Serapan Anggaran Kesehatan NTB Telah Mencapai 43,1 Persen
Mendagri menegur 19 provinsi karena mereka dinilai lamban menyerap anggaran kesehatan selama pandemi Covid-19, termasuk NTB. Terkait hal itu, Pemprov NTB menegaskan serapan telah tinggi, yakni 43,1 persen.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengirim surat teguran kepada 19 provinsi yang dinilai lamban menyerap anggaran kesehatan selama pandemi Covid-19. Salah satunya Nusa Tenggara Barat. Menyikapi hal itu, pemerintah provinsi tersebut menyebut Mendagri menggunakan data yang belum diperbarui karena saat ini penyerapan NTB telah mencapai 43,1 persen.
Sekretaris Daerah Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi, saat dihubungi dari Mataram, Senin (20/7/2021), mengatakan, data yang digunakan Mendagri adalah surat perintah membayar hingga 30 Juni 2021. ”Sementara laporan kami sudah sampai 15 Juli 2021 saja sudah di atas 41 persen,” kata Gita.
NTB, kan, tidak sendirian. Ada 19 provinsi atau sekitar 60 persen. Itu masih wajar-wajar saja. Lain halnya kalau NTB sendiri yang ditegur, berarti ada sesuatu yang salah.
Seperti diberitakan, Tito Karnavian mengatakan terdapat 19 provinsi yang memiliki permasalahan dalam penyerapan anggaran kesehatan. Salah satunya insentif untuk tenaga kesehatan.
Ke-19 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riua, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, DI Yogyarkata, Bali, NTB, Kalimatan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawei Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri, banyak daerah yang belum merealisasikan sepenuhnya bantuan operasional kesehatan tambahan (BOKT) tahun anggaran 2020.
Selain itu, realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan daerah juga masih minim. Padahal, pemerintah telah memperbolehkan delapan persen dari dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) tahun anggaran 2021 yang diperoleh daerah digunakan untuk anggaran kesehatan termasuk insentif tenaga kesehatan (Kompas, 19/7).
Menurut Gita, setelah capaian 41 persen pada 15 Juli 2021, pada Jumat (17/7/2021) kemarin terdapat tambahan dari Rumah Sakit H L Manambai Sumbawa sebesar Rp 887 juta. ”Total (SPM) sudah mencapai Rp 21,303 miliar atau 43,1 persen,” kata Gita.
Gita menambahkan, teguran itu tentu secara politik memberi citra tidak bagus bagi NTB. Oleh karena itu, mereka akan berupaya agar tidak mendapat teguran lagi. Meski demikian, prinsip kehati-hatian dan kecermatan dalam menyiapkan daya dukung administrasi yang diperlukan.
”NTB, kan, tidak sendirian. Ada 19 provinsi atau sekitar 60 persen. Itu masih wajar-wajar saja. Lain halnya kalau NTB sendiri yang ditegur, berarti ada sesuatu yang salah. Ini rata-rata semua sedang bekerja, kok, dan progresnya bagus. Lain halnya bila serapa rendah dan stagnan, baru bisa dianggap masalah,” kata Gita.
Insentif
Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kadiskominfotik) Najamuddin Amy, dalam keterangan tertulisnya, juga menyampaikan, insentif nakes yang sudah dibayar sampai Juni mencapai Rp 21,303 miliar atau 43,1 persen. Selain itu, insentif vaksinator sampai Juni juga sudah dibayarkan sebesar Rp 747 juta.
Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi NTB Nurhandini Ekadewi menambahkan, insentif bagi tenaga kesehatan dibawah lingkup Pemprov NTB sudah dibayarkan sejak Januari sampai Juni 2021. Pembayaran melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebelum refocusing anggaran sebelum pembayaran oleh pemerintah provinsi dicairkan.
”Saat SPM diperiksa, pembayaran bulan Juni sedang berproses untuk mengganti dana yang dikeluarkan BLUD,” kata Eka.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Lalu Hamzi Fikri menambahkan, insentif tenaga kesehatan tahun ini realisasinya cukup bagus. Menurut dia, insentif tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas mereka pada masa pandemi dan menjadi atensi pemerintah kabupaten dan kota agar hak mereka terpenuhi.