Jangan Sampai Pesta Dulu, Terpapar Covid-19 Kemudian
Kasus harian Covid-19 di NTT mencatat rekor tertinggi, yakni 1.003 kasus per hari. Warga masih bersikukuh menggelar pesta yang menimbulkan kerumunan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN/KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Satuan Tugas Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Timur melaporkan jumlah kasus menembus 1.003 orang per hari pada Minggu (4/7/2021). Ini rekor tertinggi sejak pandemi merebak di NTT. Di beberapa sudut wilayah NTT, warga menggelar pesta tanpa khawatir menimbulkan penularan.
Dari laman resmi Satgas Covid-19 NTT, penambahan kasus pada Minggu mendongkrak total keseluruhan kasus menjadi 22.518. Pada hari yang sama, 4.884 orang masih menjalani perawatan di fasilitas kesehatan dan karantina mandiri. Korban meninggal 513 orang.
Penularan Covid-19 tak hanya berada di sekitaran ibu kota provinsi atau kabupaten, tetapi sudah mencapai wilayah terpencil. Ini di antaranya akibat mobilitas warga yang sulit dikendalikan. Warga, terutama mereka yang menggunakan kendaraan darat, bebas bepergian kapan saja dan ke mana saja. Tak perlu membawa surat keterangan bebas Covid-19.
Sekretaris Dinas Kabupaten Manggarai Timur Kristiani Agas, yang dihubungi dari Kupang, menuturkan, puluhan warga Desa Mosi Ngaran—salah satu desa terpencil—dinyatakan positif berdasarkan hasil tes antigen pada Sabtu (3/7/2021). Hingga Rabu pagi, hasil tes dengan metode PCR belum keluar.
Menurut dia, desa itu dijangkau dengan waktu tempuh sekitar empat jam dari Borong, ibu kota Manggarai Timur. ”Setelah ditelusuri, ledakan kasus itu diduga setelah sejumlah warga pulang mengikuti hajatan duka di sebuah kampung yang terletak di Kabupaten Ngada,” tuturnya.
Duka memang tidak bisa ditolak dan setiap orang yang memiliki kedekatan dengan keluarga duka pasti ingin hadir dalam momen perpisahan itu. Namun, di tengah kondisi yang tak normal ini, penerapan protokol Covid-19 harus diperhatikan. Jangan sampai momen itu menghadirkan kembali duka akibat Covid-19.
Jumlah kasus di Kota Kupang mencapai 7.656, merupakan yang tertinggi di NTT.
Memang tak hanya hajatan duka. Dalam dua pekan terakhir, warga di sejumlah wilayah di NTT menggelar pesta, seperti pernikahan. Pesta itu melibatkan hingga ribuan orang yang datang dari berbagai kampung. Penularan pun tak bisa dibendung sehingga terjadi kenaikan kasus signifikan.
Masing-masing di Kabupaten Sikka dan Flores Timur, misalnya, dalam satu pekan terjadi lonjakan lebih dari 200 kasus. Pasien membeludak. Di Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers Maumere, Sikka, pasien tertahan beberapa hari di instalasi gawat darurat. Rumah sakit rujukan terbaik di Pulau Flores itu kelabakan.
”Berdasarkan hasil penelusuran kontak, banyak dari mereka yang terinfeksi itu tertular saat pesta. Jadi tolong, berhenti dulu dengan pesta-pesta itu,” pinta juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Sikka, dr Clara Y Francis.
Mantan Direktur RSUD TC Hillers itu mengatakan, jika terjadi lonjakan kasus dengan jumlah di atas 100 dalam satu pekan berikutnya, hal terburuk bakal terjadi. Ruang penuh, petugas medis bisa kolaps, dan korban jiwa kembali berjatuhan. Sejauh ini, 12 warga Sikka meninggal akibat Covid-19.
Kenaikan kasus yang signifikan itu tidak hanya terjadi di Sikka, tetapi merata di hampir semua daerah di NTT. Puncaknya, pada 4 Juli lalu, jumlah kasus di NTT mencapai rekor tertinggi, yakni 1.003 kasus per hari.
Ledakan kasus Covid-19 tampaknya tak membuat masyarakat semakin waspada. Beberapa calon pengantin yang hendak menikah dalam waktu dekat menyatakan tetap menggelar pesta pernikahan. Mereka tidak takut, apalagi khawatir dengan penularan Covid-19. ”Kan, sudah vaksin. Di luar negeri, banyak negara yang sudah lepas masker,” ujar salah satu calon pengantin.
Mereka bahkan sudah memesan perlengkapan pesta, seperti tenda, kursi, hingga penata suara untuk memeriahkan pesta. Undangan yang hadir dari berbagai kampung diperkirakan hingga ratusan orang. Dan, yang pasti, mereka yang menghadiri acara itu tanpa menjalani tes cepat Covid-19.
Cegah pesta
Gereja sebagai salah satu pihak yang mengemban tanggung jawab moril dalam penanganan Covid-19 mengambil langkah. Di gereja Katolik, misalnya, pelayanan sakramen pemberkatan nikah dihentikan untuk sementara waktu. Itu berlaku di Keuskupan Ruteng, Keuskupan Atambua, dan Keuskupan Agung Kupang.
Di Keuskupan Atambua dan Ruteng, terdapat enam kabupaten yang warganya mayoritas Katolik, yakni Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur. Di Keuskupan Agung Kupang, terdapat enam kabupaten dengan umat Katolik bukan mayoritas, yakni Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Sabu Raijua, dan Alor.
Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku, Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat, dan Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang secara tegas mengeluarkan instruksi itu. Sebelumnya, pihak gereja tetap melayani pemberkatan dengan jumlah umat dibatasi.
”Namun, berkaca dari pengalaman, biasanya setelah keluar gereja keluarga yang menikah akan menggelar pesta di rumah mereka. Ini yang menimbulkan kerumunan orang sehingga berpotensi menularkan Covid-19,” kata RD Yudel Neno, pastor di Paroki Betun, Malaka.
Di Kota Kupang, pemerintah dan tokoh agama bersepakat, hajatan pernikahan untuk sementara ditunda hingga 21 Juli. Pengetatan yang dikemas dalam kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat itu untuk mengerem laju peningkatan kasus Covid-19.
Jumlah kasus di Kota Kupang mencapai 7.656, merupakan yang tertinggi di NTT. Pantauan Kompas di Rumah Sakit Umum Daerah WZ Johannes Kota Kupang, telah berdiri dua tenda untuk menangani pasien gawat darurat. Daya tampung instalasi gawat darurat di rumah sakit terlengkap di NTT itu penuh.
Kendati pimpinan umat beragama dan pemerintah sudah mengeluarkan instruksi itu, masih saja ada warga yang berusaha melobi pihak terkait untuk menggelar pesta. Mungkin, bagi mereka, menggelar pesta dulu, Covid-19 nanti diurus kemudian. Ini anggapan yang keliru.