Pengungkapan Korupsi Benih Bawang Merah di Malaka Masih Terkatung-katung
Pengungkapan kasus korupsi benih bawang merah di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, sejak 2018 sampai hari ini belum berhasil membawa sembilan tersangka ke pengadilan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pengungkapan kasus korupsi benih bawang merah di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, sejak 2018 dengan kerugian negara Rp 4,9 miliar belum berhasil membawa sembilan tersangka ke pengadilan. Hakim tunggal berinsial SS yang memimpin sidang gugatan praperadilan oleh tersangka pun dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) Nusa Tenggara Timur Alfred Baun, di Kupang, Kamis (22/7/2021), mengatakan, status tersangka bagi kesembilan pelaku ditetapkan penyidik Polda NTT sejak awal Maret 2020. Namun, penyidik Kejaksaan Tinggi NTT mengembalikan berkas perkara kesembilan tersangka dengan alasan belum lengkap atau P21.
Baun menduga ada pihak sengaja menghadang, bahkan menghilangkan, kasus korupsi benih bawang merah ini. Kasus ini belum juga sampai di pengadilan karena masih bolak-balik antara penyidik kejaksaan dan penyidik polda. ”Ada apa sampai kasus ini begitu rumit untuk sampai ke pengadilan, sementara penyidik polda menyebutkan kasus itu sudah P21 atau lengkap, tahap pertama dan tahap kedua,” katanya.
Apalagi, kasus sudah tiga tahun bergulir. Penolakan berkas perkara kesembilan tersangka oleh penyidik Kejati sampai masa penahanan para tersangka selesai, 120 hari. Kini, mereka pun telah dibebaskan demi hukum oleh penyidik polda. Namun, Polda NTT terus melengkapi berkas perkara sesuai permintaan Kejati. Berkas perkara itu pun dilengkapi atau P21 tahap dua, 6 Mei 2021.
Saat itu, penyidik polda hendak menahan tersangka untuk kedua kali. Akan tetapi, penyidik Kejati tidak segera memproses sembilan tersangka ke pengadilan. Kesempatan itu dimanfaatkan penasihat hukum tersangka dengan mengajukan gugatan praperadilan dan memenangkan perkara pada 21 Juni 2021.
Praperadilan
Ia mengatakan, hakim tunggal yang menyidangkan perkara praperdilan itu dipimpin SS. Hakim SS diduga menyalahi kewenangan dalam perkara praperadilan itu. Ia seharusnya tidak memeriksa pokok materi perkara korupsi. Ia hanya berwenang memeriksa secara administratif proses penetapan tersangka BT dan kawan-kawan oleh penyidik polda.
Jika hakim SS memeriksa pokok perkara, itu bukan lagi sidang praperadilan, melainkan sidang tindak pidana korupsi. Dengan demikian, harus melibatkan sekurang-kurangnya tidak orang hakim.
Ada apa sampai kasus ini begitu rumit untuk sampai ke pengadilan, sementara penyidik polda menyebutkan kasus itu sudah P21 atau lengkap.
Karena itu, SS sudah dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung oleh Araksi. Pihak Araksi pun telah dipanggil oleh Komisi Yudisial dan MA untuk memberikan keterangan terkait laporan itu. ”Kami berharap kedua lembaga ini kredibel memeriksa laporan kami sehingga kasus ini dapat terungkap dengan jelas,” ujarnya.
Baun juga mengaku telah bertemu Kepala Kejaksaan Tinggi NTT dan Kepala Polda NTT mempertanyakan pembebasan BT dan kawan-kawan oleh hakim SS. Pihak kejaksaan tinggi mengatakan, praperadilan yang dimenangi BT dan kawan-kawan tidak menggugurkan proses hukum. Kejaksaan Tinggi malah telah menerbitkan surat perintah penyidikan ulang atas BT dan rekan, yang saat ini sedang dilakukan.
”Kejaksaan tinggi berjanji, dalam waktu satu bulan kemudian, kesembilan orang itu akan ditetapkan sebagai tersangka kembali dan segera disidangkan. Itu janji kepala Kejaksaan Tinggi. Jadi, pada 26 Juni 2021 kami akan tagih janji itu dengan mendatangi kantor kejaksaan tinggi di Kupang,” kata Baun.
Bupati Malaka Simon Nahak mengatakan, kasus korupsi itu terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai bupati Malaka, Maret 2021. Ia tidak tahu persis persoalan sesungguhnya. Namun, terkait kasus hukum, ia mendukung agar para pelaku bisa dibawa ke pengadilan.
Korupsi benih bawang merah itu telah menggagalkan Malaka sebagai gudang bawang merah NTT. Tahun 2017, Malaka sempat memproduksi 70 ton bawang merah di Kecamatan Favoe saja. Jumlah itu, 40 ton di antaranya diekspor ke Timor Leste, sedangakan 20 ton dikirim ke seluruh wilayah NTT dan 10 ton untuk kebutuhan di Malaka.
Karena keberhasilan itu, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran senilai Rp 8,9 miliar untuk pengadaan benih bawang merah. Akan tetapi, Rp 4,9 miliar di antaranya dikorupsi pejabat daerah setempat bersama rekanan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Informasi Kejaksaan Tinggi NTT Abdul Hakim mengatakan, kelanjutan kasus itu sangat bergantung pada perlawanan penyidik kejakasaan tinggi NTT. Kini, kasus sedang dilanjutkan oleh penyidik ke pengadilan tinggi. ”Jika penyidik kejaksaan tinggi memenangkan perkara terkait praperdilan itu, kasus dilanjutkan lagi,” katanya.