Ledakan kasus memperburuk situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur. Lonjakan yang tak pernah terjadi sebelumnya itu berpotensi mengganggu layanan kesehatan terhadap masyarakat terutama pasien Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur kian memburuk. Bahkan, dalam sehari, bertambah 6.269 kasus baru. Ledakan itu lebih dari dua kali lipat rekor penambahan harian 2.731 kasus baru. Lonjakan amat tinggi terjadi saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Wabah Covid-19 diketahui pertama kali menyerang enam warga Surabaya dan dua warga Malang pada 17 Maret 2020. Rekor tertinggi penambahan harian terjadi pada Senin (12/7/2021) yang 2.731 kasus baru. Namun, sehari setelahnya atau hari ini, Selasa (13/7/2021), penambahannya 6.269 kasus baru atau 2-3 kali lipat dari rekor kemarin.
Dalam ledakan kasus sehari itu, Surabaya, ibu kota Jatim, menyumbang terbanyak dengan 1.621 kasus. Yang terbanyak selanjutnya Sidoarjo (447 kasus), Gresik (396 kasus), Kota Malang (310 kasus), Kabupaten Kediri (271 kasus), dan Kabupaten Malang (264 kasus). Yang terendah menyumbang Kota Probolinggo (12 kasus) dan Pacitan (19 kasus).
Dengan penambahan 6.269 kasus baru, jumlah akumulasi atau warga terpapar Covid-19 di Jatim sebanyak 203.372. Kematian bertambah 179 orang menjadi 148.877 orang. Kesembuhan bertambah 2.131 orang menjadi 168.834 orang. Kasus aktif atau jumlah pasien yang ditangani bertambah 3.959 orang menjadi 19.661 orang. Tingkat kesembuhan (case recovery rate) 83 persen sedangkan fatalitas (case fatality rate) 7,3 persen.
Penambahan 6.269 kasus baru belum pernah terjadi selama ini di Jatim. Namun, lonjakan kasus mulai dirasakan sejak awal Juni 2021 di Bangkalan, Pulau Madura. Lonjakan terkait dengan serangan mutasi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2), yakni Alpha, Beta, Delta. Varian Delta dua kali lebih cepat menular dan mempercepat kondisi kesehatan pasien memburuk sehingga meningkatkan risiko kematian.
Mobilitas masyarakat yang tidak bisa dikendalikan turut meningkatkan percepatan penularan Covid-19 yang akhirnya dirasakan saat ini melalui ledakan jumlah orang terpapar.
Di Surabaya, peningkatan kasus tertinggi selama ini tak menembus 100 orang dalam sehari. Penambahan 1.621 kasus dalam sehari mengonfirmasi situasi pandemi di Surabaya memburuk dengan cepat. Situasi ini terjadi saat PPKM darurat 3-20 Juli 2021. Kebijakan bertujuan menekan mobilitas masyarakat dengan harapan dapat mempercepat situasi wabah menuju landai atau berangsur-angsur menurun.
Di sisi lain, PPKM bisa menjadi alasan bagi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menggencarkan lagi pengetesan, pelacakan, penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T) sekaligus sosialisasi disiplin protokol kesehatan.
Gencarnya pengetesan dan pelacakan akan linier dengan terungkapnya kasus-kasus baru. Boleh jadi, ini bisa dikaitkan dengan ledakan kasus yang sedang terjadi di Surabaya dalam sehari. Maksudnya, kasus-kasus yang selama ini ”bersembunyi” akhirnya dibongkar ke permukaan melalui pengetesan dan pelacakan.
Di Surabaya selama ini sudah ada pengambilan sampel tes usap PCR sebanyak 916.904 sampel. Jumlah itu tertinggi se-Jatim. Jumlah itu pun bertambah 5.342 sampel dari sehari atau hari-hari sebelumnya.
Ledakan kasus yang sedang terjadi amat mungkin menggambarkan situasi yang mendekati kenyataan.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo mengatakan, ledakan kasus yang sedang terjadi amat mungkin menggambarkan situasi yang mendekati kenyataan. Dengan lonjakan kasus, satgas dan pemerintah memiliki dalih untuk menempuh kebijakan intervensi yang diharapkan tepat dan efektif.
”Semoga masih bisa ditangani meski seluruh sektor terutama kesehatan akan amat terganggu,” kata Windhu.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, telah mencoba mengantisipasi lonjakan kasus dengan mengoperasikan Rumah Sakit Darurat di Lapangan Tembak Kedung Cowek. Selain itu, memaksimalkan layanan puskesmas menjadi 24 jam atau tanpa henti.
Eri mengatakan, RS Darurat dioperasikan untuk mengurangi beban pelayanan fasilitas Pemerintah Kota Surabaya antara lain RSUD Dr Mohamad Soewandhie. Pasien Covid-19 yang membaik di Soewandhie bisa dipindahkan untuk pemulihan di RS Darurat. Dengan demikian, Soewandhie dapat melayani pasien baru Covid-19 yang memerlukan penanganan kedaruratan.
”Sebelumnya, kami telah memaksimalkan Asrama Haji Sukolilo untuk penanganan pasien gejala ringan,” kata Eri. Asrama juga menjadi lokasi karantina buruh migran dari mancanegara untuk menjalani tes usap PCR. Yang positif Covid-19 dirujuk ke RS, fasilitas, atau menjalani isolasi mandiri sesuai kondisi kedaruratan yang dialami pasien.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan puskesmas mulai Senin atau kemarin melayani 24 jam juga bertujuan untuk merespons ledakan kasus Covid-19. Layanan 24 jam mungkin belum bisa diberikan secara prima karena tenaga kesehatan terbatas.
Idealnya layanan 24 jam didukung oleh tiga sif tenaga kesehatan atau pergantian setiap 8 jam. Namun, keterbatasan tenaga kesehatan, salah satunya karena paparan Covid-19, memaksa pergantian sementara berlaku dua sif atau setiap 12 jam.
Namun, layanan yang dibuka ketika malam hanya poli umum dan kedaruratan. Layanan kesehatan yang tidak terkait dengan dua hal tadi belum memungkinkan untuk diberikan.
Menurut Febria, meski tenaga kesehatan terbatas, tetapi pemerintah berusaha untuk melayani 24 jam dengan tujuan mempercepat penanganan pandemi agar lekas melandai. Di puskesmas telah ditempatkan aparatur tambahan dari kelurahan dan kecamatan untuk memastikan pelayanan terbaik bagi warga Surabaya.
”Misalnya, penjemputan dan pengantaran pasien hingga pengurusan jenazah bahkan dokumen kematian bisa dilakukan oleh petugas terpadu di puskesmas,” kata Febria.