Sulut Waspadai Pelaku Perjalanan dengan Surat Hasil Tes PCR Palsu
Jumlah penumpang pesawat tujuan Sulawesi Utara yang terdeteksi positif Covid-19 setibanya di Bandara Sam Ratulangi, Manado, telah mencapai ratusan orang. Surat hasil tes PCR bodong diwaspadai.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Jumlah penumpang pesawat tujuan Sulawesi Utara yang terdeteksi positif Covid-19 setibanya di Bandara Sam Ratulangi, Manado, telah mencapai ratusan orang. Beberapa akademikus meminta pemerintah mewaspadai peredaran surat bukti tes reaksi rantai polimerase (PCR) bodong.
Dihubungi dari Manado, Sabtu (10/7/2021), Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, jumlah penumpang pesawat yang diduga positif Covid-19 berdasarkan hasil tes cepat antigen terus bertambah, setidaknya belasan setiap hari. Per Jumat (9/7/2021) malam, jumlahnya sudah 103 orang.
Steaven menyebutkan, pemerintah pun telah menyediakan dua pusat isolasi mandiri di Manado sembari menyiapkan satu lagi di Minahasa Utara bagi para pelaku perjalanan yang positif serta penderita Covid-19 yang bergejala ringan.
Kasus Covid-19 di Sulut pun terus menanjak secara harian dengan tambahan 277 kasus pada Jumat malam, meningkat dari 216 sehari sebelumnya. Total sudah ada 17.394 kasus terkonfirmasi positif di Sulut. Sebanyak 15.525 kasus berujung kesembuhan, sedangkan 569 lainnya berakhir dengan kematian.
Bagi pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Taufik Tumbelaka, kasus baru yang dibawa oleh pelaku perjalanan udara sangat mengkhawatirkan. Ia mengatakan, hal ini bisa berpengaruh bagi upaya pemerintah mengatasi pandemi yang telah berlarut selama 16 bulan terakhir.
”Ini aneh. Saya curiga ada warga yang lolos ke Sulut dengan menggunakan bukti tes PCR bodong. Seharusnya pemerintah dan pihak berwajib menyelidiki ini karena surat hasil tes PCR negatif sudah dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Taufik bahkan meminta pemerintah menutup Bandara Sam Ratulangi untuk mencegah masuknya Covid-19 dari daerah lain, terutama daerah transmisi varian baru, seperti Delta di Jawa. Namun, desakan ini telah ditolak oleh Kepala Dinas Perhubungan Sulut Lynda Watania. Sebab, perekonomian Sulut juga bergantung pada penerbangan kargo.
Ini aneh. Saya curiga ada warga yang lolos ke Sulut dengan menggunakan bukti tes PCR bodong.
Steaven mengatakan, surat hasil tes PCR penumpang yang positif Covid-19 telah diperiksa dan didokumentasikan. Ia tidak mau mempertanyakan ataupun berandai-andai soal keaslian surat-surat tersebut. Hingga kini pun, tidak ada arahan dari Pemprov Sulut untuk melibatkan kepolisian demi menyelidiki keabsahannya.
”Kami hanya bekerja dalam konteks epidemiologis. Justru karena kondisi itu (adanya penumpang pesawat positif) kami melaksanakan tes antigen di bandara. Kami sudah banyak urusan, tidak mau repot-repot dengan urusan hukum,” lanjutnya.
Kendati begitu, Steaven menyatakan, pengguna surat bukti tes PCR bodong bisa dijerat hukum jika kepolisian berkehendak menginvestigasi. ”Tetapi, kami tidak mau berspekulasi. Selama tidak ada data, kami tidak akan tanggapi,” ujarnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut Ajun Komisaris Besar Gani Siahaan mengatakan, pihaknya tidak menginvestigasi dugaan tersebut karena tidak ada aduan sekalipun kejahatan tersebut termasuk delik biasa. ”Tidak ada permintaan dari Satgas Covid-19,” katanya.
Untuk mencegah penggunaan surat hasil tes PCR bodong, Kementerian Kesehatan menetapkan hanya laboratorium tertentu yang bisa menerbitkannya sebagai syarat perjalanan. Hasil laboratorium itu akan terhubung dengan basis data All Record TC-19 Kemenkes sehingga bisa diakses dengan data kartu kewaspadaan kesehatan (e-HAC).
Epidemiolog Universitas Sam Ratulangi, Angela Kalesaran, mengatakan, kebijakan yang mensyaratkan PCR untuk perjalanan merupakan langkah tepat. Namun, kebijakan ini perlu diperketat dan diawasi. Sebab, ditemukannya penumpang yang positif setelah tiba di Manado adalah sesuatu yang janggal.
”Kecil kemungkinan bagi seseorang untuk segera terdeteksi positif Covid-19 setelah terpapar dalam perjalanan. Itu waktu yang sangat singkat. Memang, surat tes PCR yang bodong sudah banyak sehingga penerapan dan pengawasannya harus lebih ketat lagi,” katanya.
Menurut Angela, kebijakan ini memang membebani pelaku perjalanan karena tes PCR tidaklah murah. ”Tetapi, kalau seseorang sudah berkehendak bepergian, sudah sepantasnya mereka membayar biaya sebanyak itu untuk PCR juga,” ujarnya.