RSUP Dr Sardjito mendapat tambahan pasokan oksigen cair dengan dua truk. Truk pertama tiba pada Minggu (4/7/2021) pukul 03.40, sedangkan truk kedua tiba pukul 04.45. Oksigen cair itulah yang kemudian dipakai mengisi persediaan oksigen sentral rumah sakit.
Sesudah krisis oksigen itu, beredar informasi bahwa 63 pasien meninggal di RSUP Dr Sardjito. Menanggapi informasi tersebut, Rukmono mengatakan, 63 pasien yang meninggal itu akumulasi sejak Sabtu pagi hingga Minggu pagi. Jumlah pasien yang meninggal setelah oksigen sentral habis sebanyak 33 orang.
”Yang meninggal pascaoksigen sentral habis pukul 20.00, kami sampaikan jumlahnya 33 pasien. Pasien itu bukan semata-mata pasien Covid-19 yang harus dengan bantuan oksigen, tetapi ada pasien lain,” ujar Rukmono dalam keterangan tertulis.
Rukmono juga mengklaim, para pasien yang butuh bantuan oksigen tetap tersuplai oksigen tabung. Untuk itu, menurut dia, tidak benar jika ada pasien meninggal tanpa mendapat bantuan oksigen. ”Tidak benar jika meninggal tanpa bantuan oksigen, tetapi proses meninggalnya karena kondisi klinisnya memburuk,” ungkapnya.
Dalam keterangan yang dimuat di akun Instagram RSUP Dr Sardjito pada Senin (5/7/2021), Rukmono menyampaikan, 63 pasien itu meninggal sejak Sabtu (3/7/2021) pukul 07.00 hingga Minggu pukul 07.00. Sementara jumlah pasien yang meninggal setelah oksigen sentral habis pada Sabtu pukul 20.00 sebanyak 33 orang. Namun, tak disebutkan 33 pasien itu meninggal sejak Sabtu pukul 20.00 hingga kapan.
Berdasarkan data Posko Dukungan Operasi Satuan Tugas Covid-19 DIY, sedikitnya 41 pasien meninggal di RSUP Dr Sardjito sejak Sabtu (3/7/2021) pukul 20.00 hingga Minggu (4/7/2021) pukul 07.00. Beberapa pasien itu meninggal tidak lama setelah oksigen sentral habis pada Sabtu pukul 20.00. Sejumlah pasien meninggal dalam waktu berdekatan.
Baca juga : Persoalan Bisnis Ditengarai Ikut Hambat Pemenuhan Oksigen Medis di DIY
Menurut data Posko Dukungan Operasi Satuan Tugas Covid-19 DIY, pada Sabtu (3/7/2021) pukul 20.33, tercatat satu pasien meninggal di RSUP Dr Sardjito. Kurang dari satu jam kemudian atau pukul 21.20, ada satu pasien lagi meninggal. Sekitar 10 menit kemudian atau pukul 21.30, dua pasien meninggal bersamaan.
Sesudah itu, tiga pasien meninggal berurutan dengan jeda waktu 10 menit, pukul 21.40, 21.50, dan 22.00. Artinya, dalam kurun waktu dua jam setelah oksigen sentral RSUP Dr Sardjito habis, tujuh pasien meninggal di rumah sakit itu.
Dalam kurun waktu sekitar satu jam kemudian atau pukul 22.01-23.00, tercatat enam pasien meninggal. Selanjutnya, pukul 23.01-24.00, enam pasien meninggal. Adapun Minggu (4/7/2021) pukul 00.01-01.00, sembilan pasien meninggal.
Jika mengacu pada data Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY, rentang pukul 00.01-01.00 itu menjadi waktu dengan jumlah kematian tertinggi. Setelah itu, jumlah pasien meninggal mulai turun. Pada pukul 01.01-02.00, ada lima pasien meninggal. Setelah itu, lima jam kemudian atau pukul 02.01-07.00, delapan pasien meninggal.
Memang terjadi penumpukan jenazah di instalasi forensik RSUP Dr Sardjito karena banyaknya pasien meninggal.
Antrean jenazah
Komandan Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY Pristiawan Buntoro mengungkapkan, setelah krisis oksigen itu, timnya ikut membantu mengatur pengurusan jenazah di instalasi forensik RSUP Dr Sardjito. Ia menyebut, pada Minggu (4/7/2021) pukul 02.30, pihaknya dihubungi petugas rumah sakit dan diminta membantu mengurai antrean jenazah di instalasi forensik.
Saat itu, kata Pristiawan, memang terjadi penumpukan jenazah di instalasi forensik RSUP Dr Sardjito karena banyaknya pasien meninggal. ”Terjadi stagnasi di proses pengeluaran jenazah. Problemnya, kalau di forensik tidak terurai, jenazah-jenazah di bangsal perawatan tak bisa dikeluarkan. Masalah ini yang menjadi concern (perhatian) kami,” ujarnya.
Pristiawan menuturkan, dua tim ditugaskan untuk membantu mengatur pengurusan jenazah di RSUP Dr Sardjito. Dua tim itu bertugas bergiliran dan masing-masing beranggotakan tiga orang. Tim pertama sampai di instalasi forensik RSUP Dr Sardjito pada Minggu (4/7/2021) sekitar pukul 10.00.
Saat itu, kondisi instalasi forensik RSUP Dr Sardjito dipenuhi warga yang menunggu jenazah anggota keluarganya. Begitu sampai, tim Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY langsung menenangkan warga dan membantu mengatur antrean pengurusan jenazah. Mereka juga berkoordinasi dengan satgas Covid-19 kabupaten/kota mengatur tim penjemput jenazah dan tim pemakaman.
Selama proses perbantuan itu, Posko Dukungan Operasi Satgas Covid-19 DIY mendapat data pasien meninggal di RSUP Dr Sardjito saat krisis oksigen. Menurut Pristiawan, timnya baru meninggalkan instalasi forensik RSUP Dr Sardjito, Senin (5/7/2021) sekitar pukul 02.00. Saat itu, antrean jenazah sudah terurai, tetapi masih ada beberapa jenazah di instalasi forensik.
Baca juga : DPRD DIY Desak Dana Keistimewaan Dipakai untuk Beli Generator Oksigen
Ganti pimpinan
Sekitar sembilan hari pascakrisis oksigen itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengganti Dirut RSUP Dr Sardjito. Senin (12/7/2021), Budi melantik Eniarti sebagai dirut baru RSUP Dr Sardjito, yang sebelumnya Dirut Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Soerojo, Magelang, Jawa Tengah. Sementara itu, Rukmono Siswishanto—yang sebelumnya menjabat Dirut RSUP Dr Sardjito—dipindah menjadi Dirut RSJ Prof Dr Soerojo.
Dalam acara silaturahmi dengan wartawan pada Jumat (16/7/2021), Eniarti menanggapi perihal krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito. Masalah oksigen tak hanya dialami RSUP Dr Sardjito, tetapi juga banyak rumah sakit lain. ”Ini masalah nasional,” ujarnya.
Eniarti menambahkan, kebanyakan pasien yang datang ke RSUP Dr Sardjito masuk kategori berat dan kritis. Untuk itu, banyak yang butuh bantuan oksigen. Namun, ia menyebut, untuk mengetahui apakah ada pasien yang meninggal karena kekurangan oksigen dibutuhkan audit. ”Ada tim yang sudah diberi amanah oleh rumah sakit, yaitu tim audit medis dari komite medis,” katanya.
Pada Senin (19/7/2021), Kompas dan sejumlah wartawan di Yogyakarta telah mengirim permohonan wawancara dan daftar pertanyaan secara tertulis kepada manajemen RSUP Dr Sardjito untuk mengonfirmasi beberapa temuan. Manajemen rumah sakit menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu melalui surat yang dikirim pada Rabu (21/7/2021) siang.
Berbagai kendala selalu datang silih berganti, termasuk masih banyaknya pasien yang terus berdatangan untuk mendapatkan pertolongan.
Namun, dalam surat yang ditandatangani Eniarti itu, manajemen RSUP Dr Sardjito tidak menjawab detail sejumlah pertanyaan. Hanya disebutkan, sejak sebelum krisis oksigen, RSUP Dr Sardjito telah bekerja sama dengan dua perusahaan penyedia oksigen. Selain itu, masih ada tangki oksigen berkapasitas 10 ton. ”Dengan kapasitas 10 ton, jika distribusi tidak terganggu, sudah mencukupi kebutuhan,” ujarnya dalam surat tersebut.
Eniarti menambahkan, manajemen RSUP Dr Sardjito telah melakukan berbagai perencanaan dan persiapan melayani pasien. ”Namun, berbagai kendala selalu datang silih berganti, termasuk masih banyaknya pasien yang terus berdatangan untuk mendapatkan pertolongan, dan tentu saja RSUP Dr Sardjito tetap berkomitmen memberikan pelayanan seoptimal mungkin bagi pasien yang butuh pertolongan,” tuturnya.
Insiden krisis oksigen di RSUP Dr Sardjito menjadi pelajaran mahal tentang keandalan rumah sakit, terutama rujukan utama. Kepiluan ini menyingkap lubang kesiapsiagaan sarana-prasarana fasilitas kesehatan. Berbenahlah, demi pupusnya kabar duka.