Di Pemakaman Covid-19, Fajar Memulasarakan Orangtua Angkatnya
”Ibu saya sempat pesan melalui telepon, \'Besok datang ke sini ya. Tungguin ibu.\' Ternyata saya menunggu ibu di sini (pemakaman).”
Medio 2021 adalah hari yang melelahkan batin Fajar Sulaiman. Setelah setahun lebih menjadi koordinator pemakaman Covid-19 di Balikpapan, Kalimantan Timur, pria 39 tahun itu akhirnya mengurus pemakaman orang-orang terkasihnya.
Suatu malam di awal Juli 2021, Fajar menerima kabar ayah angkatnya meninggal karena Covid-19 sebelum sempat dirawat di rumah sakit. Ia hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga angkatnya melalui sambungan telepon karena proses pemakaman dengan protokol kesehatan yang ketat.
Selain itu, ia juga tak bisa berkunjung ke rumah keluarga angkat karena setiap hari mengurus pemulasaraan jenazah pasien Covid-19. Ibu angkatnya, yang saat itu tengah menjalani isolasi mandiri, ia hubungi agar mau dirawat di rumah sakit karena termasuk usia rentan.
Ibu angkatnya semula menolak. ”Namun, saya bilang ke beliau supaya menurut saja dengan petugas kesehatan. Besoknya, ibu baru dapat tempat di rumah sakit,” kenang Fajar di tenda istirahat petugas pemakaman Covid-19 di KM 15 Balikpapan, Senin (19/7/2021).
Ia berkomunikasi dengan petugas kesehatan yang ia kenal untuk mengetahui kondisi ibunya. Kenalannya itu bilang, ibunya dalam kondisi baik, tetapi saturasinya mulai menurun. Fajar hanya bisa berharap agar kondisi orangtua angkatnya itu bisa membaik.
Sehari kemudian, Fajar mendapat kabar ibu angkatnya masuk ruang perawatan intensif (ICU) karena kondisi kesehatan terus menurun. Di ruangan itu, sang ibu angkat meminta kepada perawat agar Fajar menemaninya.
”Tolong bilang ke ibu, saya ada di sana, menunggu di luar. Biar beliau tenang,” kata Fajar menghubungi perawat kenalannya.
Baca juga: Penurunan Kasus Terjadi Seiring Menurunnya Tes
Keesokan paginya, di pertengahan Juli 2021, Fajar menerima kabar bahwa ibu angkatnya berpulang dalam keadaan positif Covid-19. Untuk kedua kalinya, Fajar mengurus pemakaman orang terdekatnya karena Covid-19, tiga hari setelah memakamkan ayah angkatnya.
”Ibu saya sempat pesan, ’Besok datang ke sini ya. Tungguin ibu.’ Ternyata saya menunggu ibu di sini (pemakaman),” katanya lirih.
Mengurus pemakaman Covid-19 membuat kematian akibat virus SARS-CoV-2 semakin nyata di hadapannya. Gelombang ketiga Covid-19 yang juga terjadi di Balikpapan membuat jumlah orang yang meninggal akibat virus itu semakin banyak dan menjangkiti orang-orang terdekat.
Pada awal 2020, jumlah orang yang dikebumikan di pemakaman KM 15 Balikpapan antara 2-12 orang per hari. Pada Agustus 2020, Fajar dan timnya pernah memakamkan 20 orang per hari.
Beberapa hari lalu, kami memakamkan 40 orang dalam sehari. Kami kerja sampai tengah malam. (Ahi)
Kondisi itu tak berhenti. Pada Juli 2021, varian Delta atau mutasi virus korona B.1.617.2 terdeteksi di Balikpapan. Transmisi lokal varian itu disinyalir membuat jumlah kasus Covid-19 naik drastis dan meningkatnya angka kematian. Sebab, varian Delta bisa menular lebih cepat. Sejumlah studi menyebutkan, orang yang terpapar mengalami gejala lebih parah.
”Beberapa hari lalu, kami memakamkan 40 orang dalam sehari. Kami kerja sampai tengah malam,” ujar Ahi (36), salah satu petugas pemakaman.
Alat berat
Sebelumnya, penggalian makam untuk jenazah pasien Covid-19 dilakukan manual oleh Ahi dan kawan-kawannya. Namun, karena kasus kematian semakin meningkat, mereka dibantu eksavator untuk mempercepat proses penggalian sejak pertengahan Juli 2021.
Pada Senin (19/7/2021) tengah hari, para petugas pemakaman tengah bersitirahat di bilik tenda di tepi lahan makam Covid-19. Mereka bertelanjang dada setelah melepas alat pelindung diri. Mereka makan siang sambil menunggu jadwal pengantaran jenazah.
Di hadapan mereka terhampar lahan sekitar 1 hektar yang baru saja disiapkan untuk pemakaman jenazah pasein Covid-19. Saat menunggu jenazah diantarkan, sebuah eksavator bekerja menyiapkan lubang galian makam.
Dengan demikian, petugas di pemakaman bisa bekerja lebih cepat. Ketika jenazah datang, mereka tinggal mengangkut peti jenazah dan menutup lubang kubur. Adapun lahan yang disiapkan untuk pemakaman jenazah pasien Covid-19 seluas 2 hektar.
”Kami antisipasi karena jenazah dari hari ke hari bertambah. Satu blok pemakaman sudah penuh, kemudian kami buka lagi di blok baru sekitar setengah hektar luasnya,” ujar Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Balikpapan I Ketut Astana.
Baca juga: Tiga Kasus Covid-19 Varian Delta Terdeteksi di Balikpapan
Kota Balikpapan tercatat dengan kasus kematian akibat Covid-19 tertinggi di Kalimantan Timur. Jumlahnya 959 pasien meninggal hingga Rabu (21/7/2021), diikuti Kota Samarinda dengan jumlah 464 kasus kematian.
Pada gelombang ketiga ini, kasus aktif Covid-19 di Balikpapan juga meningkat dibanding gelombang sebelumnya. Menurut catatan Dinas Kesehatan Kaltim, gelombang pertama di Balikpapan terjadi pada September 2020 dengan kasus aktif tertinggi 895 kasus. Gelombang kedua terjadi pada Februari 2021 dengan kasus aktif tertinggi 1.775 kasus.
Pada gelombang ketiga ini, catatan kasus aktif tertinggi sementara terjadi pada 17 Juli 2021 dengan jumlah 5.130 kasus aktif, tiga kali lipat dari gelombang sebelumnya. Hal itu membuat rumah sakit penuh dan ribuan orang melakukan isolasi mandiri di rumah serta tempat yang disediakan pemerintah.
Dengan melihat kondisi tersebut, Pemkot Balikpapan memperpanjang Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level IV pada 21-25 Juli. Restoran hanya bisa melayani kegiatan pesan-antar untuk mencegah kerumunan.
Menurut epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman Samarinda, Ike Anggraeni, disiplin publik adalah kunci utama menurunkan penularan dan mencegah kematian akibat Covid-19. Hal ini juga perlu peran besar pemerintah dalam membuat kebijakan secara nasional, seperti pembatasan kegiatan, tes merata, pelacakan ketat, dan vaksinasi.
Oleh karena pemerintah tidak melakukan karantina wilayah, kebutuhan masyarakat di tengah pembatasan kegiatan tidak dipenuhi oleh pemerintah. Hal itu, menurut Ike, turut membuat pembatasan yang selama ini dilakukan tidak berdampak signifikan karena sejumlah orang tetap terpaksa keluar rumah untuk bekerja dan beraktivitas.
”Pemerintah dapat berperan besar merestriksi mobilitas masyarakat secara masif. Namun, secara nasional, kebijakan ini tidak menjadi pilihan utama karena pertimbangan kepentingan ekonomi. PPKM mikro yang telah dijalankan juga masih belum mampu membendung laju peningkatan kasus,” kata Ike.