Kabupaten Malang, Jawa Timur, kaya akan sejumlah buah-buahan eksotis. Salah satunya adalah pisang unggul yang banyak ditanam warga Desa Srimulyo di Kecamatan Dampit. Kini, pisang itu dalam proses sertifikasi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Malang bersama Kementerian Pertanian tengah menyertifikasi pisang unggul yang banyak dibudidayakan oleh petani di Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menurut rencana, setelah sertifikasi, pisang tersebut akan dikembangkan secara luas melalui sistem kultur jaringan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar, Rabu (14/7/2021), mengatakan, proses sertifikasi diharapkan rampung bulan-bulan ini. ”Sekarang masih sertifikasi dulu sebelum membuat kultur jaringan. Ada sejumlah proses yang mesti dilewati,” ujarnya.
Menurut Budiar, keunggulan dari pisang yang memiliki nama ”sang mulyo” itu adalah ukuran tandan buahnya yang bisa mencapai 1,5 meter. Rasa pisang manis menyerupai cavendis. Nama sang mulyo sendiri diberikan oleh Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja ke Malang, April lalu.
Saat itu, Presiden—yang melihat langsung tandan pisang yang dimaksud--bahkan meminta agar sang mulyo dibudidayakan hingga 1 juta pohon. Menurut rencana, ada sejumlah balai penelitian hortikultura di Indonesia yang akan terlibat dalam proses penelitian terkait pisang ini.
”Saat ini jumlah pohon induk sekitar 100 batang di Kecamatan Dampit. Untuk Jawa Timur ada Balai Penelitian Hortikultura di Surabaya. Namun, tempo hari Pak Bupati (M Sanusi) juga minta agar Universitas Brawijaya, Malang, dilibatkan,” katanya.
Mantri Tani Kecamatan Dampit Sudarmo Prasetyo mengatakan, saat ini sudah ada pengembangan tanaman pisang seluas 60 hektar (ha) yang ditanam secara tumpang sari dengan kopi. Aplikasinya, 30 persen pisang dan sisanya 70 persen kopi.
Menurut rencana, sang mulyo akan menggantikan tanaman peneduh (naungan) yang ada selama ini, seperti lamtoro. Dengan begitu, ada dua manfaat sekaligus yang diperoleh, yakni sebagai pohon naungan sekaligus memberikan penghasilan tambahan bagi petani yang selama ini hanya mengandalkan pemasukan dari kopi.
Apalagi, sang mulyo punya umur pendek, sekitar tujuh bulan. ”Pisang itu bisa monokultur, bisa tumpang sari. Berhubung ini ada di kawasan perkebunan, maka dikembangkan dengan memanfaatkan perkebunan yang telah ada. Kami punya lahan seluas 1.250 ha tanaman kopi milik sejumlah petani sehingga jika dimonokulturkan ada sekitar 350 ha nantinya,” katanya.
Sang mulyo sebenarnya punya nilai ekonomi tinggi. Di awal pandemi tahun 2020, harga satu tandan pisang ini bisa tembus Rp 450.000. Namun, saat ini harganya anjlok menjadi Rp 100.000-Rp 150.000 per tandan. Sejauh ini wilayah pemasarannya baru terbatas di sekitar Malang dan Surabaya.
Ketua Kelompok Tani Bumi Mulyo, Desa Srimulyo, Ponijo mengatakan, harga semua pisang saat ini turun akibat pandemi. Petani di Srimulyo berharap ada bantuan pemasaran dari pemerintah daerah. Dengan begitu, petani akan lebih bersemangat untuk membudidayakannya.
”Sejauh ini tidak ada kendala budidaya, hanya saja petani masih memikirkan cara pemasarannya. Harapannya, pemerintah memfasilitasi. Saya mengusulkan ada gudang (packing) untuk menampung produk dari petani. Kalau hasil panen bisa masuk dan pemasarannya jelas, hasilnya akan dirasakan petani,” ucapnya.
Menurut Ponijo, hampir semua warga Srimulyo memiliki tanaman pisang. Sang mulyo sendiri masuk ke desanya sejak tahun 2005-2006. Ada program demplot pisang dengan benih dari Solok, Sumatera Barat. Namun, dalam perkembangannya sudah ada perubahan genetika setelah belasan tahun tanaman itu dibudidayakan di Malang.
Sejauh ini tidak ada kendala budidaya, hanya saja petani masih memikirkan cara pemasarannya.
Menjurut Ponijo, tandan buah pisang yang berkembang di selatan Gunung Semeru itu jauh lebih besar dibandingkan di daerah asal. Hal itu diakui pula oleh sejumlah tamu dari Solok yang datang ke Srimulyo beberapa waktu lalu.
”Awalnya, petani diberi saja tidak mau karena bibitnya kecil-kecil (bibit kultur jaringan), sedangkan kebanyakan petani menanam pisang dari bonggol. Awalnya mereka pesimistis apakah bibit itu bisa tumbuh besar. Ternyata, setelah dicoba batangnya bisa besar juga,” tuturnya.