BPKP Aceh Temukan Kerugian Keuangan Negara Sebesar Rp 21,5 Miliar
Mendesak aparat penegak hukum untuk segera menetapkan tersangka terhadap delapan kasus yang telah diaudit oleh BPKP Aceh. Menurut Alfian, adanya kerugian keuangan negara menunjukkan adanya praktik korupsi.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Aceh menemukan kerugian keuangan negara pada 2020 sebesar Rp 21,5 miliar. Nilai kerugian itu merupakan hasil audit terhadap delapan kasus dugaan korupsi di kabupaten/kota dan Provinsi Aceh.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh Indra Khairan dihubungi pada Kamis (22/7/2021) mengatakan, negara mengalami kerugian karena pengelolaan anggaran tidak sesuai aturan. ”Adanya nilai kerugian keuangan negara karena lemahnya pengawasan di lingkungan pemerintah daerah,” kata Indra.
Delapan kasus yang memicu kerugian negara adalah penyalahgunaan dana desa Rp 537 juta, pembangunan jembatan Rp 417 juta, program peningkatan sumber daya santri Rp 3,7 miliar, peningkatan pelayanan rumah tangga DPR kabupaten/kota Rp 1 miliar, pembangunan jaringan irigasi desa Rp 390 juta, peningkatan jalan Rp 4,2 miliar, penyaluran beasiswa pendidikan Rp 10,1 miliar, dan pengadaan sapi Rp 1,2 miliar.
Adanya nilai kerugian keuangan negara karena lemahnya pengawasan di lingkungan pemerintah daerah.
”Anggaran tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA), APBD kabupaten, dan APBN,” ujar Indra.
Hasil audit BPKP menjadi bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum untuk memproses kasus tersebut sebagai tindak pidana korupsi. Beberapa kasus yang diaudit oleh BPKP Aceh tersebut, aparat penegak hukum telah menetapkan tersangka korupsi, seperti kasus korupsi pembangunan jembatan di Kabupaten Pidie Jaya.
Indra menambahkan, diperlukan komitmen antikorupsi dari kepala daerah dan pejabat tinggi instansi pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Fungsi pengawas internal atau inspektorat juga perlu diperkuat.
Integritas lemah
Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran Alfian mengatakan, praktik korupsi terjadi karena lemahnya integritas aparatur pemerintah. Menurut Alfian, banyak korupsi terjadi pada kegiatan fisik dan pengadaan barang/jasa. Modusnya dengan menaikkan harga/mark up dan kegiatan fiktif.
”Dalam kasus bantuan beasiswa, penerima tidak diberikan uang sesuai dengan yang ditandatangani, tetapi dipotong oleh oknum anggota dewan, sebagai pengusul,” kata Alfian.
Alfian mendesak aparat penegak hukum untuk segera menetapkan tersangka terhadap delapan kasus yang telah diaudit oleh BPKP Aceh. Menurut Alfian, adanya kerugian keuangan negara menunjukkan adanya praktik korupsi.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Winardy mengatakan, dalam kasus bantuan beasiswa pendidikan, pihaknya telah memanggil para anggota DPR Aceh yang diduga memotong beasiswa tersebut. Sementara dalam kasus pengadaan sapi, pihaknya akan segera menetapkan tersangka.
Adapun kasus pembangunan Jembatan Pidie Jaya ditangani oleh Kejaksaan Negeri Pidie Jaya. Sebanyak empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.