Hampir 1.000 Perawat di Kota Surakarta Terpapar Covid-19
Hampir 1.000 perawat di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terpapar Covid-19 sejak Januari 2021. Kelelahan akibat lonjakan kasus Covid-19 diduga menjadi penyebab tumbangnya para tenaga kesehatan tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Hampir 1.000 perawat di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terpapar Covid-19 sejak Januari 2021. Lonjakan kasus harian Covid-19 diduga menjadi penyebab peningkatan angka paparan terhadap tenaga kesehatan. Kondisi itu membuat tenaga kesehatan kelelahan sehingga lebih mudah tertular penyakit.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPD PPNI) Kota Surakarta Suminanto mengungkapkan, setiap kali ada lonjakan kasus, fasilitas layanan kesehatan selalu penuh. Praktis, beban tenaga kesehatan bertambah. Terlebih dengan adanya tenaga kesehatan yang terpapar mengingat tingginya risiko pekerjaan mereka.
”Perawat atau tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19 mengurangi jumlah tenaga yang bertugas. Tentunya beban yang ditanggung perawat yang bertugas juga meningkat. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental,” kata Suminanto dalam telekonferensi daring, Senin (19/7/2021).
Menurut data DPD PPNI Kota Surakarta, sejak Januari 2021 hingga Juli 2021 tercatat 991 perawat di daerah tersebut terkonfirmasi positif Covid-19 dari total sekitar 6.500 anggota organisasi tersebut. Jumlah perawat yang tertular Covid-19 melampaui periode Maret 2020 hingga Desember 2020 sekitar 700 orang perawat.
Selanjutnya, sejak Januari hingga Juli 2021 ada empat perawat yang meninggal akibat Covid-19. Sementara itu, pada Maret 2020 hingga Desember 2020 tercatat tujuh perawat meninggal akibat terpapar Covid-19.
Suminanto mengungkapkan, keterbatasan jumlah perawat mengakibatkan rumah sakit kesulitan membagi jadwal tugas. Para perawat sudah mulai kelelahan. Tugasnya begitu banyak, baik mengawasi pemantauan kesehatan pasien di rumah sakit maupun pemantauan isolasi mandiri.
Upaya menangani keterbatasan jumlah perawat, kata Suminanto, dilakukan dengan merekrut sukarelawan. Salah satu bentuknya berupa kerja sama dengan institusi pendidikan. Mahasiswa tingkat akhir sekolah keperawatan didorong menjadi sukarelawan yang membantu layanan penanganan Covid-19.
”Dukungan institusi pendidikan sangat positif. Setidaknya ini membantu mengurai solusi (atas kekurangan jumlah perawat),” kata Suminanto.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Surakarta Adji Suwandono menyampaikan, keterbatasan jumlah dokter juga terjadi dengan banyaknya penambahan kasus belakangan ini. Pada 17 Juli 2021 tercatat 20 dokter yang menjalani isolasi mandiri dan 9 orang dirawat di rumah sakit karena terkonfirmasi positif Covid-19.
Selain itu, kata Adji, sejak awal pandemi Covid-19 tercatat 13 dokter anggota IDI Kota Surakarta gugur setelah berjuang melawan penyakit tersebut. Tujuh orang di antaranya merupakan dokter umum, sedangkan sisanya terdiri dari dokter spesialis untuk radiologi, jiwa, saraf, anestesi, dan kandungan.
”Kami punya anggota 1.900 dokter. Tetapi, kehilangan ini tidak bisa dihitung matematis begitu saja. Itu kehilangannya spesialis yang kami butuhkan. Kaitannya adalah ilmu dan kompetensi. Kehilangan seorang dokter yang harus isolasi mandiri 14 hari itu saja sangat berharga bagi kami,” kata Adji.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bung Karno Kota Surakarta Wahyu Indianto menyampaikan, paparan Covid-19 terhadap dokter sangat mengganggu layanan di rumah sakit. Sempat pihaknya harus beberapa kali menutup salah satu layanan akibat keterbatasan jumlah tenaga kesehatan. Padahal, protokol kesehatan sudah diterapkan sedemikian ketat.
”Kalau ada yang merasa bergejala, kami langsung lakukan swab. Tetap saja ada yang ditemukan positif. Kira-kira 25 orang tenaga kesehatan. Itu selalu bergantian dari total kekuatan kami 400 tenaga kesehatan,” kata Wahyu.
Lebih lanjut, Wahyu menceritakan, beberapa waktu lalu ada dua orang dokter spesialis yang menangani Covid-19 justru tertular penyakit tersebut. Akibatnya, kedua dokter itu harus melakukan isolasi dan layanan rumah sakit terhambat. Pihaknya sempat meminta bantuan ke rumah sakit lain. Belum selesai proses pengurusan bantuan, salah seorang dokter yang tertular sudah bisa bekerja kembali. Diduganya, kedua dokter itu tertular karena kelelahan mengurus pasien Covid-19.