Menkes Ganti Dirut RSUP Dr Sardjito, Diklaim Rotasi Jabatan Biasa
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengganti Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Meski dilakukan beberapa hari setelah terjadinya masalah oksigen di RS itu, pergantian diklaim sebagai rotasi jabatan biasa.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengganti Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski dilakukan beberapa hari setelah muncul kasus ketersediaan oksigen di RSUP Dr Sardjito pada 3 Juli, pergantian itu diklaim sebagai rotasi jabatan biasa.
Koordinator Hukum, Organisasi, dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan, membenarkan adanya pergantian jabatan tersebut. Menurut Banu, pada Senin (12/7/2021) pukul 12.00, Menkes Budi Gunadi Sadikin telah melantik Eniarti sebagai Direktur Utama RSUP Dr Sardjito yang baru. Eniarti sebelumnya menjabat sebagai Dirut Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Soerojo, Magelang, Jawa Tengah.
Dalam pelantikan secara virtual itu, Menkes juga melantik Rukmono Siswishanto sebagai Direktur Utama RSJ Prof Dr Soerojo. Sebelumnya, Rukmono menjabat Dirut RSUP Dr Sardjito. RSUP Dr Sardjito dan RSJ Prof Dr Soerojo merupakan rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sehingga Menkes berwenang mengganti dirut di dua rumah sakit tersebut.
Banu menyebut, pergantian jabatan tersebut merupakan rotasi jabatan biasa dan sesuatu yang lumrah. ”Pergantian ini merupakan rotasi jabatan biasa dan itu hal lumrah di lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai penyegaran organisasi,” ujarnya melalui pesan singkat, Senin sore.
Dalam keterangan tertulis yang dimuat di situs resmi Kemenkes, Budi Gunadi Sadikin menyatakan, rotasi dan mutasi jabatan merupakan hal biasa dalam penyegaran organisasi. Budi juga mengingatkan, organisasi yang dijalankan saat ini di lingkungan Kemenkes tengah menghadapi tekanan luar biasa karena peningkatan kasus Covid-19.
”Untuk itu, di mana pun rekan-rekan berada sebagai pimpinan rumah sakit, terutama yang merupakan rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan, harus dipastikan bahwa tugas utama kita melayani masyarakat sebaik-baiknya, mempersiapkan infrastruktur dengan sebaik-baiknya, dan juga membina semua tenaga kesehatan di rumah sakit kita dengan sebaik-baiknya,” tutur Budi.
Dalam kesempatan itu, Budi meminta para dirut rumah sakit vertikal di bawah Kemenkes untuk mengantisipasi semua masalah yang berpotensi terjadi. ”Oleh karena itu, titipan saya kepada para dirut rumah sakit vertikal di seluruh Indonesia, pastikan bahwa kita meluangkan waktu dan tenaga yang cukup untuk mengantisipasi semua masalah yang mungkin terjadi dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap masyarakat di sekitar kita,” katanya.
Masalah oksigen
Pergantian posisi Dirut RSUP Dr Sardjito itu dilakukan sekitar sembilan hari setelah terjadi masalah ketersediaan oksigen di rumah sakit rujukan utama di DIY dan Jateng bagian selatan tersebut pada Sabtu (3/7/2021). Pada Sabtu pukul 20.00, RSUP Dr Sardjito kehabisan persediaan oksigen sentral. Akibatnya, rumah sakit itu harus mencukupi kebutuhan oksigen medis para pasiennya dengan oksigen tabung.
Saat itu, RSUP Dr Sardjito juga mendapat bantuan oksigen tabung dari sejumlah pihak, misalnya Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kepolisian Daerah (Polda) DIY. Pada Minggu (4/7/2021) pukul 00.15, RSUP Dr Sardjito menerima bantuan oksigen dari Polda DIY sebanyak 100 tabung.
Bantuan oksigen itulah yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen di sejumlah bangsal perawatan pasien di RSUP Dr Sardjito. Setelah itu, RSUP Dr Sardjito mendapat tambahan pasokan oksigen cair yang dibawa dengan dua truk dari Kabupaten Kendal, Jateng.
Truk pertama datang pada Minggu pukul 03.40, sedangkan truk kedua tiba pukul 04.45. Oksigen cair itulah yang kemudian dipakai untuk mengisi persediaan oksigen sentral di RSUP Dr Sardjito.
Setelah masalah oksigen itu terungkap, beredar pula informasi adanya 63 pasien yang meninggal di RSUP Dr Sardjito. Saat itu, Rukmono Siswishanto selaku Dirut RSUP Dr Sardjito memberikan penjelasan melalui pernyataan tertulis.
Terkait informasi 63 pasien meninggal Rukmono saat itu menyatakan, jumlah tersebut merupakan jumlah pasien yang meninggal sejak Sabtu (3/7/2021) pagi hingga Minggu (4/7/2021) pagi. Menurut Rukmono, pasien yang meninggal itu tidak hanya pasien yang menggunakan bantuan oksigen atau pasien Covid-19 saja.
”Terkait pemberitaan yang menyebutkan 63 pasien meninggal, maka dapat kami sampaikan penjelasan lebih lanjut bahwa jumlah tersebut merupakan akumulasi dari hari Sabtu pagi (3/7/2021) sampai Minggu pagi (4/7/2021) dan tidak hanya pasien yang menggunakan oksigen atau Covid-19 saja yang meninggal,” kata Rukmono.
Rukmono menambahkan, jika dihitung sejak stok oksigen sentral habis pada Sabtu pukul 20.00, jumlah pasien meninggal di RSUP Dr Sardjito sebanyak 33 orang. Dia juga menyebut, 33 pasien yang meninggal itu bukan hanya pasien Covid-19 yang butuh bantuan oksigen.
”Sedangkan yang meninggal pasca-oksigen sentral habis pukul 20.00, kami sampaikan jumlahnya 33 pasien. Pasien sejumlah itu bukan semata-mata pasien Covid-19 yang harus mendapat bantuan oksigen, tetapi terdapat pasien lain pula,” ujar Rukmono.
Selain itu, ia menuturkan, para pasien yang membutuhkan bantuan oksigen juga tetap tersuplai oksigen dengan oksigen tabung. Oleh karena itu, dia mengklaim, tidak benar jika ada pasien yang meninggal tanpa mendapat bantuan oksigen.
”Pasien-pasien yang memerlukan bantuan oksigen tetap tersuplai dengan oksigen tabung. Sehingga tidak benar jika meninggal tanpa bantuan oksigen, tetapi proses meninggalnya karena kondisi klinisnya yang memburuk,” ungkap Rukmono.