Menolak Tambang Timah, Ratusan Nelayan Bangka Duduki Kapal Isap
Ratusan nelayan di Pesisir Air Hantu-Bedukang, Kepulauan Bangka Belitung, menduduki Kapal Isap Citra Bangka Lestari. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perluasan tambang PT Timah.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Ratusan nelayan di Pesisir Air Hantu-Bedukang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, menduduki kapal isap Citra Bangka Lestari. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perluasan tambang PT Timah di area sengketa yang meliputi Pesisir Matras hingga Pesaren.
Ketua Nelayan Tradisional Peduli Lingkungan (NTPL) Matras-Pesaren Suhardi (49), Senin (12/7/2021), mengatakan, saat ini ada sekitar 300 nelayan yang menduduki Kapal Isap Produksi (KIP) Citra Bangka Lestari. Para nelayan tradisional di Bangka itu marah karena delapan KIP milik PT Timah terlihat mulai beroperasi di Pesisir Air Hantu-Bedukang sejak dua hari lalu.
Penolakan terhadap rencana usaha pertambangan timah di Pesisir Matras-Pesaren yang panjangnya lebih kurang 70 kilometer itu sudah dilakukan sejak 2015. Namun, penolakan nelayan tidak berhasil. Pada 9 November 2020, belasan KIP mulai beroperasi di Pesisir Matras. Lalu, kini, wilayah operasi KIP itu meluas dari Pesisir Matras ke arah Pesaren dan mulai memasuki Pesisir Air Hantu-Bedukang.
”Nelayan akan bertahan menduduki kapal ini sampai pemerintah membatalkan rencana tambang di perairan ini. Kami tidak bisa diam saja karena keluarga kami bakal mati kelaparan kalau laut ini rusak,” kata Suhardi saat dihubungi dari Batam.
Aktivitas KIP di Pesisir Bangka membuat relief dasar laut menjadi penuh lubang dan gundukan. Hal itu tampak dari munculnya beberapa pusaran air, atau yang disebut nelayan setempat sebagai busung. Busung membahayakan nelayan kala melaut pada malam hari. Apabila menabrak busung, perahu nelayan bisa terbalik, bahkan hancur.
Kami tidak bisa diam saja karena keluarga kami bakal mati kelaparan kalau laut ini rusak. (Suhardi)
Selain itu, limbah buangan dari KIP berupa tailing atau lumpur sisa produksi membuat laut sekitar menjadi keruh. Belum lagi soal limbah sisa bahan bakar dan serpihan logam dari KIP yang kadang terbawa arus sampai ke pantai. Nelayan kesulitan mencari ikan dan pariwisata pun lumpuh.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah Anggi Siahaan menyatakan, KIP Citra Bangka Lestari beroperasi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Wilayah operasi KIP Citra Bangka Lestari termasuk dalam izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Menurut dia, PT Timah sudah melaporkan kejadian itu kepada inspektur tambang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. ”Selain itu, kami juga sedang mengumpulkan informasi dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat menentukan langkah selanjutnya sampai dengan pelaporan ke pihak yang berwajib,” ujarnya.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyatakan, PT Timah harus segera menarik seluruh KIP di lokasi sengketa yang meliputi Pesisir Matras-Pesaren. Kehadiran KIP di wilayah sengketa dikhawatirkan bakal memancing konflik dengan masyarakat nelayan.
Merah menilai konflik di Pesisir Matras-Pesaren berawal dari penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang dilakukan tanpa melibatkan nelayan. Padahal, di wilayah itu terdapat lebih kurang 2.000 nelayan yang menggantungkan hidupnya di sektor perikanan.
”Ini persoalan darurat, pemerintah pusat dan daerah harus hadir dan segera duduk bersama menyelesaikan masalah ini. Sangat ironis apabila di masa pandemi ini nelayan terpaksa harus beramai-ramai melakukan protes di laut demi mempertahankan periuk nasi mereka,” ucap Merah.