Empat Petambang Emas Pakai Merkuri Ditangkap Polisi di Dharmasraya
Kepolisian Resor Dharmasraya menangkap empat petambang emas ilegal di dua lokasi berbeda di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Selain peralatan tambang, polisi juga menyita merkuri atau air raksa dari pelaku.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Dharmasraya menangkap empat petambang emas ilegal di dua lokasi berbeda di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Selain peralatan tambang, polisi juga menyita merkuri atau air raksa dari pelaku.
Penangkapan pertama berlangsung di Sungai Munggeh Koto Besar IV, Nagari Koto Besar, Kecamatan Koto Besar, Senin (5/7/2021). Ada satu petambang yang ditangkap, yaitu IS (35), warga Dharmasraya.
Berselang tiga hari, Kamis (8/7/2021), polisi kembali menangkap tiga petambang di Sungai Koto Balai, Nagari Koto Padang, Kecamatan Koto Baru. Pelaku adalah NR (50), EN (40), dan NE (47), warga Kabupaten Bungo, Jambi.
”Para pelaku sekarang ditahan di polres untuk penyelidikan lebih lanjut,” kata Ajun Komisaris Suyanto, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Dharmasraya, Sabtu (10/7/2021), ketika dihubungi dari Padang, Sumbar.
Menurut Suyanto, penangkapan para petambang ilegal itu bermula dari laporan masyarakat. Polisi pun melakukan penyelidikan, lalu menangkap para pelaku ketika sedang beraktivitas di lokasi.
Suyanto melanjutkan, dari para pelaku, polisi menyita barang bukti 2 botol kecil air raksa, 2 mesin pompa air, selang, paralon, alat dulang, dan lainnya. ”Di kedua lokasi penangkapan ditemukan air raksa. Disimpan di botol kecil. Ini termasuk zat berbahaya,” ujarnya.
Para petambang ilegal itu diduga melanggar Pasal 158 Undang Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman hukumannya penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 100 miliar.
Merkuri
Para petambang menggunakan merkuri sebagai zat untuk mengikat kandungan emas. Penggunaan merkuri pada tambang emas ilegal membahayakan manusia dan lingkungan. Apalagi, sebagian petambang langsung membuang ke sungai limbah hasil pengolahan emas dengan merkuri (Kompas, 29/11/2019).
Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Walhi Sumbar Tommy Adam mengatakan, kandungan merkuri yang melebihi ambang sangat berbahaya bagi tubuh. ”Penumpukan merkuri di tubuh bisa memicu gagal ginjal dan hati. Pada perempuan hamil dapat memicu kecacatan janin,” kata Tommy.
Menurut Tommy, aktivitas tambang emas ilegal di pinggir sungai yang menggunakan merkuri tidak hanya berdampak kepada petambang, tetapi juga kepada masyarakat di sepanjang aliran sungai. Ikan-ikan sungai bisa terpapar merkuri, lalu dikonsumsi masyarakat.
Terkait penegakan hukum, kata Tommy, penindakan penggunaan merkuri pada tambang emas ilegal memang terus berlangsung. Namun, ia berharap rantai distribusinya juga ditindak secara serius. Pemerintah daerah juga diharapkan menjalankan rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan merkuri.
Kajian
Kajian Pusat Penelitian Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Negeri Padang tahun 2017, kandungan organik dan logam berat di sekitar DAS Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Sumbar, relatif tinggi dan tidak layak konsumsi akibat tambang emas ilegal (Kompas, 3/12/2019). Kandungan merkuri (Hg) di sekitar DAS itu 0,0078 mg/L, melampaui baku mutu yang hanya 0,001 mg/L.
Ada indikasi responden yang kami cek kesehatannya mengalami gejala. (Ria Rosmayani)
Kajian Runi Sahara dan Dwi Puryanti dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, air Sungai Batanghari, Dharmasraya, di aliran Batu Bakauik tak layak konsumsi. Kandungan merkuri maksimum 5,198 mg/L, sedangkan kandungan timbal maksimum 1,259 mg/L (baku mutu Pb maksimal 0,03 mg/L). Hal itu dimuat di Jurnal Fisika Unand Vol 4, No 1, Januari 2015.
Sementara itu, kajian Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung (ITB) mengindikasikan warga Sungai Batanghari terpapar merkuri tambang (Kompas, 24/9/2019). Kajian dilakukan tahun 2018 di Kecamatan IX Koto dan Kecamatan Sitiung, Dharmasraya.
”Ada indikasi responden yang kami cek kesehatannya mengalami gejala (terpapar merkuri),” kata Kepala Subdirektorat Inventarisasi Penggunaan Bahan Beracun dan Berbahaya KLHK Ria Rosmayani Damopolii di Dharmasraya.