Keroncongan ”di Rumah Saja” ala Surakarta
Pandemi tak mematikan kreativitas seniman muda keroncong asal ”Kota Bengawan”, Surakarta. Mereka tetap berkarya, salah satunya dengan memanfaatkan media sosial Youtube. Pandemi justru menjadi inspirasi daya cipta.
Pandemi Covid-19 tak mematikan kreativitas seniman keroncong di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Jeda dari hiruk-pikuk pentas dimanfaatkan untuk menciptakan karya baru. Wabah yang tak kunjung usai justru menginspirasi seniman keroncong generasi baru ini.
”Gusti nyuwun pangapura/salah lan lepat kawula/mugo-mugo corona ne enggal sirno/Indonesia rahayu nir sambikala. (Tuhan mohon ampun/segala salah dan dosa hamba/semoga virus korona segera lenyap/Indonesia jaya bebas bencana).”
Sambil memainkan cuk, gitar kecil tiga dawai, Endah Laras (45) memainkan tembang berjudul ”Ning Omah Wae” yang kemudian diunggah melalui platform Youtube pada 30 Maret 2020, di awal pandemi Covid-19. Dengan suara lengking dan cengkok khasnya, penyanyi keroncong asal Surakarta itu bernyanyi ceria dengan latar belakang dapur rumahnya.
”Kita enggak boleh nglokro (menyerah). Kita enggak boleh patah semangat. Semua itu sudah disiapkan sama Gusti Allah,” kata Endah kepada Kompas, Kamis (8/7/2021).
Dalam bahasa Jawa, ”Ning Omah Wae” berarti ”Di Rumah Saja”. Itu sejalan dengan imbauan pemerintah agar masyarakat membatasi mobilitas demi mencegah terjadinya penularan. Irama lagunya rancak. Nuansanya pun ceria dengan lirik lugas. Intinya mengajak segenap warga agar jangan bepergian dulu apabila tidak begitu perlu. Virus yang merebak membahayakan semua pihak.
Bagi Endah, meski dunia seni pertunjukan digebuk habis oleh pagebluk, sebagai seorang seniman, dia justru tertantang terus mengasah kreativitas dengan mencipta lagu baru. Energinya dialihkan untuk berkarya ketimbang mengeluh akibat mandeknya pergelaran seni.
Endah kembali merilis lagu baru pada 9 Mei 2020, kali ini lagunya berjudul ”Kangen Kanca”, atau merindukan teman. Keresahan yang disuarakan masih soal dampak Covid-19. Sejak virus korona jenis baru merebak, pemerintah mengimbau warga membatasi mobilitas. Besarnya kerinduan kepada teman-temannya menginspirasi Endah menciptakan lagu tersebut.
Keroncong masih bergeliat di masa pandemi ini. Kami tetap melakukan aktivitas keroncong meskipun dengan cara berbeda-beda. Salah satunya merekam dan menciptakan lagu.
Selain itu, bagi Endah, pembatasan aktivitas masyarakat justru memunculkan inovasi berupa pentas daring. Salah satunya, ia sempat terlibat pentas daring di Studio Lokananta, akhir tahun lalu. Pentas disiarkan langsung lewat kanal Youtube.
”Kami menggunakan protokol kesehatan ketat. Yang latihan pakai masker semua kecuali penyanyi. Kebetulan saya ada studio di rumah. Jadi, setiap latihan, kami sediakan tempat cuci tangan, pengukuran suhu, dan selalu tes antigen. Ini untuk memastikan semuanya aman,” ujar Endah yang juga bermain dalam beberapa film lokal.
Kisah lain diceritakan Sruti Respati (40). Penyanyi keroncong lain asal Kota Surakarta itu merilis empat lagu baru selama pandemi Covid-19. Keempat lagu tersebut ialah ”Hujan Pagi” (2020), ”Aku Melihat Indonesia” (2020), ”Kr. Taiyou” (2021), dan ”Bintang-Bintang” (2021). Semua lagu itu diunggah langsung di kanal Youtube pribadinya. Sebanyak tiga dari empat lagu yang diciptakan Sruti terinspirasi dari pandemi Covid-19.
Lewat tembang ”Hujan Pagi”, Sruti ingin mengajak pendengarnya mempunyai harapan bahwa pandemi ini suatu saat pasti akan berakhir. Ia mengumpamakannya seperti hujan. Baginya, hujan tidak hanya berbicara tentang apa yang jatuh, tetapi juga apa yang akan tumbuh. Terlebih, saat tembang ini diciptakan, wacana normal baru sedang gencar disuarakan.
Dua tembang lain, yakni ”Kr. Taiyou” dan ”Bintang-bintang”, masih bicara tentang harapan. Dalam bahasa Jepang, Taiyou berarti matahari. Sruti mensyukuri matahari yang masih setia bersinar dan merawat kehidupan. Di sisi lain, bintang-bintang juga tetap berkilauan menghias langit di malam hari.
”Kehadiran keduanya menyemai mimpi dan harapan di tengah manusia meski situasi sedang serba sulit karena pandemi,” ungkap Sruti.
Sebenarnya, keroncong mulai bergeliat lagi. Lebih-lebih penggeraknya anak-anak muda. Ini menambah optimisme saya akan kelestarian musik keroncong.
Secara pribadi, Sruti pun beranggapan pandemi menjadi cara bagi semesta bekerja memulihkan dirinya yang sudah terlalu lelah. Manusia di berbagai belahan dunia sedang diminta saling menahan dan introspeksi diri atas semua yang dilakukan selama ini.
”Pandemi ini semacam pemurnian. Kita dipulihkan untuk merawat kehidupan lebih baik di masa mendatang. Dengan catatan, kita lebih banyak introspeksi, berbagi, dan memiliki cinta kasih terhadap sesama,” kata Sruti.
Penyesuaian
Sruti menceritakan, proses berkarya selama pandemi pun mengalami penyesuaian. Ia berprinsip protokol kesehatan ketat wajib diterapkan sehingga bisa terhindar dari penularan Covid-19. Baik dalam proses penulisan, aransemen lagu, maupun perekaman. ”Penata musik mengirimkan komposisinya lewat WA (Whatsapp). Baru setelahnya dibuat guide (panduan) lagu dan dikirimkan ke studio rekaman,” kata Sruti.
Proses perekaman juga diatur dalam penjadwalan tertentu antara satu pemusik dan pemusik lain. Setelah selesai rekaman, pemusik diharuskan langsung pulang. Apabila semua instrumen musik sudah direkam, Sruti yang terakhir masuk studio untuk merekam vokal. ”Jadi tidak ada yang saling tatap muka,” ujarnya.
Pegiat keroncong muda di Surakarta lainnya, Soladi (25), juga tetap getol berkarya di tengah pandemi ini. Karya yang dihasilkannya berupa aransemen ataupun menciptakan lagu-lagu baru. Sedikitnya ada tiga lagu keroncong asli yang direkam dan dirilis selama pandemi ini. Ketiga lagu itu ialah ”Kasih Bundaku”, ”Sebait Untukmu”, dan ”Nabuh Keroncong”.
Hal yang menggembirakan, lagu berjudul ”Nabuh Keroncong” masuk dalam nominasi Anugerah Musik Indonesia 2020. Capaian tersebut memompa semangat Soladi untuk terus berkarya. Saat ini sudah ada 30 lagu baru yang sudah direkam kerangkanya.
”Keroncong masih bergeliat di masa pandemi ini. Kami tetap melakukan aktivitas keroncong meskipun dengan cara berbeda-beda. Salah satunya merekam dan menciptakan lagu,” kata Soladi, yang juga memimpin Orkes Keroncong Nuswa.
Baca juga : Sejarah Kota dalam Lirik Lagu
Soladi mengungkapkan, tak hanya merekam lagu baru, dia juga sempat berbagi tutorial bermain flute atau suling, melodi gitar, cak, hingga selo dalam langgam Jawa laras slendro untuk permainan keroncong. Kemudahan akses media sosial seperti Youtube dimanfaatkannya guna menarik minat sesama anak muda mengenal musik keroncong.
Ketua Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia Kota Surakarta Wartono mengungkapkan, pandemi tak mematahkan semangat para pegiat keroncong untuk terus berkarya. Buktinya, ada yang terus berupaya menciptakan lagu baru. Ada juga sebagian kelompok yang mencoba tetap berlatih dengan protokol kesehatan ketat.
Bahkan, sebenarnya bakal diadakan festival keroncong virtual pada 17-18 Juli 2021. Namun, pemerintah menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 20 Juli yang di antaranya menghentikan sementara waktu semua acara seni budaya.
”Harapan saya, situasi Covid-19 bisa terkendali dan penularannya melandai. Sebenarnya keroncong mulai bergeliat lagi. Lebih-lebih penggeraknya anak-anak muda. Ini menambah optimisme saya akan kelestarian musik keroncong,” ucap Wartono.
Alih-alih mengibarkan bendera putih, seniman muda keroncong di Solo luwes memanfaatkan media sosial untuk tetap berkarya. Meski dari rumah saja, media sosial sekaligus dijadikan sarana promosi bahwa musik keroncong tak lagi sebatas konsumsi opa-oma, tetapi juga kalangan belia.
Baca juga : Saat Publik Amerika Takjub dengan Penampilan Musisi Keroncong