Pengedar di Tegal Budidayakan Ganja dan Jual Narkoba ke Pelajar
Seorang pemuda asal Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, diciduk polisi karena mengedarkan narkoba dan membudidayakan ganja. Jaringan ini mengedarkan narkoba kepada para pelajar.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Budi Setiawan (25), warga Desa Bongkok, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, diringkus polisi akibat membudidayakan ganja di rumahnya. Ia dan rekan sesama pengedar juga menjual narkoba kepada para pelajar. Akibat perbuatannya, ia terancam hukuman kurungan maksimal 12 tahun.
Keberadaan Budi ditelusuri dari penangkapan Restu Lubiyanto (23), warga Desa Dampyak, Kecamatan Kramat dan Rangga Mukti Sanjaya (23), warga Desa Padaharja, Kecamatan Kramat, oleh Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Kepolisian Resor Tegal. Kedua orang itu ditangkap saat sedang bertransaksi obat keras yang masuk kategori G di Desa Curug, Kecamatan Pangkah, Kamis (8/7/2021). Dari tangan keduanya, polisi menyita 150 butir obat jenis tramadol, 30 butir hexymer, dan 20 butir trihexyphenidyl.
Saat diperiksa, Restu dan Rangga mengaku mendapatkan ratusan butir obat keras itu dari Budi. Polisi kemudian menangkap Budi pada Jumat (9/7/2021) saat ia tengah bertransaksi narkoba di Desa Bangungalih, Kecamatan Kramat. Kala itu, Budi kedapatan membawa 20 butir trihexyphenidyl.
”Seusai meringkus tersangka BS di Desa Bangungalih, kami memutuskan menggeledah rumah yang bersangkutan. Hal ini kami lakukan setelah mendapat informasi dari tersangka RL dan RM yang menyebutkan BS adalah pemasok sehingga kami meyakini di rumah BS masih ada barang bukti lain yang lebih banyak,” kata Kepala Polres Tegal Ajun Komisaris Besar Arie Prasetya Syafaat dalam konferensi pers, Kamis (15/7/2021).
Di rumah Budi, polisi menemukan 970 butir hexymer, 1 paket sabu berat 1,24 gram, alat pengisap sabu, 6 potongan batang ganja, 1 paket biji ganja seberat 1,2 gram, dan 3 pot tanaman ganja. Kepada polisi, Budi mengaku mendapatkan obat-obat keras dan paket sabu dari seorang pemasok di Jakarta. Adapun biji ganja dan potongan ganja siap pakai itu ia dapatkan dari seorang pemasok di Desa Kedokansayang, Kecamatan Tarub.
”Awalnya, saya pisahkan batang dan biji ganja yang saya beli. Bijinya saya buang di samping rumah, tapi ternyata tumbuh. Karena penasaran, saya coba pindahkan tanaman itu ke pot, terus saya masukkan ke kemar,” ucap Budi.
Saat disita polisi, usia tanaman ganja milik Budi sekitar satu bulan. Budi mengklaim, dirinya belum pernah memanen ganja yang ia tanam. Menurut rencana, ganja yang ia budidayakan itu akan ia konsumsi sendiri.
Akibat perbuatannya, Budi disangkakan dengan Pasal 111 Ayat (1) subsider Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman yang ia terima adalah penjara minimal empat tahun dan maksimal 12 tahun.
Sementara itu, Restu dan Rangga dijerat dengan Pasal 197 subsider Pasal 196 lebih subsider Pasal 98 Ayat (2) tentang Kesehatan juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Mereka berdua terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pelajar
Menurut Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Tegal Inspektur Satu Triyatno, Budi, Restu, dan Rangga menjual obat-obat keras itu kepada para pelajar di Kabupaten Tegal. Pil hexymer mereka jual dengan harga Rp 10.000 untuk setiap tiga butir. Adapun tramadol dijual dengan harga Rp 10.000 per butir.
”Sudah dua tahun terakhir tersangka menjual obat-obat keras ini kepada para pelajar. Kendati tidak masuk ke dalam golongan narkotika, obat-obat ini bisa menimbulkan adiksi yang lebih parah dari narkoba jika disalahgunakan,” ujar Triyatno.
Menurut Triyatno, pihaknya telah meringkus sebanyak 23 orang sepanjang 2021. Mereka terbukti bersalah karena terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan obat-obat keras.