Karantina Terpusat dan Pusat Informasi Covid-19 Dibutuhkan di Kupang
Kebingungan dan ketidaktahuan akan Covid-19 telah membuat seorang ibu rumah tangga berinsial MG (47), warga Kelurahan Liliba, Kota Kupang, NTT, depresi dan harus dilarikan ke RSJ setelah suaminya positif Covid-19.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS —Kebingungan dan ketidaktahuan akan Covid-19 telah membuat seorang ibu rumah tangga berinsial MG (47), warga Kelurahan Liliba, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengalami depresi. Karantina terpusat pasien Covid-19 atau pusat informasi Covid-19 bagi warga sangat dibutuhkan di Kupang dan kabupaten lain di NTT.
Lurah Liliba Viktor Makoni, Sabtu, (17/7/2021), mengatakan, MG harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa Naimata, Kupang, akibat depresi berat setelah suaminya, DP (49), divonis terpapar Covid-19. Status Covid-19 pada MG bersama anggota keluarga lainnya pun belum jelas karena hasil tes PCR belum diumumkan.
DP dinyatakan positif setelah bersama istri dan anaknya pulang dari Flores mengikuti penguburan anggota keluarga. Tiba di Kupang, DP merasa demam, pilek, batuk, dan penciuman hilang. Ia lalu ke Puskesmas Penfui dan dinyatakan positif Covid-19. Ia lalu dirawat mandiri di salah satu kamar kos milik mereka di samping rumah.
Saat DP menjalani isolasi mandiri itu, istrinya masuk rumah sakit jiwa. Sementara anggota keluarga lain diungsikan ke rumah tetangga meski hasil PCR belum diketahui. MG diduga depresi karena tidak punya pengetahuan bagaimana merawat pasien Covid-19. Dia kesulitan mendapatkan informasi seputar pengobatan pasien Covid-19.
Mat Sarmento (51), seorang penyintas Covid-19 di Kelurahan Liliba, mengatakan, sampai hari ini belum banyak warga yang paham soal bagaimana cara melakukan isolasi mandiri di rumah. Tidak ada yang bersedia mendekati pasien untuk memberi arahan dan pertolongan terkait hal itu, termasuk petugas kesehatan.
”Februari 2021 saya terpapar Covid-19. Saya berjuang melawan virus itu selama 17 hari. Setelah itu, saya tes PCR di puskesmas dan dinyatakan sembuh. Saat itu belum ada resep obat Covid-19 yang beredar luas di media sosial seperti sekarang. Jadi, saya pakai obat herbal saja, seperti bawang putih, madu, jeruk nipis, arak, dan jahe. Semua itu saya konsumsi selang-seling sesuai informasi dari teman,” tutur Sarmento.
Tidak ada yang bersedia mendekati pasien untuk memberi arahan dan pertolongan terkait hal itu, termasuk petugas kesehatan. (Mat Sarmento)
Ia mengaku tidak mendapat kunjungan dari petugas kesehatan, kecuali hari pertama setelah menjalani isolasi mandiri di rumah. Petugas juga tidak membawa obat atau memberi resep apa pun, kecuali menanyakan kondisi kesehatan Mat.
Saat menjalani isolasi mandiri, anak-anak dan istri Mat tinggal sementara di rumah anggota keluarga lain. ”Hanya istri yang sering datang menjenguk saya di rumah, membawa makanan dan membersihkan rumah, termasuk menyemprot setiap kamar rumah dengan disinfektan yang dibuat sendiri. Setelah itu, ia pulang. Anak-anak saya berkomunikasi melalui ponsel,” katanya.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, NTT, dr Hyronimus Fernandes mengatakan, sejak Februari 2021, Pemprov NTT melakukan refocusing anggaran untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di daerah itu senilai Rp 300 miliar, sementara Pemkot Kupang menyanggupi Rp 80 miliar. Dana penanggulangan Covid-19 itu termasuk menyediakan tempat karantina terpusat.
”Awal Maret 2021, berita di media massa menyebutkan pemkot menyewa Hotel Ima dan Hotel Brandon di Kupang untuk isolasi terpusat pasien Covid-19, selain menyiapkan Rumah Sakit Jiwa Naimata, Kupang. Namun, sampai hari ini tidak jelas pelaksanaannya. Mungkin ada hambatan, tetapi itu perlu dijelaskan kepada masyarakat,” katanya.
Per 15 Juli 2021, jumlah pasien yang menjalani perawatan Covid-19 di Kota Kupang sebanyak 1.339 orang. Sebagian besar dari para pasien itu menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing karena tempat tidur di delapan rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 penuh sejak awal akhir Mei 2021.
Di RSUD Yohannes Kupang telah terpasang tiga tenda untuk merawat pasien Covid-19. Tenda di rumah sakit ini bisa dipasang karena jumlah tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 masih tersedia. Namun, tujuh rumah sakit lain tidak menyediakan tenda khusus di sekitar rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19.
”Ada ratusan pasien Covid-19 dengan kategori sedang dan ringan menjalani isolasi mandiri di rumah-rumah. Kalau pemda tidak menyediakan isolasi terpusat, mestinya bisa menyediakan pusat informasi bagi para pasien dan masyarakat Kupang umumnya. Bagaimana cara melakukan isolasi mandiri atau menangani pasien Covid-19 di rumah,” kata Fernandes.
Pasien juga membutuhkan informasi mengenai jenis-jenis obat apa saja yang perlu dikonsumsi selama menjalani isolasi mandiri dan bagaimana anggota keluarga lain bersikap agar bisa bebas dari paparan Covid-19. Apakah mereka tetap tinggal bersama dengan pasien di rumah itu atau harus pindah rumah. Semua ini butuh informasi yang akurat dari nara sumber yang tepercaya dan kompeten.
Pusat layanan itu diperlukan untuk mengatasi kebingungan dan ketidakpahaman pasien bersangkutan dan anggota keluarga jika ada diantara mereka yang terpapar Covid-19. Saat ini beredar di media sosial sejumlah resep obat untuk pasien Covid-19 dan cara menangani pasien yang menjalani isolasi mandiri. Namun, semua informasi ini tidak bisa dipercaya begitu saja.
Fernandes mengatakan, pusat informasi resmi pemda itu sangat diperlukan di tengah jumlah kasus yang terus meningkat dan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang terbatas. Petugas medis yang berjaga di pusat layanan informasi itu harus siaga 24 jam dan diberikan insentif khusus, seperti petugas kesehatan lain yang melayani pasien Covid-19 di rumah sakit atau puskesmas.
Kota Kupang sejak 2015 memiliki Brigade Kupang Sehat (BKS) yang bekerja 24 jam. Namun, BKS dibentuk khusus untuk melayani pasien umum, bukan Covid-19. Fernandes mengusulkan sebaiknya BKS dipadukan dengan layanan informasi Covid-19 karena informasi soal Covid-19 bisa dilakukan melalui telepon atau telepon seluler.
Mat Sarmento pun mendukung agar pemkot menyediakan karantina terpusat dan layanan infrormasi bagi pasien Covid-19. ”Ini dua hal mendasar yang sebaiknya disiapkan pemkot,” kata Sarmento.
Anggota DPRD Kabupaten Kupang (2004-2009) ini mengatakan, layanan informasi Covid-19 ini sebaiknya disiapkan juga di setiap kabupaten/kota dan mudah diakses. Kasus Covid-19 saat ini sudah menembus ke desa terpencil.
”Pemda cukup bantu masyarakat di tengah pandemi ini dengan layanan informasi sehingga masyarakat tidak panik di tengah kondisi seperti ini,” katanya.